Yesus
Sebagai Guru Menurut Injil Yohanes
Albet Saragih
Abstrak
Yesus dipanggil
dan diterima sebagai rabi bukan hanya oleh murid-murid-Nya, tetapi juga oleh
Nikodemus, para pemimpin Yahudi, dan orang banyak. Dalam kasus Nikodemus,
ia boleh dikatakan
mewakili orang-orang banyak
mengidentifikasikan Yesus sebagai guru yang diutus dan disertai Allah
ketika menyaksikan tanda-tanda yang dilakukan oleh-Nya . Ia telah melihat perbedaan di antara Yesus dan para rabi
Yahudi yang lain karena kuasa yang dimiliki-Nya dalam melaksanakan perbuatan
tanda-tanda dan mungkin juga perkataan-perkataan yang disampaikan-Nya. Yesus
memang berbeda dengan para rabi Yahudi, karena Ia menyadari akan keberadaan-Nya
sebagai seorang yang diutus oleh Bapa dan otoritas rohani yang dimiliki-Nya
daripada pada latihan rabinis. Potret Yesus
sebagai guru secara eksplisit dilukiskan dalam Injil Yohanes. Sebagai seorang Guru, Yesus selalu melakukan berbagai
tindakan-tindakan kependidikan seperti memberi teguran, memberikan pujian,
memberikan larangan bahkan yang paling penting Yesus memberikan teladan langsung
kepada murid-murid-Nya. Hal ini merupakan salah satu hal yang perlu diteladani
Guru Pendidikan Agama Kristen dalam melaksanakan pengajarannya agar dapat
membangkitkan keinginan dan semangat belajar peserta didik.
Kata kunci
: Guru,
Rabi, Metode mengajar
Pendahuluan
Dalam Injil
Yohanes kata rabi[1]
muncul 8 (delapan) kali (1:38, 49: 3:2; 4:31; 6:25; 8:4; 9:2; 11:8), 1 (satu)
kali memakai rabuni (20:16), kata guru muncul 4 (empat) kali (3:2;
11:28;13:13,14), dan 2 (kali) merupakan terjemahan dari kata rabi (1:38) dan
rabuni (20:16).[2]
Penyebutan rabi atau guru terutama dinyatakan oleh para calon murid-Nya (1:38)
dan murid-murid-Nya. Yesus dipanggil sebagai rabi pertama-tama oleh mantan dua
murid Yohanes Pembaptis sebagai hasil dari kesaksiannya tentang Yesus sebagai
Anak domba Allah. Kedua murid Yohanes menanggapi kesaksian dan pergi mengikut
Yesus. Memang tidak jelas disebutkan mengapa mereka memanggil Yesus sebagai
rabi? Apakah karena ajaran-Nya atau cara berpakaian-Nya seperti seorang rabi? Yesus
juga dipanggil sebagai rabi oleh Natanael setelah la menunjukkan pengetahuan
ilahi-Nya atas dirinya sebagai Israel sejati dan ajaran-Nya (1:47-49). Mengenai
kedua peristiwa ini, Andreas J. Kostenberger memberi komentar,
The
use of r’abbi,
as address for Jesus in 1:38 and 49
clearly indicates that Jesus' first followers conceived of their relationship
with Jesus in terms of a teacher-disciple relationship. This is not mitigated
by the fact that they followed Jesus precisely because they saw in him more than
a religious teacher, as is made clear by Nathanael's statement: “r’ abbi,,
you are the Son of God. You are the
king of Israel” (1:49).[3]
Yesus
Sebagai rabbi dalam Injil Yohanes
Hubungan diantara
Yesus sebagai rabi dan para pengikut-Nya sebagai murid-murid-Nya terus
dinyatakan dalam Injil Yohanes. Hubungan guru-murid yang begitu dekat dapat
dilihat dalam peristiwa murid-murid pergi membeli makanan untuk guru mereka
(4:8,27,31-34), pertanyaan mereka tentang kebutaan orang buta (9:2), kepedulian
mereka akan keselamatan guru mereka (11:8), kehadiran Yesus dalam membangkitkan
Lazarus (11:28), dan dalam peristiwa kebangkitan-Nya (20:16).
Yesus dipanggil
dan diterima sebagai rabi bukan hanya oleh murid-murid-Nya, tetapi juga oleh
Nikodemus (3:2), para pemimpin Yahudi (8:4), dan orang banyak (6:25). Dalam
kasus Nikodemus, ia
boleh dikatakan mewakili
orang-orang banyak (bdk.
6:25) mengidentifikasikan Yesus sebagai guru yang diutus dan disertai
Allah ketika menyaksikan tanda-tanda yang dilakukan oleh-Nya (3:2), walaupun ia
mungkin memahami-Nya hanya sebatas guru (manusia) seperti para nabi, yang
diutus dan disertai oleh Allah. Namun demikian, pernyataannya mengindikasikan
bahwa ia telah melihat perbedaan di antara Yesus dan para rabi Yahudi yang lain
karena kuasa yang dimiliki-Nya dalam melaksanakan perbuatan tanda-tanda dan
mungkin juga perkataan-perkataan yang disampaikan-Nya. Yesus memang berbeda
dengan para rabi Yahudi, karena Ia menyadari akan keberadaan-Nya sebagai
seorang yang diutus oleh Bapa dan otoritas rohani yang dimiliki-Nya daripada
pada latihan rabinis.[4]
Hal ini menunjukkan bahwa orang-orang pada zaman-Nya telah mengakui Yesus
sebagai seorang guru agama, walaupun Ia tidak belajar dari seorang rabi (guru)
secara formal (bdk. 7:15).
Ajaran Yesus
sebagai guru jelas berasal dari Bapa yang telah mengutus Dia (7:16). Karena
itu, dalam Injil Yohanes Ia seringkali mengatakan bahwa segala sesuatu yang
telah Ia lihat dan dengar daripada Bapa (baik di surga sebelum inkarnasi maupun
selama di dunia melalui persekutuan doa-Nya yang terus menerus dengan Bapa),
itulah yang Ia sampaikan kepada para pendengar-Nya dan murid-murid-Nya (5:30;
8:26,38,40; 14:24; 15:15). Ia tidak pernah mencari hormat bagi diri-Nya
sendiri, melainkan datang untuk menyatakan, menghormati, memuliakan, dan
melaksanakan kehendak atau tugas Bapa yang harus Ia selesaikan melalui kematian
dan kebangkitan-Nya. Jadi, boleh dikatakan Yesus sebagai guru (rabi) belajar dari
Bapa-Nya sendiri, selain Ia mungkin mendapatkan pendidikan tidak formal dari
Yusuf dan Maria.[5]
Bahkan dalam Yoh.
13:13-14, Yesus sendiri menegaskan diri-Nya sebagai seorang guru ketika
memberikan teladan dalam membasuh kaki murid-murid-Nya sebagai persiapan bagi
kematian-Nya yang mendatang. Jadi, Yesus dikarakteristikkan sebagai seorang
guru bukan hanya oleh para karakter lain, tetapi juga oleh Yesus sendiri
melalui pesan dan pengajaran berotoritas yang disampaikan-Nya (bdk. Mat. 7:29:
Mrk. 1:22; Luk. 24:19) dan teladan yang diberikan dalam melayani
murid-murid-Nya. Yesus juga dipanggil sebagai rabi karena Ia mempunyai
murid-murid yang mengikuti-Nya, pengajaran, dan teladan-Nya.
Selanjutnya,
dalam satu kasus, istilah rabi tidak ditujukan kepada Yesus, melainkan kepada
Yohanes Pembaptis (3:26). Hal ini mengindikasikan bahwa Yohanes Pembaptis telah
diberikan penghormatan sepadan dengan seorang guru agama oleh murid-muridnya.
Hal ini berarti murid-murid Yohanes Pembaptis telah memahami hubungan mereka
dengan dia sebagai satu hubungan guru dan murid. Hal yang sama juga harus
ditujukan kepada hubungan di antara Yesus dan murid-murid-Nya yang historis
sebagaimana diperlihatkan dalam 1:38, 48, ketika para pengikut-Nya mula-mula
memanggil Dia sebagai rabi dan mengikuti undangan-Nya. Hal ini mengindikasikan
mereka telah mengakui Yesus sebagai rabi mereka dan mereka sebagai
murid-murid-Nya, maka tidak heran para pengikut-Nya juga disebut murid-murid.
Dengan demikian, karakterisasi Yesus sebagai guru memiliki dasar yang kuat
dalam Injil Yohanes. Sepanjang Injil, identitas dan karya Yesus sebagai seorang
guru begitu jelas dinyatakan dalam sepanjang kehidupan dan pelayanan-Nya.
Dengan perkataan lain, identitas atau karakter Yesus sebagai guru ditunjukkan
oleh apa yang dikatakan dan dilakukan-Nya serta murid-murid yang mengikuti-Nya.
Kemudian, dalam
kasus Yoh. 4:8,31 di mana murid-murid pergi membeli makanan untuk Yesus dan
menanyakan tindakan guru mereka secara keseluruhan adalah sesuai dengan pola
hubungan guru-murid Yahudi.[6]
Hal ini dikuatkan oleh Marie Noel Keller dalam artikelnya Jesus the Teacher bahwa
banyak pesan dalam Injil-Injil di mana gambaran tentang Yesus jelas menegaskan
Dia sebagai seorang guru, baik melalui perkataan dan pengakuan orang-orang
lain, metode pengajaran yang disampaikan-Nya, kosakata murid-murid bagi para
pengikut-Nya, dan hubungan-Nya dengan murid-murid-Nya yang sejajar dengan sikap
murid-murid rabi terhadap guru-guru mereka.[7]
Jadi, potret Yesus sebagai guru secara eksplisit dilukiskan dalam Injil
Yohanes.
Kerabian
Yesus sebagai Role Model atau Teladan
Guru PAK
Guru PAK
merupakan rekan sekerja Allah dalam menaburkan dan menumbuhkan iman dalam hati
dan hidup anak didik, berarti Guru PAK merupakan perpanjangan tangan Tuhan,
maka sebenarnya Guru PAK harus mengikuti teladan yang Yesus berikan. Nainggolan[8]
mengatakan bahwa dalam mengembangkan spiritualitasnya Guru PAK mempunyai
model yang dijadikan sebagai teladan yaitu Yesus Kristus.
a.
Tindakan-tindakan pendidikan
dari Yesus
Menurut Silitonga[9]
Yesus melakukan beberapa tindakan-tindakan pendidikan dalam proses
pengajaran dan pendidikannya yaitu: memberi teladan, memberi perintah, memberi
larangan, memberi pujian, memberi teguran, memberi ancaman dan memberi hukuman.
Selanjutnya Nainggolan[10] mengidentifikasikan
tindakan-tindakan kependidikan dari Yesus yaitu memberikan teladan langsung
dalam kehidupan-Nya, mempunyai pengalaman rohani, dan mempunyai pengetahuan
yang baik tentang iman Kristen.
Berdasarkan
beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa sebagai seorang Guru, Yesus
selalu melakukan berbagai tindakan-tindakan kependidikan seperti memberi
teguran, memberikan pujian, memberikan larangan bahkan yang paling penting
Yesus memberikan teladan langsung kepada murid-murid-Nya. Hal ini merupakan
salah satu hal yang perlu diteladani Guru Pendidikan Agama Kristen dalam
melaksanakan pengajarannya agar dapat membangkitkan keinginan dan semangat
belajar peserta didik.
b.
Aspek-aspek tujuan pengajaran
Yesus
Setiap kegiatan
pengajaran yang dilakukan oleh guru pasti memiliki tujuan yang akan dicapai. Menurut Usman[11]
ada tiga aspek kemampuan yang menjadi tujuan pengajaran yaitu aspek
kognitif yang berhubungan dengan ingatan, aspek efektif yang berhubungan dengan
perubahan sikap dan aspek psikomotorik yang berhubungan dengan kemampuan gerak.
Yesus dalam
pengajarannya selalu memperhatikan keseimbangan antara ketiga aspek kemampuan
tersebut yaitu aspek kognitif, aspek efektif dan aspek psikomotorik.
Menurut Silitonga[12]
tujuan pengajaran Yesus adalah:
1) Murid-murid-Nya mampu mengasihi Tuhan Allah dengan
segenap hati (aspek Afektif),
2) Murid-murid-Nya mampu mengasihi Tuhan Allah dengan
segenap jiwa (aspek Afektif),
3) Murid-murid-Nya mampu mengasihi Tuhan Allah dengan
segenap akal budi (aspek Kognitif),
4) Murid-murid-Nya mampu mengasihi Tuhan Allah dengan
segenap kekutan (aspek Psikomotorik) dan
5) Murid-murid-Nya mampu mengasihi sesama manusia
seperti dirinya sendiri (gabungan dari tiga aspek).
Sedangkan Belandina[13]
mengatakan ada beberapa tujuan mengajar Yesus yaitu: Membawa murid-murid-Nya
datang kepada Allah (Luk. 13:3, Yoh. 3:3), Membawa manusia untuk hidup harmonis
dengan sesamanya (Mark. 12:31), Memperkuat keyakinan murid-murid-Nya (Yoh.21:15-17)
dan Melatih murid-muridNya untuk dapat atau mampu menyebarkan ajaranNya kepada
semua orang sesuai denagn Amanat Agung Tuhan Yesus (Mat. 28:19-20).
1) Membentuk
cita-cita yang luhur,
2) Menanamkan
keyakinan Teguh,
3) Memperbaiki
hubungan dengan Allah,
4) Memperbaiki
hubungan dengan orang lain,
5) Menghadapi
masalah hidup,
6) Membina
watak yang kuat dan
7) Melatih
murid-murid untuk pelayanan.
Dari beberapa
pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa sebagai seorang Guru, Yesus juga
memperhatikan pentingnya tujuan dalam pelaksanaan pengajaran. Penetapan tujuan
pengajaran akan dapat membantu guru untuk mengetahui keberhasilan suatu pengajaran
yang dilakukan. Maka Guru Pendidikan Agama Kristen juga perlu meneladani Yesus
dalam menentukan tujuan pengajarannya.
c.
Metode-metode mengajar Yesus
Dalam
melaksanakan pengajaran-Nya Yesus menggunakan metode-metode pembelajaran secara
kreatif. Semua metode yang digunakan masih sangat cocok diterapkan pada
pendidikan Kristen untuk anak didik pada zaman ini. Nainggolan[15] mengatakan
ada beberapa metode yang dipakai Yesus dalam mengajar yaitu metode ceramah,
metode bercerita, metode Tanya jawab, dan metode diskusi.
Sedangkan Silitonga[16]
mengidentifikasikan beberapa metode yang dipakai oleh Yesus yaitu:
1. Yesus
menggunakan metode ceramah
Metode ceramah
merupakan metode yang paling banyak digunakan Yesus dalam pengajaran-Nya. Melalui
metode ini Yesus
dapat menyampaikan informasi pengajaran-Nya secara langsung. Contoh
kegiatan pengajaran yang dilakukan Yesus dengan memakai metode ceramah yaitu
ketika Yesus berkhotbah dan mengajar di atas bukit (Mat 5:1-2), Yesus mengajar
di tepi danau (Mark 4:1-2), dan Yesus mengajar di Bait Allah (Yoh 7:14-15).
2.
Yesus menggunakan metode tanya jawab
Dalam mengajar
Yesus sering memberikan pertanyaan kepada anak didik-Nya. Contoh kegiatan
pengajaran Yesus dengan menggunakan metode tanya jawab yaitu Yesus bertanya
kepada murid-murid-Nya (Mat 16:13-17), ketika pemimpin Yahudi bertanya kepada
Yesus (Luk 18:18-27) dan percakapan Yesus dengan Nikodemus (Yoh 3:1-21).
3. Yesus menggunakan gabungan dari
beberapa metode
Yesus juga
menggabungkan beberapa metode sekaligus dalam pengajaran-Nya. Contohnya dalam
Lukas 10:25-37, Yesus menggunakan metode tanya jawab, metode cerita, metode
ceramah, dan metode pemecahan masalah sekaligus. Metode gabungan yang dipakai
Yesus tergantung pada situasi dan keadaan proses pengajaran-Nya.
4. Yesus
menggunakan metode simulasi
Dengan metode ini
Yesus menggunakan situasi tiruan atau berpura-pura dalam proses belajar agar
murid-murid-Nya memperoleh suatu pemahaman tentang prinsip atau keterampilan
tertentu. Contoh metode simulasi yang pernah dipakai Yesus yaitu Yesus masuk ke
Yerusalem dengan mengendarai Keledai, Yesus memperagakan Perjamuan Malam.
5.
Metode Demonstrasi
Yesus
mendemonstrasikan tentang hidup yang saling berbuat baik terhadap yang lain
dengan cara membasuh kaki murid-murid-Nya (Yoh 13:14-15).
6. Metode
Karya Wisata
Yesus membawa
murid-murid-Nya dari satu kota ke kota yang lain untuk memberitakan Injil (Mark
1:38).
7. Metode
penugasan
Yesus mengutus 70
murid ke setiap kota dan memberikan tugas kepada mereka untuk memberitakan Injil
dan menyembuhkan orang sakit (Luk. 9:1-12). Dan Yesus juga mengutus semua orang
percaya untuk memberitakan injil dalam Amanat Agung (Mat 28:19-20).
Menurut Sidjabat[17],
metode Yesus dalam mengajar itu bervariasi, bergantung pada tujuan,
bahan serta situasi pendengar dan lingkungannya. Yesus sering mengajar dengan
berbagai perumpamaan, memakai metode ceramah, metode tanya jawab, bahkan metode
demonstrasi. Sedangkan Howard dalam Sidjabat[18]
mengatakan:
“metode Yesus dalam mengajar itu dinilai sangat kreatif, unik, dan
memperhatikan tingkat perkembangan dari orang yang diajarnya”.
Selanjutnya Prince[19] mengatakan: ada beberapa metode yang digunakan Yesus
dalam mengajar yaitu: metode alat peraga, metode drama, metode cerita, metode
ceramah, metode pertanyaan dan metode diskusi.
Metode pengajaran Yesus menurut Harianto
GP[20], sbb: Memenangkan Perhatian
: Hal ini dilakukan melalui : Mengundang mata; Mengundang pembicaraan; Menanyakan pertanyaan; Menundang persahabatan; Memanggil namanya; Menggunakan kata-kata untuk
mendukung perhatian, Menggunakan
pertanyaan-pertanyaan,
yaitu untuk simulasi perhatian; Menjernihkan pikiran; Menekankan kebenaran; Menegur; Meyakinkan; Menguji, selanjutnya Menggunakan ilustrasi, Menggunkan ceramah atau khotbah, Menggunakan benda atau objek, Menggunakan model.
Dari beberapa
pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa Yesus sebagai Guru menguasai banyak
metode-metode pembelajaran. Yesus memakai metode pembelajaran secara kreatif
dengan mengabungkan beberapa metode sekaligus dan menyesuaikan penggunaan
metode pembelajaran dengan situasi dan kondisi lingkungan serta para pendengar-Nya.
Sehingga pengajaran yang dilakukan Yesus dapat terlaksana dengan baik. Guru
Pendidikan Agama Kristen seharusnya meneladani Yesus dalam hal menggunakan dan
memilih metode sesuai dengan kebutuhan para anak didiknya, sehingga pengajaran
yang dilakukan oleh Guru Pendidikan Agama Kristen juga dapat berhasil dan
berjalan dengan baik.
Guru Pendidikan
Agama Kristen memiliki banyak tugas dan tanggung jawab, salah satunya adalah
mewujudkan pola pengajaran Tuhan Yesus bagi peserta didik dan semua orang yang
menganggap dia guru. Menjadikan Yesus sebagai teladan bukanlah hal yang mudah
untuk dilakukan namun merupakan suatu tanggungjawab yang berat bagi seorang
Guru.
Memperlengkapi
dan merancang pola pengajaran Guru Pendidikan Agama Kristen adalah suatu
tindakan atau perbuatan yang baik, terpuji dan sesuai dengan kehendak Tuhan
yang pantas untuk ditiru atau dicontoh oleh peserta didik dalam kehidupan
sehari-hari. Untuk memenuhi tugas dan tanggung jawabnya sebagai guru, Guru PAK
harus memiliki sikap-sikap sebagai berikut: peduli kepada peserta didik, penuh
kasih, adil, sabar, tegas dan memiliki kompetensi.
Keteladanan yang
ditunjukkan Guru PAK berpengaruhnya bagi perkembangan belajar peserta didik terutama
dalam hal minat belajarnya. Minat belajar yang dimaksudkan disini adalah suatu
rasa suka, tertarik, rasa ingin tahu peserta didik terhadap suatu pelajaran
dalam hal ini mata pelajaran PAK. Minat peserta didik terhadap sesuatu
pelajaran akan mendorongnya untuk terus memperhatikannya secara terus-menerus
tanpa ada paksaan. Minat belajar peserta didik ini disertai dengan perasaan
senang, perhatian yang besar, kehadiran dan ketekunan dalam mengikuti suatu
pelajaran.
Kurangnya
penerapan pola mengajar Tuhan Yesus yang ditunjukkan Guru Pendidikan Agama
Kristen akan menyebabkan peserta didik kurang berminat dalam mengikuti
pelajaran dan hal ini akan sangat mempengaruhi belajar peserta didik. Jika
pelajaran tidak sesuai dengan minat peserta didik maka peserta didik tidak akan
belajar dengan baik namun akan muncul kebosanan dan kejenuhan. Maka Guru PAK
diharapkan untuk dapat menunjukkan pola teladan pengajaran Yesus yang baik bagi
peserta didik dalam setiap segi kehidupannya agar peserta didik yang melihatnya
dapat terdorong atau berminat dalam mengikuti pelajaran. Dengan demikian Guru PAK
dapat meningkatkan minat belajar peserta didik.
Cully[21] mengatakan “Guru adalah pembimbing serta sesama
peserta dengan si anak”. Dengan demikian guru bukan hanya menyampaikan materi
saja tetapi juga membimbing, mendidik dam membentuk kepribadiannya ke arah yang
baik. Jika peserta didik salah menempatkan diri maka kepribadiannya akan
mengarah ke arah yang negatif karena di dalam sekolah mereka saling berbagi
perasaan, saling memberi perhatian terhadap berbagai hal yang dirasakan dan
dialami oleh teman-temannya.
Implikasi kerabian Yesus
bagi jemaat masa kini
Pesan
tentang Yesus sebagai guru dalam Injil Yohanes mempunyai kepentingan bagi
jemaat-jemaat masa kini, apakah mereka adalah sarjana, dosen (teologi,
Pendidikan agama Kristen, biblika, etika), hamba Tuhan, penatua, diaken,
guru-guru Injil, guru-guru Kristen, misionaris, pelayan Tuhan, ataupun
orang-orang Kristen secara umum, supaya mereka dapat meneladani Yesus dalam
pelayanan, pemberitaan, pengajaran, dan pembinaan mereka. Yesus sebagai Guru dalam
Injil Yohanes telah menggunakan banyak metode yang berbeda dalam mendekati
bermacam-macam pendengar historis-Nya sesuai dengan situasi dan keadaan mereka
masing-masing, seperti paroimia
(perumpamaan, amsal, pepatah, alegori, kiasan, fabel,
perbandingan sederhana, bahasa simbolis[22]),
metafor, figuratif, dialog, pertanyaanpertanyaan (tanya jawab), permainan kata-kata,
parallelisme (sinonim, sinthetis, antithesis,), peringatan dan teguran, tanya
jawab, paradoks, ironi, makna ganda.[23]
Tujuan semua metode ini untuk membawa para pendengar datang percaya bahwa la
adalah Mesias, Anak Allah maupun untuk menguatkan dan membangun iman
murid-murid-Nya.
Semua
metode yang digunakan Yesus sebagai guru dalam mendekati para pendengar-Nya
juga dapat diterapkan oleh jemaat-jemaat masa kini. Jemaat-jemaat masa kini
yaitu para pemimpin gereja dan para guru harus menyadari bahwa dalam mendekati
para pendengar yang berbeda-beda, mereka juga harus menggunakan metode-metode
yang berbeda-beda sesuai dengan situasi dan kebutuhan yang terdalam dari para
pendengar atau para pembaca mereka. Jadi, jemaat-jemaat masa kini harus
meneladani Yesus sebagai guru baik dalam membawa orang-orang datang untuk
percaya kepada Yesus maupun dalam pendidikan, pengajaran, pelatihan, dan
pembinaan anggota-anggota jemaat, anak-anak sekolah Minggu, murid-murid, dan
mahasiswa di sekolah-sekolah umum maupun sekolah-sekolah teologi. Dengan
demikian, pendidikan, pemberitaan, pengajaran, pelatihan, dan pembinaan
jemaat-jemaat masa kini dapat menjadi efektif dan membuahkan hasil bagi
kemuliaan nama Tuhan.[24]
Selanjutnya, beberapa masalah pokok
PAK di Indonesia dapat
diuraikan sbb :Kurangnya pemerataan pelaksanaan PAK di Indonesia; Masalah kualitas dari Pengajar PAK; Kualitas peserta didik; Kualitas kurikulum yang digunakan; Kualitas sarana dan prasarana.
Oleh karena itu, hal yang
perlu diperhatikan oleh guru PAK adalah bahwa seorang pengajar
PAK yang efektif dalam melaksanakan tugasnya dipengaruhi 3 faktor : pertama, Kebergantungan kepada
Kuasa Roh Kudus; kedua, Kesucian
hidup yang menjadi teladan dalam perbuatan, dan Terampil dan profesional dalam melaksankan tugas dan tanggung jawabnya dalam
pengajaran.
Dalam mengajar, Yesus menggunakan beberapa metode dan tidak
terikat pada satu metode saja. Dia beralih dengan sangat lembut dari yang
dikenal kepada
yang tidak dikenal; dari yang sederhana kepada hal-hal yang rumit; dari hal-hal
yang konkret kepada
hal-hal yang abstrak. Suatu kebebasan yang sesungguhnya, muncul dalam kemampuan
metodologisnya dan dengan objektivitas yang cukup jelas. Dia bukanlah seorang
penghibur melainkan seorang pendidik. Dia menginginkan lebih dari perhatian
yang besar; Dia menjanjikan untuk mengubah hidup.
Tak seorang pun bisa menuduh Yesus memotong filosofi
pendidikan. Dia memahami bahwa semua pembelajaran melibatkan suatu proses. Dia
tidak hanya tahu apa yang akan diajarkan-Nya, tetapi Ia juga mengerti apa yang
diajarkan-Nya. Belajar lebih dari sekedar mendengarkan; mengajar lebih dari
sekedar mengatakan. Bagaimanakah Yesus bisa menjadi begitu efektif tanpa
menggunakan bel atau pun jadwal, sebuah ruang kelas yang bagus, dan sebuah OHP
atau layar?
Ajaran
Yesus Itu Kreatif
Tidak ada pola pengajaran yang sama dengan pola pengajaran
Yesus. Sangat sulit untuk menemukan bahwa Yesus menggunakan hal yang sama dalam
cara yang sama. Seseorang membaca Kitab Suci dengan harapan untuk menemukan apa
yang selanjutnya akan dilakukan dan dikatakan oleh Yesus. Kita melihat
kekreativitasan-Nya seperti berikut ini:
1.
Dia
menggunakan pertanyaan-pertanyaan.
Cara ini merupakan inti dari metode pengajaran-Nya. Empat
Injil menuliskan lebih dari seratus pertanyaan berbeda yang digunakan. Beberapa
dari pertanyaan-Nya dilontarkan secara langsung dan dengan sederhana memberikan
informasi yang penting, beberapa penjelasan dari ketidakpastian yang dipikirkan
oleh pendengar-Nya, dan ekspresi yang muncul atas iman mereka. Seringkali,
pertanyaan yang dilontarkan-Nya secara langsung mengharuskan pendengar-Nya
membandingkan, memeriksa, mengingat, dan mengevaluasi. Pertanyaan-pertanyaan
hipotesa memberikan suasana solusi bagi pendengar-Nya. Yesus dikenal mahir
dalam menangani pertanyaan-pertanyaan yang ditujukan kepada-Nya, bahkan ketika
mereka ingin menjebak-Nya. Setiap pertanyaan sangatlah berbeda dan
pendengar-Nya sangat puas dengan jawaban-jawaban yang diberikan, sehingga
mereka tidak lagi memiliki pertanyaan yang akan ditanyakan pada waktu itu.
Dalam hal ini guru PAK juga menggunakan
pertanyaan-pertanyaan untuk mengetahui apa yang menjadi kebutuhan peserta didik
sehingga dalam materi pelajaran yang disampaikan dapat dimengerti dengan baik
oleh peserta didik.
2.
Dia
menggunakan perumpamaan.
Yesus adalah ahli dalam bercerita. Ajaran-Nya menggugah
pikiran; bukan melumpuhkan pikiran. Perumpamaan adalah bentuk yang paling
terkenal dari ciri-ciri ajaran-Nya yang secara kreatif melibatkan orang-orang
dalam proses belajar. Markus mencatat bahwa Yesus, "Mengajarkan banyak hal
dalam perumpamaan kepada mereka." (Markus 4:2)
Yesus menggunakan berbagai metode yang kreatif lainnya seperti: Pernyataan yang benar-benar
ditekankan (Markus 5:29-30); Peribahasa (Markus 6:4); Paradok (Markus 12:41-44); Ironi (Matius 16:2-3); Hiperbola (Matius 23:23-24); Teka-teki (Matius 11:12); Kiasan (Lukas 13:34); Permainan kata (Matius 16:18); Sindiran (Yohanes 2:19); Metafora (Lukas 13:32).
Ajaran
Yesus Adalah Unik
Setiap ajaran digunakan dan dipilih untuk menyesuaikan
dengan situasi dan kebutuhan dari pendengar-Nya. Setiap pertemuan sangatlah
berbeda karena Dia tahu apa yang ada dalam diri setiap orang secara umum dan
secara individu (Yohanes 2:24-25). Ketiga percakapan selanjutnya (Nikodemus, perempuan Samaria, dan perwira di Kapernaum),
menunjukkan kemampuan-Nya untuk membuat persetujuan secara cekatan dan unik
dengan tiga pribadi yang berbeda. Tujuannya adalah sama - untuk membawa mereka ke dalam
iman. Metodologi yang digunakan adalah berbeda.
Yesus tidak berusaha untuk menyimpan pendekatan-pendekatan
pendidikan. "Camkanlah ini karena suatu hari nanti engkau akan
memerlukannya." Dia tidak berada di bawah tekanan untuk mengajarkan
berbagai hal yang ingin diketahui oleh murid-murid-Nya meskipun Dia adalah
kebenaran itu sendiri (Yohanes 14:6). Kita tidak pernah melihat-Nya menjejalkan
ajaran-ajaran agama kepada orang lain. Dia tidak pernah menyuruh orang lain
untuk mengingat dan mengulangi jawaban-jawaban-Nya. Dia percaya sepenuhnya
bahwa Roh Kudus akan menuntun mereka ke dalam seluruh kebenaran (Yohanes
16:13).
Juruselamat selalu mulai dari di mana orang berada - dengan pertanyaan-pertanyaan,
kebutuhan, kepedihan, dan kepentingan mereka. Dia tahu bagaimana mendengarkan
orang lain dan mengunci komentar mereka. Dia menjadi satu dengan mereka; Dia
dapat beradaptasi dengan berita-berita yang ada; Dia dapat mengikuti mereka
tanpa mereka sadari.
Kristus tidak pernah melepaskan budaya-Nya. Bahasa yang
digunakan-Nya selalu disesuaikan dengan pengalaman orang lain - pekerjaan,
masalah-masalah sosial, adat istiadat, kehidupan keluarga, sifat, dan konsep
agama mereka. Perhatikan, Yesus mengunakan
elemen-elemen yang mengejutkan dengan perempuan Samaria (meminta minum, Yohanes
4:7-9); yang dipegang seorang anak (Matius 18:2); mata uang (Markus 12:15); dan
jala (Lukas 5:4).
Ajaran
Yesus Itu Membangun
Tujuan Allah kita adalah untuk membawa orang lain dari
tempat asal mereka ke tempat mereka yang seharusnya. Percakapan Yesus dengan perempuan Samaria itu adalah suatu pelajaran
tentang keahlian Yesus yang tak tertandingi (Yohanes 4). Yesus menghancurkan semua rintangan
yang ada - budaya, ras, jenis kelamin, dan agama - dan mengubah dia (wanita Samaria)
menjadi seorang penginjil di lingkungannya. Itulah perubahan. Ini adalah hasil dari melihat orang
lain dengan pandangan mata secara radikal (Yohanes 4:34-35).
Dia menantang orang Farisi, "Jadi pergilah dan
pelajarilah arti firman ini: Yang Kukehendaki ialah belas kasihan dan bukan
persembahan" (Matius 9:13). Yesus tidak pernah memaksakan keputusan-keputusan
tetapi Ia mendorong orang lain untuk membuat keputusan. Dengan sabar, Ia mulai
mempelajari pengalaman murid-murid-Nya dan mereka yang bergaul dengan-Nya.
Melalui Allah, guru PAK belajar bahwa pengajaran yang baik
itu meliputi menolong murid untuk bertanggung jawab atas pemikiran dan
hidupnya. Dia selamanya akan mendorong dan memampukan orang lain untuk membuat
keputusan terbaik yang mungkin bisa dilakukan. Membimbing orang lain dalam nama Yesus adalah suatu hak yang
besar dan suatu tanggung jawab yang harus diemban; menyesatkan seseorang adalah
hal yang dibenci-Nya.
Kesimpulan
Berdasarkan Injil Yohanes, kita dapat menemukan informasi atau
keterangan bahwa tentang kerabian Yesus. Identitas Yesus sebagai rabbi tidak
hanya diakui oleh murid-murid-Nya, namun juga oleh banyak orang. Dalam
kehadiran-Nya sebagai Rabbi, Yesus tampil berbeda dari rabbi-rabbi yang ada,
dan sekaligus menjadi Rabbi atau Guru yang unik pada zaman-Nya. Yesus sendiri
diutus oleh Bapa untuk menjadi guru atas semua manusia. Kerabian Yesus nampak
oleh karena Yesus menampilkan sikap hidup yang berintegritas, artinya Dia tidak
hanya memperkatakan Kabar Baik kepada orang-orang, namun juga Dia melakukan
atau mempraktikkan apa yang dikatakan-Nya. Karakteristik unik sebagai seorang
guru dinampakkannya sebagai contoh ketika Dia membasuh kaki murid-murid-Nya.
Yesus juga kemudian diakui sebagai Guru ketika Dia mengajar dengan menggunakan
berbagai metode yang variatif, kreatif, dan unik. Oleh sebab itu, tidak dapat
tidak bahwa guru PAK hendaknya meneladani kerabian Yesus sebagai role model dalam mengemban dan
melaksanakan amanat agung Tuhan Yesus. Dan dengan menjadikan Yesus sebagai
teladan, dapat dipastikan bahwa guru PAK akan menunjukkan perubahan yang
kreatif dalam pengajarannya.
Kepustakaan
Asyirin, Gustaf.
2010. Langkah cerdas menjadi Guru sejati
berprestasi. Yogyakarta: Bahtera
Buku.
Belandina, Janse.
2005.Profesionalisme Guru dan Bingkai Materi. Bandung: Bina Media Informasi.
----------------Ensiklopedi
Alkitab Masa Kini Jilid A-L, Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih/ OMF, 2000.
Homrighausen,
EG, Enklar. 2008. Pendidikan Agama
Kristen. Jakarta: BPK Gunung
Mulia.
Nainggolan, John.
2010. Guru Agama Kristen sebagai Panggilan dan
Profesi. Bandung: Bina Media
Informasi.
Prince, J.M. 2011. Yesus Guru Agung. Bandung:
Lembaga Literatur Baptis.
Sidjabat,
BS. 2009. Mengajar secara
Profesional. Bandung: Yayasan
Kalam Hidup.
-------------------2000.
Menjadi guru professional sebuah presfektif Kristiani. Bandung: Yayasan Kalam Hidup.
Silitonga, Sam.
2000. Nilai-nilai Kependidikan dari Yesus dan
Sistem Kependidikan Nasional. Medan:
Manora.
Slameto.
2003. Belajar dan Faktor-faktor yang
mempengaruhinya. Jakarta: Rineka
Cipta.
Tong, Stephen.
2010. ArsitekJiwa II. Surabaya: Penerbit Momentum.
Yulianti, Lidya.
2009. Profesionalisme Standar Kompetensi dan
Pengembangan Profesi Guru PAK. Bandung:
Bina Media Informasi.
William Barclay, The Gospel of John [Chapters 1
to 7] The
Daily Study Bible Series [2 vols.; Philadelphia: Westminster, 1975]
Keller, Jesus the Teacher 452-56 dan Phipps, Rabbi Jesus
Usman. Guru Profesional. Usaha Nasional,
Surabaya. 2010
Prince, J.M.. Yesus Guru Agung. Bandung: Lembaga Literatur
Baptis. 2011
Pendidikan Agama Kisten Dalam Alkitab
dan Dunia Masa Kini” Yogya;Andi, 2012
Earl E. Shelp dan Ronal H. Sunderland (ed) , The
Pastor as Teacher, New York: The Pilgrim Press,
1989.
[1]Kata guru
(didaskalos), rabi (r'abbi,), dan tuan (ku,rioj) dalam Injil Yohanes sebagian
besar adalah sinonim. Kata rabi ini secara hurufiah berarti orang besarku (my great one). Kata ini merupakan
satu gelar kehormatan yang diberikan seorang murid kepada seorang guru Taurat.
atau para pencari ilmu kepada para bijak (William Barclay, The Gospel of John
[Chapters 1 to 7] The Daily Study Bible Series [2 vols.; Philadelphia:
Westminster, 1975] 87).
[2]Yesus, dalam Injil
Markus juga hanya Petrus memanggil Yesus sebagai rabi (Mrk. 9:5; 11:21). Dan
Injil Lukas tidak pernah menggunakan rabi dalam memanggil Yesus, ia selalu
menggunakan bahasa Yunani yang sepadan yaitu didaskalos.
[3]Op.cit “Jesus as
Rabbi” 108.
[4]Hal yang sama juga
dikatakan oleh Keller, Jesus the Teacher 452-56 dan Phipps, Rabbi Jesus 18-22.
[5]Mengenai bentuk
pendidikan yang mungkin diterima oleh guru baca poin kedua bagian Persamaan dan Perbedaan Yesus dengan Para Rabi
Yahudi, poin ke-2.
[6]Ibid. 110.
[7]“Jesus the Teacher”
451-52.
[8]Nainggolan, John. Guru Agama Kristen
sebagai Panggilan dan Profesi. Bandung: Bina Media
Informasi.2010.hal. 44
[9]Silitonga, Sam. Nilai-nilai
Kependidikan dari Yesus dan Sistem Kependidikan Nasional. Medan: Manora.
2000. Hal. 26-31
[12] Silitonga, opcit, hal. 34-35
[13]Belandina, Janse..Profesionalisme
Guru dan Bingkai Materi. Bandung: Bina Media Informasi. 2005, hal.19
[15] Nainggolan, opcit, hal. 72-73
[16] Silitonga, opcit, hal. 35-39
[17] Sidjabat, opcit, hal. 49
[18] Sidjabat,opcit, hal. 52
[19] Prince, opcit. 105-121
[20]Pendidikan
Agama Kisten Dalam Alkitab dan Dunia Masa Kini” Yogya;Andi, 2012, hal.18-20
[21]Cully. Dinamika Pendidikan Kristen. BPK Gunung
Mulia, Jakarta, 2003. Hal.123
4Mengenai berbagai
metode pengajaran yang digunakan oleh Yesus lebih lanjut dapat membaca Herman
Harrel Home, Jesus - The Master Teacher (New York:
Association, 1920); Phipps, Rabbi Jesus 57-79; Stein, Jesus' Teachings 7-32; Curtis, Jesus Christ the
Teacher 66-107; Keller. "Jesus the Teacher" 450-60;
dan Radcliffe, "Jesus the Teacher Revisited" 85-97.
[24]Mengenai pentingnya
pengajaran dalam gereja dapat membaca buku Earl E. Shelp dan Ronal H.
Sunderland (ed) (The Pastor as Teacher [New York: The
Pilgrim Press, 1989].
terima kasih artikelnya, sangat membantu
BalasHapusTerimakasih buat artikelnya. Sangat membantu dalam menambah wawasan
BalasHapusArtikel banyak mencopi persis tulisan artikel saya, berjudul Yesus sebagai Guru: Studi Injil Yohanes, yang diterbitkan oleh Veritas, STT SAAT, tetapi tidak mencantumkan sumber kutipannya, sangat disayangkan.
BalasHapusYESUS SEBAGAI GURU
BalasHapusDalam Injil Yohanes, kata rabi muncul delapan kali (1:38, 49: 3:2; 4:31; 6:25; 8:4; 9:2; 11:8), satu kali memakai rabuni (20:16), kata guru muncul empat kali (3:2; 11:28; 13:13, 14), dan dua kali merupakan terjemahan dari kata rabi (1:38) dan rabuni (20:16). Penyebutan rabi atau guru terutama dinyatakan oleh para calon murid-Nya (1:38) dan murid-murid-Nya. Yesus dipanggil sebagai rabi pertama-tama oleh mantan dua murid Yohanes Pembaptis sebagai hasil dari kesaksiannya tentang Yesus sebagai Anak domba Allah. Kedua murid Yohanes menanggapi kesaksian dan pergi mengikut Yesus. Memang tidak jelas disebutkan mengapa mereka memanggil Yesus sebagai rabi? Apakah karena ajaran-Nya atau cara berpakaian-Nya seperti seorang rabi? Yesus juga dipanggil sebagai rabi oleh Natanael setelah Ia menunjukkan pengetahuan ilahi-Nya atas dirinya sebagai Israel sejati dan ajaran-Nya (1:47-49). Mengenai kedua peristiwa ini, Andreas J. Köstenberger memberi komentar,
The use of r`abbi, as address for Jesus in 1:38 and 49 clearly indicates that Jesus’ first followers conceived of their relationship with Jesus in terms of a teacher-disciple relationship. This is not mitigated by the fact that they followed Jesus precisely because they saw in him more than a religious teacher, as is made clear by Nathanael’s statement:“r`abbi,, you are the Son of God. You are the king of Israel” (1:49).
Di atas ini salah satu paragraf yang persis diambil langsung
Isi sub Judul Yesus sebagai Rabbi dalam Injil Yohanes, juga semuanya mirip dicopy dari artikel, masih ada bagian-bagian yang lain juga. ini sudah sudah termasuk plagiatnisme
BalasHapushttp://repository.seabs.ac.id/handle/123456789/153
BalasHapusini linknya di mana artikel saya pernah diterbitkan oleh Veritas, STT SAAT dengan Judul:
Yesus Sebagai Guru : Studi Injil Yohanes