POLA ASUH KRISTEN (KAJIAN TEOLOGI,
PEDAGOGI, METODOLOGI) DAN IMPLEMENTASINYA DI SEKOLAH
Sinopsis Disertasi
1.
Latar
Belakang Masalah
Indonesia saat ini, menurut berbagai kalangan, mengalami kemerosotan di berbagai dimensi.
Mulai dari kemerosotan moral sebagian rakyat dan pejabat negara, kemerosotan
komitmen terhadap bernegara dan berbangsa, termasuk kemerosotan nilai-nilai
kemanusiaan dari pimpinan
perusahaan negara maupun swasta nasional dan swasta asing. Contoh kasus :
Outsorching, UMR (Upah Minimum Regional), tanpa jaminan kesehatan pekerja,
perampokan tanah rakyat, kemerosotan jiwa keadilan para pemimpin politik, hukum
dan keamanan negara. Keberpihakan pemimpin negara kepada Neo Liberalis, Neo
Kapitalisme, politik pasar bebas, tidak melindungi rakyat. Demikian persoalan
krusial yang dihadapi bangsa Indonesia dewasa ini menurut Bungaran Antonius Simanjuntak, Guru besar Antropologi Universitas Negeri
Medan[1].
Kemerosotan-kemerosotan di berbagai
dimensi kehidupan ini, adalah
salah satu dampak langsung ataupun tidak langsung dari kemerosotan
kualitas pendidikan beberapa dasawarsa
terakhir ini.
Kekristenan adalah bagian melekat di dalam
bingkai berbangsa dan bernegara Indonesia. Karenanya , orang-orang Kristen juga tidak luput sebagai ikut serta
menjadi penyebab dari kemerosotan-kemerosotan di atas. Apa yang seharusnya
menjadi panggilannya untuk menjadi garam dan terang dunia sebagai makin
terabaikan. Keasinan dari garam itu sudah sangat hambar sehingga tidak
berdaya lagi memberi rasa untuk mencegah
pembusukan yang sedang terjadi pada bangsa dan negara Indonesia ini.
Demikian halnya terang dari orang-orang Kristen di daerah ini, cahayanya sudah sangat
redup, seperti pelita yang kehabisan minyak, tidak berdaya lagi memecah
pekatnya kegelapan malam. Salah satu sumber penyebab dari kemerosotan itu
adalah pada karakter kristiani belum
dapat disumbangan secara signifikan oleh dunia Pendidikan Agama Kristen. Sebagai sumber pembentukan,
pelestarian dan pembaruan budaya masyarakat, sekolah-Sekolah Kristen dari Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)
hingga Perguruan Tinggi (PT) seyogianya
menjadi salah satu wadah pembentuk karakter kristiani untuk mentransformasi
budaya bangsa ke arah yang lebih baik, lebih maju, lebih beradab dan sejahtera
berkemakmuran. Namun tak dinyana gejala penyakit masyarakat Indonesia seperti
KKN, aji mumpung, menghalalkan segala cara demi tujuan, dan suka menyogok,
enggan bekerja keras, tamak , konsumeris, perjudian, percabulan , serta
tindakan tak bermoral lainnya juga melanda warga kristiani. Menurut David
Taylor, Dubes Selandia Baru di Indonesia ,” sejumlah hal yang menjadi pemicu
prilaku korupsi , khususnya yang melibatkan para pejabat negara adalah : Pertama, tidak adanya budaya malu ; kedua, kurangnya pemberian contoh
kesederhanaan dari pejabat atas terhadap bawahannya; ketiga, lemahnya penegakan hukum (rule of law) [2]”.
Pertanyaannya adalah, apa yang salah pada
sekolah-sekolah Kristen ? Bukankah sudah teruji dalam sejarah bahwa
sekolah-Sekolah Kristen di masa
lalu, dikelola dengan hati penuh pengabdian , mampu
menghasilkan lulusan –lulusan bermutu
tinggi sehingga dapat mengisi formasi jabatan-jabatan penting di negara ini.Saat ini komunitas
kristiani menghadapi persaingan luar biasa dari berbagai komunitas lain di Indonesia . Suka atau tidak, saat ini
juga diperhadapkan dengan persaingan global. Para orangtua dalam
mendidik anaknya harus bersaing dengan kemajuan teknologi informasi. Contoh
sederhana, untuk mendengar nasehat atau wejangan orangtua di rumah mungkin
anak-anak kita tidak mampu bertahan duduk diam hingga satu jam saja. Tapi
menonton sinetron yang hampir semuanya diwarnai ajaran agama lain, atau bermain
play station, game on line dari internet, jangankan satu jam, berjam-jam dia
habiskan waktunya.
Menurut Yudhistira ANM Massardi :”Tantangan
abad ke-21 dan generasi 2045 (menandai 100 tahun Proklamasi Kemerdekaan) adalah
membangun manusia bebas yang berkeahlian sesuai minat dan kemampuan individual
(era inteligensia). .. Pendidikan menuju masa depan adalah pendidikan yang
membebaskan , membuka pintu bagi anak didik agar bisa mewujudkan cita-cita
sesuai minat dan bakat masing-masing . Mereka akan menjadi pribadi mandiri yang
siap saling berkolaborasi[3].
Bagaimanakah orangtua Kristen memiliki
pola asuh dalam mengasuh anaknya di era
persaingan global ini ? Apakah masih tetap mengandal tradisi, “ sebagaimana aku
diasuh oleh orangtuaku, demikian juga aku mengasuh anakku” . Atau menyesuaikan
diri dengan kemajuan “zaman” ;”eme na
masak digagat ursa, aha na masa ima ta ula”[4]
? Kalau sudah begitu, bagaimana jadinya generasi masa depan kita.
Di manakah implikasi buah-buah dari pola asuhkristiani yang didapatkan selama ini ? Tidakkah berbuah
asuhkristiani yang tersosialisasi di
tengah-tengah keluarga dan Pendidikan Agama
Kristen selama ini ?
Di manakah peranan alumni sekolah-Sekolah Kristen di
tengah-tengah krisis multi dimensi sekarang ini ? Bukankah mereka yang
telah diasuh dengan sistem pendidikan berbasis nilai-nilai iman Kristen yang seyogianya dapat menjadi panutan
dalam keteguhan imannya, integritasnya,moral dan etikanya, semangat pengabdiannya, kesederhanaannya,
kekritisannya, seperti Tuhan Yesus yang menjadi standar hidup orang percaya ?
Menurut Jongkers Tampubolon, Rektor Universitas HKBP Nomensen Medan dalam suatu
acara wisuda di kampusnya , para alumni Sekolah
Kristen, ditantang untuk memberi kontribusi bagi perbaikan sistem pendidikan
di negeri ini, yang saat ini menjadi sorotan karena semakin kehilangan karakter
dan bahkan menurut berbagai kalangan pendidikan kita sedang dalam krisis peran,
krisis fokus, krisis kurikulum, krisis proses, dan krisis visi. Dunia
pendidikan kita saat ini , menurutnya, menjadi objek kepentingan politik[5]
Hadirnya Sekolah-Sekolah Kristen dari Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)
hingga Perguruan Tinggi di Indonesia ,
dipercayai adalah perwujudan dari panggilan sebagai umat Tuhan. Selain memiliki nilai teologis[6], misiologis[7], dan historis[8] sekolah-Sekolah Kristen juga adalah menjadi tempat pesemaian
atau “kawah candramuka” bagi generasi muda
Kristen yang menghasilkan insan yang beriman, berilmu dan bermoral,
serta berpengabdian tangguh, mandiri, kritis, tetapi berhati hamba[9].
Pendidikan, menurut Fredrick J. McDonald
, “ sebagai kegiatan atau proses yang diarahkan untuk merubah tabiat (behavior)
manusia “. Sementara itu, M.J. Langeveld
menyatakan, “Pendidikan sebagai pekerjaan membimbing anak didik menuju
kedewasaan dalam kemandirian”. Tampaknya Langeveld terinspirasi teori Horace Bushnell (1802-1860) yang memperkenalkan teori Christian Nurture (Asuhan Kristen), menganggap pendidikan adalah proses regenerasi tugas dan
tanggung jawab dari orang dewasa ke anak-anak yang dilakukan berkesinambungan.
Arthur F. Holmes dalam Thomas H. Groom
menyatakan : “Sekolah Kristen
terpanggil untuk melengkapi anak didik” [10]
. Dari pendapat di atas, dapat dipahami bahwa pendidikan baik di tengah-tengah
keluarga maupun di Sekolah Kristen
merupakan panggilan terhadap sosialisasi nilai-nilai kristiani dalam rangka
kedewasaan dan kemandirian anak-anak.
Untuk itu, sekolah-Sekolah
Kristen harus dikelola dengan
manejeman modern berbasis kontekstualitas, di mana para pendidik dan
nara didiknya diasuh dengan kasih yang tulus,lemah lembut, berlandaskan Firman Tuhan, cermat, dan
bijaksana.
Demikian halnya guru-guru di Sekolah-Sekolah Kristen memiliki pola asuh Kristen dalam
mengasuh anak-anak didiknya. Prinsip pola asuh
Kristen itu juga mewarnai kebijakan-kebijakan dan sikap perlakukan para yayasan atau
pemimpin/pengelola Sekolah Kristen
mengasuh para staf tenaga kependidikan dan non kependidikannya. Sehingga semua
komponen bersinergi menghasilkan lulusan yang berkualitas tinggi; baik dalam
IPTEK, karakter, maupun semangat pengabdian.
Pendidikan Agama Kristen (PAK)
mempromosikan tujuannya yang mengutamakan pola asuh dan pembentukan karakter orang-orang Kristen. Pendidikan kristiani ini menggunakan pendekatan progresive
experiental (masalah-masalah kehidupan) sebagai titik tolak. Pendidikan
Agama Kristen (PAK) kemudian menekankan
perlunya mentransmisikan warisan-warisan
kristiani sebagai muatan utama dalam pendidikan[11]
. Adapun warisan –warisan kristiani yang dimaksud di antaranya menyangkut :
iman, pengharapan, kasih, serta
karakter pengabdian sebagai hamba, sama seperti teladan Tuhan Yesus .
Di Sekolah
Kristen, guru tidak hanya
menonjolkan fungsinya sebagai pengajar. Akan tetapi guru berperan menjadi
orangtua kedua bagi murid-murid
untuk melakukan pola asuh Kristen kepada
mereka. Dalam hal ini guru harus dapat
memberikan pola asuh Kristen yang tepat
sesuai dengan perkembangan anak, agar
dapat mewujudkan pola asuh yang diberikan kepadanya dengan baik . Pola
asuh guru akan mempengaruhi bagaimana
anak itu memandang, menilai, dan juga mengambil sikap terhadap orangtua, guru
dan masyarakat, serta mempengaruhi
kualitas hubungan yang berkembang di antara mereka.
Selanjutnya, dalam ruang
lingkup pendidikan kristiani, pola asuh guru di Sekolah Kristen dalam mendidik
anak merupakan sebuah tanggung jawab iman yang harus dilakukan. Sebab hal itu ada
kaitannya dengan perintah langsung dari
Allah kepada orangtua — dalam
hal ini fungsi guru sebagai orangtua kedua di sekolah.
Kasihilah TUHAN, Allahmu,
dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu.
Apa yang kuperintahkan kepadamu pada hari ini haruslah engkau perhatikan,
haruslah engkau mengajarkannya berulang-ulang kepada anak-anakmu dan membicarakannya
apabila engkau duduk di rumahmu, apabila engkau sedang dalam perjalanan,
apabila engkau berbaring dan apabila engkau bangun (Ul 6: 5-7) .Dari nats di atas, ditekankan bahwa adalah kewajiban orangtua di
rumah maupun guru di Sekolah Kristen, untuk mendidik dan mengajar anak-anaknya
dalam situasi apapun .
Kurangnya pemahaman para pendidik terhadap urgensi masalah pola
asuh Kristen sebagai salah satu tiga
fondasi Pendidikan Agama Kristen, ---
yaitu pendidikan/pengajaran, pelatihan, pola asuh --- menjadi penyebab
terjadinya ketimpangan dalam Pendidikan Agama
Kristen dewasa ini. Sekolah - Sekolah
Kristen secara serius
mengupayakan pendidikan/pengajaran secara akademik berkualitas, yang dipadukan
dengan pelatihan-pelatihan yang terintegrasi. Kualifikasi akademik lulusan
berusaha dijaga mutunya. Namun di sisi
lain, kualitas asuh kristiani mereka sebagai
lemah. Hampir tidak ditemukan sesuatu yang spesifik dan menonjol pada pola
asuh kristiani di sekolah - sekolah
Kristen bila dibandingkan dengan diberbagai sekolah negeri dan sekolah swasta nasional
lainnya. Atau nilai-nilai karakter kristiani yang khas dimiliki murid baru di
sekolah-Sekolah Kristen sebagai hasil
dari pola asuh kristiani dari
orangtua. Secara pengamatan sepintas,
masih kurang berpengaruh significan pola asuh
Kristen terhadap hasil studi peserta didik.
Pola asuh guru terhadap anak-anak di Sekolah Kristen, sebagai terabaikan. Hal itu
bersumber dari adanya pemahaman yang
kurang tepat dari kalangan guru sendiri.
Seakan-akan hanya tugas utama
guru di Sekolah Kristen hanya bertumpu
untuk melakukan pendidikan/pengajaran dan pelatihan saja. Dan memang, tentang
hal pola asuh ini tidak diatur Undang-undang No.23 Tahun 2005 tentang Guru
dan Dosen . Di mana dalam undang-undang tersebut dijelaskan bahwa guru
profesional memiliki 4 kompetensi : meliputi
kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi
profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi [12].
Secara eksplisit di dalam kompetensi guru ini
tidak diatur dengan jelas tentang pola asuh yang perlu dilakukan guru di
sekolah. Bahwa kalau berbicara soal pola asuh, maka yang terbersit di benak
pada umumnya orang adalah apa yang dilakukan orangtua di rumah saja.
Singkatnya, istilah pola asuh selalu dikaitkan sekitar didikan orangtua dalam
keluarga. Tetapi sesungguhnya tidak
demikian. Bahwa sebagai pengganti orangtua yang mendidik anak di sekolah , guru
tidak luput tanggung jawabnya juga dalam pola asuh. Keprofesionalan guru tanpa
dibarengi dengan semangat pola asuh sebagaimana laiknya hati orangtua kepada
anaknya, maka itu bisa diibaratkan seperti sayuran yang banyak bumbu, tapi
kurang garam. Rasanya hambar. Profesi keguruan menjadi sebuah kegiatan yang
bersifat mekanis saja. Saya tidak mempersoalkan kalau hal itu pada sekolah
umum. Akan tetapi, bagi sekolah-Sekolah
Kristen tentu ceritanya berbeda. Karena sekolah-Sekolah Kristen didirikan tidak lepas dari perwujudan
panggilan untuk mewujudkan nilai-nilai kristiani baik kepada anak didiknya, dan
juga seluruh staf guru dan pegawainya. Nilai-nilai kristiani seperti; takut akan Tuhan, kejujuran, kebenaran, kasih
, persekutuan, pengharapan , keadilan , solidaritas, dan kesetaraan gender, tidak akan dapat
begitu saja terwujud dalam kehidupan para nara didik hanya sebatas profesional
saja . Tapi karena hal-hal di atas menyangkut kepada buah- buah keyakinan itu
sendiri, maka pola asuh Kristen dari
para pimpinan perguruan, guru-guru maupun staf pegawai menjadi sangat urgen.
Karena peserta didik melihat guru, pegawai dan yayasan itu menjadi modelnya.
Tapi juga bagaimana mereka membangun atmosfir di mana benih-benih
nilai-nilaikristiani tersebut dari pengajaran/pendidikan menuju pelatihan dan
selanjutnya menjadi habit (kebiasaan)
atau gaya hidup. Nah, atmosfir
pola asuh semacam inilah sebagai hampir
hilang di sekolah-Sekolah Kristen,
tergerus karena pemahaman pelaksanaan profesi keguruan yang bersifat mekanis
semata.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata
pola, antara lain diartikan sistem; cara kerja; bentuk struktur yang tetap.
Sementara kata asuh memiliki
pengertian (1) menjaga,( merawat dan
mendidik) anak kecil, (2) memimbing (membantu . melatih, dan sebagainya) supaya
dapat berdiri sendiri, dan memimpin (mengepalai dan menyelenggarakan) satu badan
atau lembaga.[13] Pola asuh pada dasarnya diciptakan oleh adanya
interaksi antara orangtua atau guru dengan anak . Kata asuh adalah mencakup segala aspek yang berkaitan dengan
pemeliharaan, perawatan, dukungan, dan bantuan sehingga orang tetap berdiri dan
menjalani hidupnya secara sehat.[14]
ola asuh di Sekolah Kristen adalah suatu
keseluruhan interaksi antara seluruh perangkat sekolah dengan anak, di mana guru bermaksud
menstimulasi anak didiknya dengan mengubah tingkah laku, pengetahuan serta
nilai-nilai yang dianggap paling tepat, agar anak dapat mandiri, tumbuh dan
berkembang secara sehat dan optimal. Dalam pola asuh ini berarti mendidik,
membimbing, dan mendisiplinkan serta melindungi anak untuk mencapai kedewasaan
sesuai dengan norma-norma yang ada dalam masyarakat.[15] Pola asuh adalah bentuk perlakuan atau
tindakan pola asuh untuk memelihara, melindungi, mendampingi, mengajar dan
membimbing anak selama masa perkembangan. Pola asuh berasal dari kata asuh (to
rear) yang mempunyai makna menjaga,
merawat dan mendidik anak yang masih kecil [16].
Prinsipnya cara pola asuh anak ini setidak-tidaknya mengandung sifat (1).
Pengajaran (instructing);
(2).Pengganjaran (rewarding); (3).
Pembujukan (inciting) [17]
1.
Pengajaran (instructing)
Pengajaran di sini diartikan sebagai bagaimana
mensosialisasikan nilai-nilai, norma, larangan, keharusan yang harus ditaati
dan diketahui anak, dan juga pendidikan (moral maupun intelektual), penerapan
disiplin, dll. Pengajaran lebih kepada penekanan kognisi. Sesuatu atau sistem
nilai Kristen diajarkan, dihafalkan, dan
dipahamkan kepada peserta didik agar menerima serta memahami pola-pola
asuh Kristen tersebut dan melakukannya dalam
kehidupan sehari-hari.
2.
Pengganjaran (rewarding)
Menurut Hurlock pengganjaran dalam pola asuh
dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu hukuman dan penghargaan.
a.
Hukuman. Hukuman dilakukan tidak bermaksud untuk
melampiaskan amarah, apalagi balas dendam. Tetapi hukuman diberikan dalam
kerangka perlakuan kasih yang bersifat menolong sehingga peserta didik
menyadari kesalahan-kesalahannya, dan selanjutnya ia mengambil komitmen untuk
berubah, atau bertobat.
b.
Penghargaan. Istilah penghargaan
berarti tiap bentuk penghargaan untuk setiap hasil yang baik. Penghargaan tidak
harus dalam bentuk materi, tetapi dapat berupa kata-kata pujian, senyuman atau
tepukan dipunggung.[18]
3.
Pembujukan ( inciting)
Pembujukan dilakukan agar anak mau mengikuti
ajakan atau perintah pola asuh dengan kata-kata yang lebih halus, menarik hati
dan terkesan tidak menyuruh. Sehingga anak menurut dengan pola asuh.
B. Identifikasi
Masalah
Berdasarkan uraian di atas, dapat
diidentifikasi beberapa masalah dari judul penelitian ini :
1.
Mengapa
begitu penting asuh Kristen diterapkan secara konsisten di
Sekolah Kristen ?
2.
Bagaimanakah pola asuh
Kristen kajian teologis
berdasarkan Ul.6:4-9 dan penerapannya di Sekolah Bethany Medan
3.
Bagaimanakah
pola asuh Kristen dalam kajian pedagogis
dan penerapannya di Sekolah Bethany Medan
4.
Bagaimanakah
pola asuh Kristen dalam kajian metodologi dan penerapannya di Sekolah Bethany Medan
5.
Apa sajakah yang dijadikan sebagai cor values (nilai-nilai inti) pola asuh
Kristen di Sekolah Bethany?
6.
Bagaimanakah
interaksi antara yayasan dengan guru, staf pegawai , dan para
murid ; antara guru dengan murid; serta antara staf pegawai dengan murid, dalam
penerapan pola asuh Kristen di Sekolah
Kristen ?
C. Fokus
Penelitian
Penelitian ini akan difokuskan kepada Pola
Asuh Kristen di Sekolah Kristen Bethany Medan . Untuk itu , yang akan
ditelaah peneliti adalah :
1.
Bagaimanakah pola asuh
Kristen kajian teologis
berdasarkan Ul.6:4-9 dan implementasinya di Sekolah Bethany Medan
2.
Bagaimanakah
pola asuh Kristen dalam kajian pedagogis
dan implementasinya di Sekolah Bethany Medan
3.
Bagaimanakah
pola asuh Kristen dalam kajian
metodologi dan implementasinya di
Sekolah Bethany Medan
D. Tujuan
Penelitian
1.
Untuk
mengetahui bagaimana Pola Asuh Kristen kajian teologis berdasarkan Ul.6:4-9 dan implementasinya di Sekolah Bethany Medan
2.
Untuk
mengetahui bagaimanakah pola asuh
Kristen dalam kajian pedagogis dan implementasinya di Sekolah Bethany
Medan
3.
Untuk
mengetahui bagaimanakah pola asuh
Kristen dalam kajian metodologi dan
implementasinya di Sekolah Bethany Medan
E.
Manfaat Penelitian
1.
Dapat
memberikan pemahaman tentang Pola Asuh
Kristen dalam kajian teologis, metodologis, dan pedagogis.Hasil
penelitian ini diharapkan dapat disumbangkan untuk pengembangan ilmu
pengetahuan, khususnya tentang kegiatan pola asuh.
2.
Hasil penelitian ini diharapkan akan dapat
disumbangkan kepada akademis.
BAB
II
LANDASAN
TEORI
A. POLA
ASUH KRISTEN KAJIAN TEOLOGI
A.1 Dasar
Teologis Pola Asuh Kristen Dalam PL
Data
tentang kata asuh , pola asuh di
dalam PL dan PB , cukup banyak
ditemukan. Data Alkitab [19]:
Asuh : Yes 1:2
Aku membesarkan anak-anak dan mengasuhnya, tetapi mereka memberontak terhadap Aku.
Membesarkan anak-anak : “Anak-anak yang dimaksud adalah umat Israel. Tuhan
memanggil langit dan bumi sebagai saksi
untuk dosa Israel [20].
asuh:
pola asuh
Dua Samuel 4:4
Yonatan, anak Saul, mempunyai seorang anak laki-laki, yang cacat kakinya. Ia
berumur lima tahun, ketika datang kabar tentang Saul dan Yonatan dari Yizreel.
Inang pola asuhnya mengangkat dia
pada waktu itu, lalu lari, tetapi karena terburu-buru larinya, anak itu jatuh
dan menjadi timpang. Ia bernama Mefiboset.
Yes. 49:23 “Maka
raja-raja akan menjadi pola asuhmu
dan permaisuri-permaisuri mereka menjadi inangmu. Mereka akan sujud kepadamu
dengan mukanya sampai ke tanah dan akan menjilat debu kakimu. Maka engkau akan
mengetahui, bahwa Akulah TUHAN, dan bahwa orang-orang yang menanti-nantikan Aku
tidak akan mendapat malu."
Prinsip
Pemahaman Dasar
1.
Menikah dan membesarkan anak-anak bagi
kemuliaan Allah (Kej 2:24; 9:1,7; 1 Tim 5:14).
2.
Anak-anak adalah berkat dari Allah, yang telah Dia perintahkan (Maz
127:3-5).
3.
Orangtua harus mengajar anak-anaknya dan membesarkan mereka dalam nasihat Tuhan (Ul
4:9, 10; Maz 78:1-7).
4.
Anak-anak harus mendengar dan
belajar untuk takut akan Tuhan Allah dan
memelihara setiap firman dan hukum (Ul 31:12,13; Maz
34:11; Ams 5:1,2; 6:20-23; 23:26).
5.
Sama seperti melatih, mengajar dan
mendidik anak-anak , orangtua juga harus mendisiplinkan dan membetulkan
mereka apabila diperlukan. Ams 13:24; 19:18 ; 22:15;l 23:13-16
Ul. 6:4-9 menjadi sentral pengajaran Pendidikan
Agama Kristen. Kitab-kitab lain yang
membahas tentang pendidikan bersumber dari kitab Ulangan ini.
Ayat 7 "Haruslah engkau mengajarkan berulang-ulang "kepada anakmu" membicarakannya apabila engkau duduk di rumahmu, apabila engkau sedang dalam perjalanan, apabila engkau bangun.". Mereka yang mengasihi Allah, mengasihi Firman-Nya dan melakukannya dengan meditasi, bertanggung jawab untuk merenungkannya dan menyimpannya dalam hati untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Orangtua mempunyai tugas untuk mengajarkan Firman-Nya kepada anak-anak dengan didikan dan harus dimulai sejak dini dan berulang-ulang. Ayat 7 ini dipakai sebagai fondasi kurikulum Pendidikan Agama Kristen.
Ayat 7 "Haruslah engkau mengajarkan berulang-ulang "kepada anakmu" membicarakannya apabila engkau duduk di rumahmu, apabila engkau sedang dalam perjalanan, apabila engkau bangun.". Mereka yang mengasihi Allah, mengasihi Firman-Nya dan melakukannya dengan meditasi, bertanggung jawab untuk merenungkannya dan menyimpannya dalam hati untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Orangtua mempunyai tugas untuk mengajarkan Firman-Nya kepada anak-anak dengan didikan dan harus dimulai sejak dini dan berulang-ulang. Ayat 7 ini dipakai sebagai fondasi kurikulum Pendidikan Agama Kristen.
Orang Yahudi mengerti perintah ini dan melakukannya
secara harafiah. Umat harus menghafal perkataan ini dan menunjukkannya di depan
umum. Sebagian orang Yahudi menaruh ayat-ayat ini di dalam kantung-kantung
kulit yang kecil (filakteria) . Kantong ini diikatkan pada lengan dan dahi
mereka[21]. Kantong atau kotak kulit yang berisi
ayat-ayat Hukum Taurat ini disebut “Mezuza”. Mezuza : Menurut catatan Alkitab Edisi Studi disebutkan, hingga
kini banyak orang Yahudi meneruskan praktek menghafal hukum Taurat dengan
menaruh ayat-ayat dalam kotak dan menempelkannya di tiang pintu rumah[22].
Mereka mengenal 3 tanda-tanda untuk mengingatkan akan
hukum Allah:
a.Zizth: Dipakai/dipasang pada ujung jubah imam (Bil. 15:37-41)
b.Mezna: Kotak kecil yang berisi Ul 6:4-9 diletakkan di sebelah kanan pintu
c. Tephillin: Dua kotak kecil berbentuk kubus masing-masing dari kertas perkamen yang ditulis dengan tangan secara khusus berisi 4 ayat yaitu, Kel 13:1-10, Kel 13:11-16, Ul 6:4-9, dan Ul 11:18-21. Satu diikatkan di tangan kiri dan satu di dahi.
a.Zizth: Dipakai/dipasang pada ujung jubah imam (Bil. 15:37-41)
b.Mezna: Kotak kecil yang berisi Ul 6:4-9 diletakkan di sebelah kanan pintu
c. Tephillin: Dua kotak kecil berbentuk kubus masing-masing dari kertas perkamen yang ditulis dengan tangan secara khusus berisi 4 ayat yaitu, Kel 13:1-10, Kel 13:11-16, Ul 6:4-9, dan Ul 11:18-21. Satu diikatkan di tangan kiri dan satu di dahi.
A.1.1. Harus
mengajar anak-anak
Orang Kristen harus mengajar anak-anaknya dan membesarkan mereka
dalam nasihat Tuhan (Ul 4:9, 10; Maz 78:1-7).Harus
mengajar anak-anak di setiap masa: Menurut
catatan Alkitab Penuntun tentang ayat ini: “ salah satu cara utama untuk
mengungkap kasih kepada Allah (ay 5) ialah mempedulikan kesejahteraan rohani
anak-anak dan berusaha menuntun mereka
kepada hubungan yang setia dengan Allah [23]. Di
dalam Ul 6:7 haruslah engkau mengajarkannya berulang-ulang
kepada anak-anakmu dan membicarakannya apabila engkau duduk di rumahmu, apabila
engkau sedang dalam perjalanan, apabila engkau berbaring dan apabila engkau
bangun.
Frasa
“mengajarkan berulang-ulang ” kata
Ibrani yang dipakai dalam ayat ini adalah "shinnantam", yang berasal dari akar kata "shanan" yang berarti mengasah atau
menajamkan, biasanya untuk pedang atau anak panah. Kata ini dipakai sebagai
simbol untuk menggambarkan kegiatan yang dilakukan berulang-ulang seperti orang
mengasah sesuatu pedang atau anak panah dengan tujuan untuk menajamkannya.
Orangtua tidak dapat hanya mengandalkan khotbah atau pelajaran Alkitab setiap
hari Minggu untuk memberi "makanan rohani" dan menajamkan anak-anak mereka. Orangtua maupun guru harus
secara rutin dan dalam segala kesempatan menyampaikan kebenaran firman Tuhan
kepada anak-anak mereka. Lebih jauh lagi, orangtua dan guru harus menjadi
teladan yang baik bagi anak-anak mereka, bukan hanya melalui perkataan, tapi
juga perbuatan. Lebih jauh dijelaskan tentang urgensi
pendidikan kepada anak dalam catatan dimaksud.
1.
Pembinaan rohani
anak-anak seharusnya merupakan perhatian utama semua orangtua (bnd Maz 103:13).
2.
Pengarahan rohani
harus berpusat di rumah, dan melibatkan ayah dan ibu. Pengabdian kepada Allah
di dalam rumah tangga wajib dilakukan; hal itu adalah perintah langsung dari
Tuhan (Ul 6:7-9; bnd 21:18; Kel 20:12; Im 20:9; Ams 1:8; 6:20; 2 Tim 1:5)
3.
Tujuan dari pengarahan
oleh orangtua ialah mengajar anak- anak untuk takut akan Tuhan, berjalan pada
jalanNya, mengasihi dan menghargai Dia , serta melayani Di dengan segenap hati
dan jiwa Ul.10:12; Ef 6:4)
4.
Orang percaya harus
dengan tekun memberikan kepada anak-anaknya pendidikan yang berpusatkan Allah,
di mana segala sesuatu dihubungkan dengan Allah dan jalan-jalanNya (bnd Ul.
4:9; 11:19; 32:46; Kej 18:19; Kel 10:2; 12:26-27; 13:14-16; Yes 38:19)[24]
Dalam kerangka didikan, ajaran dan pelatihan inilah
harus ada di dalamnya asuh yang baik. Ibu- bapa akan berfungsi sebagai penjaga anak-anak, penopang dan pelindung
sehingga anak-itu menjadi dewasa dan bisa menjaga dirinya sendiri.
Anak-anak harus mendengar dan belajar untuk takut akan Tuhan Allah kita dan
memelihara setiap firman dalam hukum (Ul 31:12,13; Maz 34:11; Ams 5:1,2;
6:20-23; 23:26). Mereka bukan saja diajar dalam rumah tetapi juga di perkumpulan yang ditetapkan oleh Allah (Yos 8:35; Kel. 13:8-10, 14-16; Ul.
31:12).
Pandangan Lawrence O. Richards ini, tanpa
mengabaikan faktor keluarga dan kehidupan sehari-hari, dapat dilihat betapa begitu pentingnya faktor
guru dalam membentuk iman, karakter murid. Kerohanian atau spritualitas para
guru menjadi faktor yang sangat mempengaruhi kulitas pertumbuhan kerohanian
muridnya juga.
Bagaimana cara dan sikap guru
menginternalisasikan nilai-nilaikristiani melalui pola asuh yang diwujudkannya
kepada para murid, itu akan menumbuhsuburkan pengenalan dan pembentukan
sikap-sikap perlakuan imannya dalam kehidupan sehari-hari. Agar guru berhasil
dalam panggilannya mengubah hidup para muridnya, menarik untuk disimak apa yang
dikemukakan oleh seorang guru besar Howard G. Hendrik cs , “Jika Anda hendak
melayani menjadi guru, mintalah Allah terlebih dahulu melayani Anda. Dia akan
memakai Anda sebagai alat-Nya, agar semakin efektif di tangan-Nya”[25]. Jadi penundukan diri seorang guru kepada
kuasa dan urapan Tuhan, begitu penting. Sebab sesungguhnya seorang guru harus
mengakui bahwa yang dapat mengubahkan hati muridnya bukan dirinya, melainkan
Tuhan Sang pemilik hidup itu sendiri. Tapi hal itu tidak berarti bahwa
kompetensi dan keteladanan guru tidak berpengaruh. Bahwa kedua komponen ini
menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam mendidik dan mengasuh anak menuju
perubahan hidup.
A.1.2.
Pola Asuh yang Tidak Adil Dalam PL
a. Pola Asuh
Ishak dan Ribka
Keluarga Ishak dengan istrinya Ribka adalah
satu tipe keluarga bapa leluhur Israel yang unik. Walaupun Ribka dikatakan
mandul (Kej 25:21), namun iman besar Ishak , suaminya, mengalahkan segalanya.
Ishak tekun berdoa kepada TUHAN , hingga akhirnya berkat Tuhan yang luar biasa turun atas
mereka. Istrinya mengandung anak kembar sekaligus.
Alkitab memberi kesaksian lahir. “ Esau
menjadi seorang yang pandai berburu, seorang yang suka tinggal di padang,
tetapi Yakub adalah seorang yang tenang, yang suka tinggal di kemah. Ishak sayang kepada Esau, sebab ia
suka makan daging buruan, tetapi Ribka kasih kepada Yakub” (ay 27-28).
Di dalam keluarga Ishak ini diperlihatkan pola pola asuh yang tidak adil dengan
membeda-bedakan anak. Yang satu sangat dikasihi, selalu diistimewakan,
sementara yang lain kurang dikasihi. Dalam perjalanan hidup selanjutnya, Esau
dan Yakub selalu bermusuhan. “Bahwa Ishak lebih menyayangi Esau , bertentangan
dengan kehendak Allah, dan penipuan Ribka dan Yakub melebihi manfaat rohani
perjanjian Allah”[26]
b. Pola Asuh
Yakub
Yakub atau Israel adalah contoh bapa leluhur
yang luar biasa diberkati Tuhan. Sekalipun hidup masa mudanya penuh liku-liku ,
bahkan sampai disebut “penipu”, tetapi
dalam masa ia berkeluarga hingga masa tuanya , penyertaan tangan kuasa Allah
yang perkasa senantiasa ada beserta dia dan keturunannya. Yakub adalah seorang
suami yang berpoligami. Dari kedua istrinya (Lea dan Rahel) dan dari kedua budak istrinya (Zilfa dan Bilha), Yakub mendapat 12
orang anak laki-laki dan seorang perempuan. Sungguh suatu drama rumah tangga
yang hebat, menegangkan, tapi melimpah
berkat Tuhan. Yang selalu menjadi pertanyaan menyangkut keluarga berpoligami adalah; apakah suami dapat
berlaku adil , baik terhadap istri-istrinya, maupun kepada anak-anaknya ? Dari
contoh keluarga Yakub didapat jawaban tegas : Tidak bisa.
Pola
asuh Yakub kepada anak-anaknya juga memperlihatkan tendensi ketidakadilan.
Kelihatannya Yakub begitu sangat kasih kepada
Yusuf dan Benyamin.
ia menyuruh membuat jubah yang maha indah bagi
dia. Setelah dilihat oleh saudara-saudaranya, bahwa ayahnya lebih mengasihi
Yusuf dari semua saudaranya, maka bencilah mereka itu kepadanya dan tidak mau
menyapanya dengan ramah” (Kej 37:3-4). Bermula dari pola asuh Yakub yang tidak adil kepada
anak-anaknya, maka timbullah kecemburuan dan sakit hati anak yang lain. Sebab
ada anak diasuh dengan perlakukan-perlakuan begitu istimewa, sedang yang lain
hanya standar saja. Begitu ada
kesempatan, maka mereka melampiaskan sakit hatinya. Mereka merencanakan yang
jahat bagi Yusuf.
Dari kedua contoh di atas dapat disimpulkan,
bahwa pola asuh yang tidak adil dari orangtua dan termasuk guru di Sekolah Kristen,
akan berakibat menumbuhsuburkan tidak baik .
Melalui cara dan sikap guru
menginternalisasikan nilai-nilai kristiani melalui pola asuh yang diwujudkannya
kepada para murid, itu akan menumbuhsuburkan pengenalan dan pembentukan
sikap-sikap perlakuan imannya dalam kehidupan sehari-hari. Orangtua maupun guru
harus mengembangkan sikap-sikap perlakuan yang adil terhadap anak-anaknya. Sebab
Allah yang disembah adalah Allah yang Maha Adil dan Maha Bijaksana. Perlakuan
yang tidak adil dari orangtua maupun guru kepada anak-anak berakibat negatif
terhadap perkembangan diri anak, antara lain:
1) persaingan tidak sehat di antara anak,
2) menyemai bibit-bibit permusuhan,
3) perasaan tidak berharga,
4) menyuburkan sikap-sikap tidak hormat kepada
orangtua,
(5) kurang bisa bekerjasama,
(6) rendah diri,
7) sulit memahami keadilan Allah.
A.1.5. Dasar Teologis Pola Asuh Kristen Dalam PB
Data Alkitab : asuh:
pola asuh
Luk 2:51-52 Lalu Ia pulang bersama-sama mereka ke
Nazaret; dan Ia hidup dalam asuh
mereka. Dan ibu-Nya menyimpan semua perkara itu di dalam hatinya. Dan Yesus
makin bertambah besar dan bertambah hikmat-Nya dan besar-Nya, dan makin
dikasihi oleh Allah dan manusia. Firman Tuhan
ini menjelaskan proses pertumbuhan
hidup-Nya itu : “Yesus bertambah besar “. Frasa”bertambah besar” pada ayat ini
memberi pengertian dalam empat hal :
Dia bertambah “besar” – pertumbuhan fisik
Dia bertambah “hikmat-Nya “ , “hikmat-Nya”
Dia “makin dikasihi” oleh Allah” berarti pertumbuhan rohani , dan
Dia makin “dikasihi manusia“ berarti
pertumbuhan sosial dan emosional[27].
Menurut pemahaman peneliti, frasa “bertambah
hikmatNya” di sini mencakup pertumbuhan otoritas dan penguasaan-Nya atas Firman
Allah serta perkembangan intelektualNya,
secara menusiawi. Kis 7:21 Lalu ia dibuang, tetapi puteri Firaun
memungutnya dan menyuruh mengasuhnya
seperti anaknya sendiri. Ef 5:29 Sebab
tidak pernah orang membenci tubuhnya sendiri, tetapi mengasuhnya dan merawatinya, sama seperti Kristus terhadap
jemaat. Mengasuh diterjemah dari Bahasa
Inggris “naurisheth, bersumber dari Bahasa Yunani “ ektrepho”. 1 Tes 2:7” Tetapi kami berlaku ramah di
antara kamu, sama seperti seorang ibu
mengasuh dan merawati anaknya anak, memberi tumpangan, membasuh kaki
saudara-saudara seiman, menolong orang yang hidup dalam kesesakan —
pendeknya mereka yang telah menggunakan segala kesempatan untuk berbuat baik.
Mengasuh, Bahasa Inggris diterjemahkan “even as a nurse cherishets, dari kata
Yunani “ trophos = pola asuh seorang akan menyusu. I Kor 7:1 Anak-anak kita adalah suci dan dikuduskan di dalam diri kita.
Di dalam catatan Alkitab Edisi Studi[28],
tentang anak-anak dan orangtua dijelaskan:
Anak-anak adalah milik Tuhan,
karena itu orangtua harus memperlakukan mereka dengan hormat dan mengajar
mereka tentang Tuhan. Penulis Surat Galatia juga mengulangi salah satu dari
Sepuluh Firman Allah (Kel 20:12; Ul 5:16) untuk mengingatkan orang-orang Kristen bahwa ketaatan anak kepada orangtua
mereka adalah jalan untuk mencapai salah satu janji Allah, yaitu kebahagiaan
dan umur panjang.
Kewajiban yang penting dari para orangtua (Yun, pater; jamak, pateres, dapat
berarti “ayah-ayah” atau “ayah dan ibu”) ialah memberikan kepada anak mereka
ajaran dan teguran yang termasuk pola asuh
Kristen. Orangtua harus menjadi teladan dalam kehidupan dan prilaku Kristen , serta lebih mempedulikan keselamatan
anak mereka dari pada pekerjaan , profesi, pelayanan mereka di gereja atau
kedudukan sosial mereka.[29]
A.1.7.
Pengertian Pola Asuh Kristen
Pola asuh di Sekolah
Kristen yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah berarti sistem atau model atau cara pendidik
di Sekolah Kristen dalam merawat,
mendidik, dan melatih anak-anaknya
untuk menanamkan nilai-nilai iman Kristen supaya karakter mereka bertumbuh
menjadi manusia dewasa ,baik jasmani maupun rohani, sehingga mampu menjawab
panggilan Tuhan dalam hidupnya. Pola asuh ini berarti orangtua atau
pendidik mendidik, membimbing, dan
mendisiplinkan serta melindungi anak untuk mencapai kedewasaan dengan
norma-norma yang ada di masyarakat. Menurut Kohn[30],
pola asuh merupakan sikap orangtua dalam berinteraksi dengan anak-anaknya.
Sikap orangtua ini meliputi cara orangtua memberikan aturan-aturan, hadiah
maupun hukuman, cara orangtua menunjukkan otoritasnya, dan cara orangtua
memberikan perhatian serta tanggapan terhadap anaknya. Pola asuh Kristen juga berarti bagaimana orangtua atau
guru menjalin interaksi dengan anak-anak di atas dasar kasih Kristus. Pendidik yang
hatinya dipenuhi kasih Kristus akan berusaha dengan segenap hatinya untuk
mengembangkan bakat dan minat muridnya. “Saudara-saudaraku yang kekasih, marilah kita saling mengasihi,
sebab kasih itu berasal dari Allah; dan setiap orang yang mengasihi, lahir dari
Allah dan mengenal Allah (1 Yoh 4:7).Menurut Alfie Khon, “Guru yang baik ialah yang menghormati dan bekerja keras
untuk mencari tahu apa yang sudah diketahui murid-muridnya. Memulai dari apa
yang diketahui murid dan bekerja berdasarkan hal tersebut, serta mencari tahu
kebutuhan dan minat murid”[31].
Guru yang bermutu
tinggi yang ingin menjadi seperti Yesus perlu mengasihi murid-muridnya dengan
kasih yang lembut tetapi kuat. Jodi Capehart [32], seorang pendidik dan
konsultan Pendidikan Agama Kristen bagi banyak Sekolah
Kristen dan gereja di Amerika
Serikat , menuliskan cara-cara menyatakan kasih dan kepedulian guru di
Sekolah Kristen terhadap muridnya
sebagai berikut :
Penyaluran kasih secara fisik
Melakukan kontak
mata
Mendekat
Memberikan pelukan
Menepuk pundak
Memangku
Penyaluran kasih
secara emosi
Memuji
Menyetujui
Mendorong
Memberikan waktu
Penyaluran kasih secara intelektual
Memberikan hasil
riset yang Anda tahu disukai seorang murid
Membaca buku tentang
suatu hal yang menarik bersama-sama
Mengasihi dan
mendorong anak melakukan yang terbaik
Penyaluran kasih secara rohani
Membagikan kasih
Tuhan melalui perbuatan, bukan hanya perkataan
Berdoa bersama anak
Menggarisbawahi
pandangan rohani seorang anak
A.1.8. Jenis Pola Asuh Secara Umum
Tipologi gaya pola asuh Baumrind dalam
Maccoby dan Martin [33]
mengidentifikasi tiga pola yang berbeda secara kualitatif pada otoritas
orangtua, yaitu authoritarian parenting,
authoritative parenting dan permisive parenting. Peran keluarga selain lebih banyak bersifat
memberikan dukungan belajar yang kondusif juga memberikan pengaruh pada
pembentukan karakter anak, seperti pembentukan perilaku, sikap dan kebiasaan,
penanaman nilai, dan perilaku-perilaku sejenis. Radin dalam Wahab [34] menjelaskan enam
kemungkinan cara yang dilakukan orangtua dalam mempengaruhi anak, dan menurut
peneliti juga cocok dilakukan para guru di Sekolah Kristen,
yaitu melalui: (1) Pemodelan perilaku (modeling of behavior); (2) Memberikan ganjaran dan
hukuman (giving rewards and punisment); (3) Perintah langsung (direct
instruction); (4) Menyatakan peraturan-peraturan (stating rules); (5) Nalar
(reasoning); (6) Menyediakan fasilitas atau bahan-bahan dan adegan (providing
materials and setting).
A.1.10.
Faktor Utama Mendasari Pola Asuh di
Sekolah Kristen.
Sekolah Kristen adalah sebagai pemangku amanah dari
Tuhan untuk mendidik warga gereja , umat-Nya agar hidup dan dapat dapat menjadi umat yang kudus sebagai warga
Kerajaan Allah. Karena itu tidak dapat dibantah bahwa sekolah-Sekolah Kristen mutlak menyampaikan Pendidikan
Agama Kristen bahkan mengarahkan pola tingkah laku guru, murid dan
para pegawainya. Kehadiran Sekolah
Kristen dalam sistem pendidikan nasional dalam rangka berpartisipasi
dengan program pemerintah dan masyarakat untuk meningkatkan mutu sumber daya
manusia .
UU RI No. 20 Tahun 2003
tentang Sisdiknas, menegaskan bahwa pendidikan merupakan tanggung jawab
keluarga, pemerintah dan masyarakat. Dengan demikian, sekolah Kristen hadir bukan hanya menjawab kebutuhan
komunitasnya, tapi ia juga ada sebagai bagian tanggung jawab gereja dalam
mewujudkan panggilannya . Sekolah
Kristen yang secara teologis adalah buah pekerjaan gereja , harus tampil
di garis depan dalam berpartisipasi mengambil bagian dalam pembangunan
nasional, khususnya dalam hal mencerdaskan kehidupan bangsa. Sekolah Kristen secara teologis, philosophis,
sistematis,dan praktis memberi sumbangsihnya untuk membangun dan meningkatkan
kerohanian, kecerdasan, kesejahteran, serta karakter bangsa demi tercapai tujuan pembangunan nasional ;
masyarakat yang adil dan makmur dan sejahtera merata di seluruh Indonesia.
Robert W. Pazmino: “
Pendidikan Agama Kristen merupakan upaya
ilahi dan manusiawi, dilakukan secara bersengaja dan berkesinambungan, untuk
memberikan pengetahuan, nilai-nilai, sikap-sikap keterampilan, sensitivitas,
tingkah laku yang konsisten dengan iman
Kristen. Mereka diperlengkapi melalui pembelajaran, bimbingan dan
keteladanan hidup yang tetap berlangsung dalam kuasa Roh Kudus. Otoritas Roh
Kudus harus diterima secara mutlak, agar seluruh peserta didik dimampukan
menjadi garam dan terang dalam hidupnya (Mat. 5: 13-16). Fungsi garam dan
terang secara filosofis adalah sebagai fungsi aktif dan pasif; terang bersifat
pasif tetapi dapat menerangi sekitarnya. Sementara garam terus bekerja kendati
tidak kelihatan.
Arthur F. Holmes dalam
bukunya The Idea of Christian College,
panggilan untuk memperlengkapi anak didik: (1). Kemampuan untuk mengembangkan
potensi yang ada pada dirinya dalam
bentuk talenta, karunia dan profesi, (2) Wawasan baru berkaitan dengan
kemampuan untuk secara efektif memanfaatkan waktu senggangnya (leisure) demi kemuliaan Kristus, (3)
Pemahaman tentang panggilan hidup sebagai warga negara yang bertanggung jawab,
dan berwawasan kebangsaan (Mat. 22:21; 1 Petr. 2:17), (4) Dorongan-dorongan
yang memungkinkan anak didik menjadi warga gereja yang tangguh, serta memiliki
pengetahuan mengenai identitas dan peranan gereja. Sangat diperlukan kerjasama
yang baik antara sekolah-sekolah dengan gereja (Mat. 16:68; Ef. 3:10 ; 1 Petr.
2:9-10), (5) Wawasan yang berguna dalam mendorong anak didik menghadapi
tantangan zaman, (6) Bimbingan bagi anak didik, agar memiliki pandangan hidup
holistik dan integratif yang dapat diandalkan.
Pola asuh kajian teologis sesuai Ulangan 6:
4-9 memberikan landasan kepada para
pendidik yang dalam fungsinya menjadi
orangtua yang kedua bagi anak-anak . Para pendidik melakukan pola asuh
Kristen kepada murid-murid melalui pemahaman berikut :
1.Pola Asuh
Kristen dalam kajian teologis berdasarkan Ul.6:4-9 dan penerapannya. Nilai-nilai
Pola asuh Kristen yang ditonjolkan
adalah: (1) Pendidik yang lahir baru,
(2) Pemahaman bahwa murid-murid adalah titipan illahi, (3) Menghargai murid
dalam segala eksistensi dan karyanya
(4)
Membangun relasi yang akrab dengan
murid, (5) Mengasihi murid, (6)Tidak berlaku kasar terhadap murid, (7)
Pendisiplinan murid, (8) Membangun karakter Kristus pada murid melalui : (a).
Ibadah-ibadah anak setiap hari; (b). Ibadah Guru-guru setiap pagi membangun
spritualitas; (c). Ibadah umum guru bersama semua murid setiap Sabtu; (d).
Melatih murid melayani dalam ibadah, (9). Visi dan misi serta cor
values (nilai- nilai inti)
B. Pola Asuh Kristen Kajian Pedagogis
Pola Asuh Kristen Kajian
Pedagogi adalah seluruh hal kegiatan
guru yang berhubungan kemampuan, keterampilan, profesionalitas dan panggilannya
secara rohani menjadi pendidik sekaligus bapa/ibu rohani bagi murid-muridnya.
Bagaimana pendidik membangun karakter Kristus ada pada murid. Karakter yang
dimaksud adalah kebiasaan-kebiasan dalam diri dan kehidupan seorang anak yang
telah tertanam dan berurat akar sebagai hasil belajar dalam lingkungan di mana
anak tersebut dibesarkan. Pembelajaran yang diupayakan kepada anak tentunya
didasari dengan kebenaran Firman Tuhan . Dengan demikian usaha untuk melakukan kajian pedagogi
bagaimana sesungguhnya pola asuh Kristen diwujudkan di sekolah yang tercakup
: (1) spritualitas dan profesionalitas guru, (2)
tujuan pendidikan Kristen, (3) syarat menjadi guru di Sekolah Kristen, (4)
kewajiban dan tanggung jawab pendidik di Sekolah Kristen ,(5) pembinaan
karakter Kristus pada murid, (6) pembinaan karakter adalah kerja sama orangtua,
sekolah, dan gereja.
C. Pola Asuh Kristen Kajian Metodologis
Hal ini menyangkut metode atau cara bagaimana
pola asuh Kristen itu diaplikasikan
pendidik kepada para murid . Aplikasi
metode pola asuh Kristen baik di sekolah, maupun aplikasi metode pola asuh
Kristen saat di luar sekolah dalam
lingkup program sekolah.
1. Aplikasi Pola Asuh Kristen di Sekolah
meliputi :
1). Perhatian, Didikan, dan Kepedulian Kepada
Anak Sebagai Aspek Dasar Pola Asuhan Kristen
Kehadiran anak-anak di kelas untuk belajar
adalah tanggung jawab guru. Dalam proses pembelajaran dimaksud, tidak hanya
terletak pada cara bagaimana bahan pelajaran apa yang disajikan. Tapi kesedian
pendidik untuk memperhatikan diri muridnya. Guru peduli dengan buku-buku yang
mereka bawa, PR yang diberikan harus dikoreksi dan hasilnya diserahkan kepada
murid. Mengasuh muridnya bagaimana
berlaku sopan, baik kepada guru, orangtua, maupun setiap orang. Mengasuh
mereka untuk memiliki semangat juang yang tinggi, dapat bekerja keras, dan bisa
bekerja sama dengan orang lain. Guru harus bersedia menyisihkan waktunya untuk
memperhatikan kebersihan diri murid-muridnya.
Para guru
hendaknya sangat ramah dan memperlakukan murid dengan sopan dan
berharga. Pemahaman teologisnya, karena anak adalah mahluk ciptaan Tuhan yang
mulia, yang dititipkan kepada mereka untuk diasuh dengan sebaik-baiknya.
Sehingga melalui sikap-sikap para gurunya yang ramah dan sopan, kiranya para
murid juga meniru mereka. Salah satu tindakan keramahan dimaksud, adalah guru
menyambut dan menyalami anak di pagi hari di pintu gerbang sekolah.
2). Ibadah Sebagai Dasar Pola Asuh Kristen
Adapun kegiatan-kegiatan ibadah yang dapat
dilakukan antara lain: (a) Ibadah guru-guru; (b) Ibadah pagi PG/TK, SD dan SMP setiap pagi dari Senin – Jumat;
(c) Ibadah bersama TK, SD, SMP setiap
Sabtu akhir pecan; (d) Doa dan pembacaan renungan untuk memulai pelajaran di
kelas masing-masing.
3). Pendidik Sangat Memperhatikan Makanan
Murid dan Melarang Jajan
4).Peran Satpam dan CS Dalam Pola asuh Kristen
di Sekolah Bethany
2. Aplikasi Pola Asuh Kristen di Luar Sekolah
Dalam Lingkup Program Sekolah Diwujudkan
Melalui Pembinaan Iman dan Karakter
Dalam bentuk Kegiatan Retreat, dan kegiatan lain.
BAB III
METODOLOGI
PENELITIAN
A.
Tempat
dan Waktu Penelitian
Dalam
penelitian ini tempat yang digunakan sebagai lokasi penelitian di Sekolah
Kristen Bethany Medan , Jl.
Kapiten Purba No.1 Simpang
Perumnas Simalingkar, Medan.
B.Objek dan Informan Penelitian
Yang menjadi subjek penelitian ini adalah :
v
pengurus yayasan,
v
kepala sekolah,
v
guru-guru ,
v
staf pegawai
yang ada di Sekolah Bethany, Jl. Kapiten Purba
Medan. Dari mereka inilah data-data akan
Dalam penelitian ini, didapatkan, melalui
observasi/ pengamatan, wawancara, maupun penelitian dokumen.
A.
Metode
Penelitian
peneliti harus merancang dan memutuskan bagaimana cara yang harus dilakukan guna
mencari jawaban atas fokus masalah penelitian ini.
C.1. Deskriptif Kualitatif
Ada banyak macam pendekatan desain penelitian kualitatif yang dianjurkan
oleh para ahli peneliti. Namun peneliti sendiri , setelah mengkaji karakteristik penelitian ini, lebih memilih
pendekatan desain deskriptif kualitatif.
Peneliti sendiri memilih desain deskriptif untuk penelitian ini, karena
menurut hemat peneliti, desain inilah yang paling cocok. Format deskriptif kualitatif pada umumnya dilakukan pada
penelitian dalam bentuk studi kasus. Ciri-ciri
deskriptif kualitatif studi kasus, menurut Bungin [35]:
Penelitian ini tergolong kepada format
deskriptif studi kasus SK 4, yaitu Kelembagaan Sosial/ Pranata. Alasannya,
karena penelitian ini akan dilangsungkan di sebuah lembaga pendidikan
Sekolah Kristen Bethany, Jl. Kapiten
Purba/ No. 1 Simpang Perumnas Simalingkar Medan. Adapun yang menjadi objek
penelitiannya adalah Pola Asuh Kristen :
Kajian Teologis, Pedagogis, dan
Metodologis serta Aplikasinya di
Sekolah Kristen Bethany, Medan . Sekolah
ini sebagai pranata sosial[36]
yang memiliki tatanan sekaligus kebijakan
nilai-nilai kristini untuk mengaplikasikan gaya hidup Kristen di sekolah itu. Masalahnya adalah
bagaimana pola asuh Kristen kajian
teologis, pedagogis, dan metodologis, serta aplikasinya diwujudkan di Sekolah
Bethany, Jl. Kapiten Purba No. 1 Medan.
B.
Metode
Pengumpulan Data
Dalam setiap penelitian, persoalan penting
dalam pengumpulan data yang harus diperhatikan adalah, “bagaimana dapat
dipastikan atau diyakini bahwa sampel yang ditetapkan adalah representatif “ [37].
Observasi yang “andal” tidak memiliki arti yang significan untuk menghasilkan
informasi yang diharapkan jika tidak didukung oleh teknik wawancara yang
memadai. Dari uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa kegiatan
pengumpulan data setidaknya meliputi : Observasi, dan Wawancara
Peneliti cenderung lebih menerapkan dalam
penelitian ini adalah penggabungan pendekatan Case Study Interpretif ( mengedepankan cerita dan argumen mengenai
fokus penelitian), dan pendekatan Critical
Case Study (melakukan refleksi kritis atas praktek-praktek yang terjadi) .Menurut Spraoull dalam Subagyo[38],
menyatakan setidak-tidaknya ada empat macam metode pengumpulan data: (1)
wawancara, (2) administrasi instrumen, (3) observasi/ pengamatan, (4)
pemeriksaan dokumen tertulis, benda-benda, dan artefak (benda-benda budaya).
Dalam hal
ini peneliti lebih tertarik dengan kriteria evaluasi dari Myers ini karena
selain lebih simple, juga nyata member sumbangsih kepada sesuatu temuan baru
untuk kontribusi ilmu pengetahuan.
Kriteria evaluasi Case study menurut Myers dalam Samiaji [39]
sebagai berikut:
(1). Case Study harus menarik; (2). Case Study harus menampilkan bukti yang
memadai; (3). Case Study harus
lengkap; (4). Case Study harus
mempertimbangkan alternatif sudut pandang yang berbeda; (5). Case Study harus ditulis dalam bahasa
yang menarik dan melibatkan pembaca
6). Case Study harus memberikan kontribusi
pada ilmu pengetahuan.
a.
Teknik
Pengumpulan Data dan Instrumen Penelitian
Dalam penelitian ini, peneliti melakukan penjaringan data melalui
instrument penelitian dengan penggunaan alat instrumen. Di mana pengumpulan dan
penjaringan data ini harus dilakukan dengan hati-hati dan teliti untuk
menghindari kesalahan-kesalahan (invalid) yang mungkin akan terjadi dalam
penelitian.
Sesuai dengan teknik pengumpulan data yang sudah diuraikan di atas,
maka penelitilah yang bertindak sebagai
instrumen penelitian. Adapun yang menjadi unsur-unsur yang diobservasi di lapangan adalah :
a.
Bagaimana pola asuh Kristen
kajian teologis sesuai Ul 6: 4-9 dipahami secara keyakinan teologis dari
yayasan, guru, dan staf pegawai di Sekolah Bethany Medan dan bagaimana hal itu
terinternalisasi dalam praktek kehidupan sekolah.
b.
Bagaimana pola asuh Kristen
kajian pedagogis dipahami dan
terinternalisasi dalam praktek kehidupan sekolah.
c.
Bagaimana pola asuh Kristen
kajian metodologi dipahami dan dipraktekkan di dalam kelas, maupun di luar kelas dalam lingkup
program sekolah.
b.Teknik Pengumpulan Data dan Instrumen
Penelitian
Dalam penelitian ini, peneliti melakukan penjaringan data melalui
instrument penelitian dengan penggunaan alat instrumen. Di mana pengumpulan dan
penjaringan data ini harus dilakukan dengan hati-hati dan teliti untuk
menghindari kesalahan-kesalahan (invalid) yang mungkin akan terjadi dalam
penelitian.
Sesuai dengan teknik pengumpulan data yang sudah diuraikan di atas,
maka penelitilah yang bertindak sebagai
instrumen penelitian. Adapun yang menjadi unsur-unsur yang diobservasi di lapangan adalah :
(1).Bagaimana pola asuh Kristen kajian
teologis sesuai Ul 6: 4-9 dipahami secara keyakinan teologis dari yayasan,
guru, dan staf pegawai di Sekolah Bethany Medan dan bagaimana hal itu
terinternalisasi dalam praktek kehidupan sekolah; (2).Bagaimana pola asuh Kristen kajian pedagogis dipahami dan terinternalisasi dalam praktek kehidupan
sekolah; (3).Bagaimana pola asuh Kristen
kajian metodologi dipahami dan dipraktekkan di dalam kelas, maupun di luar
kelas dalam lingkup program sekolah.
H. Kerangka Acuan Pedoman Observasi Dan Wawancara
1.Pola Asuh
Kristen Dalam Kajian Teologis berdasarkan Ul.6:4-9 dan penerapannya di Sekolah Bethany Medan . Nilai-nilai asuh Kristen yang
diamati :
1). Pendidik yang lahir baru
2).
Pemahaman bahwa murid-murid adalah titipan illahi
3).Menghargai
murid dalam segala eksistensi dan karyanya
4).Membangun
relasi yang akrab dengan murid
5).Mengasihi
murid
6).Tidak
berlaku kasar terhadap murid
7).
Pendisiplinan murid
8).
Membangun karakter Kristus pada murid melalui :
a. Ibadah-ibadah anak setiap hari
b. Ibadah Guru-guru setiap pagi membangun
spritualitas
c. Ibadah umum guru bersama semua murid setiap
Sabtu
d. Melatih murid melayani dalam ibadah
9).
Visi dan misi serta cor value
II. Pola Asuh
Kristen Dalam Kajian Pedagogis dan penerapannya di Sekolah Bethany Medan .
Nilai-nilai asuh Kristen yang diamati :
1.
Guru profesional
2.
Kesiapan perangkat pembelajaran guru
3.
Pola asuh terhadap murid di dalam proses pembelajaran di kelas
4.
Dokumen peraturan tentang
pendisiplinan murid
5.
Pola asuh terhadap guru-guru
v Ganjaran/reward
v Prestasi
v PK (persembahan kasih) atau honor
v Tunjangan hari Tua/ pensiun/ asuransi
III. Pola Asuh
Kristen Dalam Kajian Metodologis dan penerapannya di Sekolah Bethany Medan
Nilai-nilai asuh Kristen yang diamati :
(1) Metode atau cara guru, mengasuh
murid di kelas; (2) Metode mendisiplin
murid di kelas ; (3) Metode memberi
ganjaran terhadap murid ; (4) Metode
mengasuh murid memahami nilai-nilai hidup melalui membawa makanan, dan
tidak boleh jajan; (5) Metode mengasuh murid agar berprestasi secara akademik,
seni dan olahraga
Aplikasi
Pola Asuh Kristen Secara Teologis
Berdasarkan Ul. 6:4-9
Para pendidik di Sekolah Bethany sepenuhnya menyadari bahwa tugas mengasuh
anak-anak dalam konteks pendidikan di
sekolah Kristen bukanlah sesuatu yang
ringan, sehingga dapat dikerjakan dengan hanya mengandalkan kekuatan sendiri.
Sejak awal perekrutan mereka menjadi pendidik di Sekolah Bethany, pihak yayasan
dan jajarannya telah melakukan seleksi
yang sangat ketat. Ketika seleksi berlangsung, bukan hanya kompetensi
profesionalitas calon guru saja yang diuji, tetapi juga hal yang tidak kalah
pentingnya, pertobatan, lahir baru, dan pemahaman dasar alkitabiah, serta
karakter juga menjadi bahan ujian. Karena itu, sebagai pendidik di Sekolah
Bethany mereka memahami secara teologis
akan prinsip-prinsip berikut ini :
1.
Murid- Murid Adalah Ciptaan Tuhan, Yang Diciptakan Segambar Dengan Allah.
Sesuai dengan pemahaman teologis tentang pola
asuh yang berlandaskan Ul 6:4-9, Sekolah
Kristen pada prinsipnya menjadi tempat yang aman, nyaman, joyfull learning (pembelajaran yang
menyenangkan) . Seni mengajar guru
yang berkharisma dari pimpinan Roh Kudus, akan memampukan pendidik
memperkenalkan Allah Yang Esa kepada anak-anak . Bagaimana Dia berkuasa, dan
berdaulat atas hidup mahluk ciptaanNya. Mengasihi Allah dengan segenap hati,
dengan segenap jiwamu, dan dengan segenap kekuatanmu. Menempat Allah di atas
segalanya dalam hidup ini. Kemulian,
hormat, pujian, dan penyanjungan, hanya Dia yang berhak menerimanya.
Mengasuh dan mendidik tidak harus seperti
zaman dulu memukul sampai terkadang membuat anak cedera. Sebab tindakan main
pukul terhadap anak cenderung membuat anak menjadi penakut, bodoh, dan menjadi
serba bingung, karena takut salah. Tapi mengasuh murid-murid dengan penuh
kasih, menghargai dan menghormatinya sebagai anak-anak Tuhan, adalah tindakan
yang sangat bijaksana dan terpuji. Sehingga anak bertumbuh di bawah atmosfir
keharmonisan ilahi.
Menurut David Hasian Siregar[40],
guru PAK di SD Bethany Medan, yang utama dalam pola pola asuh Kristen
adalah bagaimana memberi rasa nyaman
bagi anak-anak dalam proses pembelajaran di sekolah. Alasannya, kalau
anak merasa nyaman belajar, nyaman dalam berhadapan dengan guru, maupun sesama
temannya, tentu dia betah belajar.
2.
Murid- Murid Sangat Dikasihi Tuhan, Sehingga
Yesus Rela Mati di Kayu Salib Menebus Dosa Manusia Dan Memulihkan Kembali
Relasi Manusia Dengan Allah
Kesadaran guru akan anugerah Tuhan yang sangat
besar bagi kehidupan anak-anak didiknya
dalam Tuhan, adalah sangat penting. Bahwa Yesus telah mati bagi dosa-dosa
mereka sehingga tidak lagi mengalami kematian kekal, melainkan kehidupan kekal
. Tuhan menyediakan pemulihan hidup kepada mereka yang percaya. Kesadaran akan
hal ini akan menuntun guru untuk bersikap sangat kasih kepada anak didiknya.
Sebab mereka sangat dikasihi Tuhan.
3.
Murid- Murid
Tidak Ada Yang Bodoh
Semua manusia diciptakan Tuhan memiliki multi
inteligensi . Sehingga setiap manusia memiliki keistimewaan. Hal ini bersumber
dari Tuhan yang menyediakan berbagai potensi kepada setiap orang. Tinggal lagi
bagaimana segala potensi itu . Guru di Sekolah Bethany menyadari sepenuhnya
bahwa murid-muridnya adalah anak-anak titipan illahi. Menurut Mis Rida [41],
tidak ada murid yang bodoh. Yang ada adalah murid yang cepat menangkap
pelajaran, ada murid kemampuannya sedang, dan ada murid yang agak lambat daya
tangkapnya. Di sinilah guru dituntut harus mengenal secara pribadi setiap anak
asuhnya. Bagaimana kemampuan kognitif,
afektif,dan psikomotoriknya, bakatnya, minatnya, prilakunya, dan pertumbuhan
religiositasnya. Dan atas dasar pemahaman terhadap pribadi anak asuhnya itu,
guru dapat mengambil kebijakan-kebijakan untuk meningkatkan kemampuan belajar
anak. Kepada anak yang sedang atau lambat kemampuan belajarnya, guru
menyediakan diri untuk memberi les-les tambahan pelajaran yang dilakukan setelah pulang sekolah.
Tentunya orangtua harus siap mendukung dalam dana, dan perhatian.
4.
Semua Murid Sama di Hadapan Tuhan
Alkitab
mengajarkan kepada kepada orang percaya untuk bertindak adil. Semua
orang sama di hadapan Tuhan. Karena Allah menciptakan manusia semua berasal
dari debu dan tanah yang diihembuskanNya nafas kehidupan (bdn Kej.2:7). Karena
itu, guru maupun orangtua tidak boleh
membeda-bedakan anak. Berdasarkan pemahaman akan dasar teologis di atas, maka
tugas pendidik adalah :
a.
mengasuh,
membimbing, dan memperkenalkan Tuhan Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat mereka
b.
membangun
karakter Kristus bagi murid-murid
c.
mencerdaskan murid-murid melalui pembelajaran
d.
melatih murid-murid dalam pengembangan multi minat
dan bakat mereka.
Tentang pemahaman teologis pola asuh, menurut
Dedy Mauryd Simanjuntak [42],
dalam malaksanakan panggilan untuk mengasuh anak dengan baik di lingkungan
sekolah Kristen, harus berdasar pada
falsafah triangle pendidikan ( hubungan segitiga antara keluarga, sekolah , dan gereja. Ketiga lembaga atau pranata sosial
ini harus bersinergi dengan baik.
5.
Para Pendidik Memahami Secara Teologis, Bahwa
Tugas Utama Mereka Mengantar Anak-Anak
Bertemu Tuhan Yesus Secara Pribadi.
Hal ini
berdasarkan prinsip ajaran Firman Tuhan "Takut akan Tuhan adalah sumber
pengetahuan". Saya percaya, kata Dedy, atmosfir proses pola asuh dan
pembelajaran yang dibangun berbasis kepada iman kepada Tuhan akan membuka
cakrawala berfikir, pengembangan bakat dan minat, serta kemampuan religiositas
murid melebihi apa yang diharapkan.
C.
Aplikasi Pola Asuh Kristen Kajian
Pedagogis
C.1. Pendidik Mengembangkan Karakter Kristus
Pada Murid
Pola
asuh Kristen secara pedagogis diwujudkan di Sekolah Bethany
melalui hal– hal berikut :
C.1.1
Guru Profesional
Keprofesionalan guru dimaksud dapat terwujud
apabila memiliki kompetensi sbb: (1) kompetensi pedagogik, (2) kompetensi kepribadian, (3) kompetensi sosial, dan , (4) kompetensi profesional.
Kesiapan dalam mengajar ini menjadi salah satu kriteria indikator penilaian
kinerja guru, untuk meraih predikat guru teladan , yang dilakukan setiap tahun
ajaran. Selain guru teladan, maka setiap bulan pihak yayasan dan para kepala
sekolah memperhatikan kerajinan dan kedisiplinan guru. Untuk itu juga setiap bulan ada reward disiplin kepada para guru setiap bulan
Para orangtua mempercayakan anak-anaknya menempuh pendidikan dasar di Sekolah
Bethany karena sekolah ini terkenal dengan pola asuhnya di bidang pembinaan
rohaninya (religiusnya) dan karakter [43].
Dan kekuatan sekolah ini pada penanaman karakter kristiani memang benar-benar mereka lakukan setulus
hati. Banyak kegiatan ibadah (kerohanian) mereka lakukan terhadap
anak-anak tanpa mengurangi porsi
pembelajaran secara akademik, maupun pengembangan bakat.
Bahwa murid-murid itu adalah titipan Tuhan
yang dipercayakan oleh orangtua kepada Sekolah Bethany untuk diasuh, dididik, dibina agar menjadi
manusia cerdas, berkarakter Kristus, dan berpengabdian yang tinggi untuk
memuliakan Tuhan. Anak-anak diyakini
memiliki segala potensi yang dianugerahkan Tuhan Sang Pencipta yang dibawanya
sejak masih dalam kandungan. Maka tugas para pendidik[44]
di sekolah Bethany adalah memfasilitasi pengembangan minat, bakat, dan talenta
para murid secara maksimal. Kegiatan
ibadah , adalah salah satu bagian yang sangat diperhatikan dalam kegitan pola
asuh di sekolah Bethany ini. Adalah janji orangtua di hadapan Tuhan saat anak
diserahkan kepada Tuhan di gereja atau dibaptis
Menurut Dedy Mauryd Simanjuntak, Kepala SMP
Bethany Medan, Sekolah Bethany sudah lama punya program charakter building (pengembangan karakter). Bahan pembinaan diambil
dari Sekolah Kristen Ketapang, di
Jakarta, saat dilakukan studi banding.
Selain
itu, juga dilakukan pola asuh dalam kerangka pengembangan karakter ini,
dilakukan para pendidik melalui
aktivitas ibadah yang dilakukan: Adapun
macam ibadah yang dilakukan di lingkungan Sekolah Bethany :
1.
Ibadah umum anak per unit, yaitu unit SD , SMP setiap Sabtu pkl 08-10.00
WIB. Dalam ibadah ini, secara bergantian kelas bertugas melayani, demikian juga
guru bergantian untuk khotbah. Dan pada hari-hari tertentu ada pendeta
diundang.
2. Ibadah doa setiap pagi. Diawali guru saat
teduh mulai pkl 6.30-7.15, kemudian seluruh murid 7.15-7.30 berlangsung di
ruang aula sekolah.
3. Di kelas , sebelum pelajaran dimulai, salah
seorang murid ditunjuk untuk membacakan satu ayat harian dari Spirit Junior[45]
Rangkaian pola asuh melalui pembinaan karakter
ini akan berpuncak pada pelaksanaan retreat murid dan guru. Untuk yang SD yang
boleh ikut retreat mulai dari kelas 4-6. Untuk SMP diadakan kepada murid kelas
7, dan 8 saja. Secara khusus dalam pembinaan karakter Kristus kepada anak-anak,
mereka memakai buku CB (Charakter Building) BINA DIRI yang dikembangkan sebagai
buku pedoman dari Sekolah Kristen Ketapang di Jakarta. Prinsipnya bahwa murid
tidak hanya belajar untuk menambah ilmu pengetahuan saja, tapi juga belajar
agar memiliki sifat dan kebiasaan yang baik, agar makin hari makin kamu semakin
serupa dengan Tuhan Yesus. Untuk kebutuhan itu, anak, guru dan orangtua harus
bekerja secara bersama-sama untuk mewujudkan. Tidak boleh orangtua sepenuhnya
menyerahkan pembinaan karakter kepada sekolah, karena hal itu pasti tidak
berhasil.
TABEL BULAN KUALITAS KARAKTER
Bulan
kualitas karakter
|
Tema
|
Hasil Belajar
|
Agustus
saling memperhatikan
|
Sesamaku yang lapar
|
Anak dapat menunjukkkan kepeduliannya kepada
sesama yang membutuhkan
|
September
Jujur
|
Buah Kebohongan
|
Anak mengetahui bahwa berbohong membuatnya
tidak dipercaya.
|
Oktober
Sabar
|
Sabar, dong !
|
Anak bersedia menunggu orang lain
menyelesaikan pekerjaan tanpa minta didahulukan.
|
November
Kreatif
|
Anak domba yang cerdik
|
Anak dapat mengatasi masalah yang dimbul
seperti terkunci di rumah sendirian, tersesat di jalan, atau bertemu dengan
orang asing.
|
Desember
Terima Kasih
|
Terima kasih Tuhan, untuk orangtuaku
|
Anak dapat berterima kasih kepada Tuhan atas
Orangtua yang dimilikinya.
|
Januari
Adil
|
Ikut aturan, ya !
|
Anak dapat bersikap adil (fair) saat bermain
dan bersedia mengaku dan menerima jika kalah dalam bermain.
|
Februari
Mengasihi
|
Aku dan Orangtuaku
|
Anak menyadari bahwa Ia dikasihi orangtua
dan dapat membalas kasih mereka.
|
Maret
Setia
|
Semut dan burung
|
Anak dapat menunjukkan kesetiaannya kepada
orang lain pada saat dibutuhkan.
|
April
Taat
|
Jangan buang sampah sembarangan
|
Anak dapat menunjukkan ketaatannya dengan
menjaga kebersihan di lingkungannya.
|
Mei
Kerjasama
|
Berdua dengan ibu semua jadi oke
|
Anak dapat bekerjasama dengan orangtua dalam
mengerjakan pekerjaan-pekerjaan sehari-hari di rumah.
|
Juni
Ramah
|
Ogah musuhan
|
Anak menyadari bahwa bermusuhan tidak baik
dan dapat bermain bersama-sama dengan rukun.
|
D.
Aplikasi Pola Asuh Kristen Kajian
Metodologis
Hal ini menyangkut metode atau cara bagaimana
pola asuh Kristen itu diaplikasikan
pendidik kepada para murid di Sekolah Bethany Medan. Aplikasi metode pola asuh Kristen baik di
sekolah, maupun aplikasi metode pola asuh Kristen saat di luar sekolah
dalam lingkup program sekolah.
D.1. Aplikasi Pola Asuh Kristen di Sekolah
D.1.1. Perhatian, Didikan, dan Kepedulian
Kepada Anak Sebagai Aspek Dasar Pola Asuhan Kristen
Kehadiran
anak-anak di kelas untuk belajar adalah tanggung jawab guru. Dalam proses
pembelajaran dimaksud, tidak hanya terletak pada bahan pelajaran apa yang
disajikan. Tapi kesedian pendidik untuk memperhatikan diri muridnya sangat
penting. Guru memperhatikan kerapian murid berpakaian, keseragaman pakaiannya, atribut
sekolah yang dikenakan, sepatu yang dikenakannya. Demikian guru peduli . Guru
harus bersedia menyisihkan waktunya untuk memperhatikan kebersihan diri
murid-murid.
Tentang mengatasi tingkah laku anak-anak yang
cenderung bersifat antagonis atau suka mencari perhatian, dan juga perlakuan
asuhan terhadap anak autis; para guru
Sekolah Bethany sudah mengambil keputusan untuk tindakan yang perlu dilakukan
guru wali kelas antara lain : Mengatasi anak yang antagonis/cari perhatian :
(a) Diadukan ke orangtua; (b) Berdiri di belakang; (c) Memisahkan bangku; (d)
Didiamkan oleh guru; (e) Dibujuk/dilibatkan; (f) Kenali latar belakangnya.
Mengatasi anak yang autis : (a) Dipisahkan; (b) Berdoa; (c) Tempat duduk di
depan; (d) Komunikasi kepada orangtua[46]
D.1.2. Ibadah Sebagai Dasar Pola Asuh Kristen
Sebagai pengemban amanat Tuhan sebagai
perwakilan orangtua, para guru di Sekolah Bethany dengan segala macam cara dan
strategi pendekatan mengasihi, memotivasi, memberi teladan kepada para murid
agar mereka menjadi anak yang takut akan Tuhan, berprestasi, dan hidup menjadi
berkat. Adapun kegiatan-kegiatan ibadah dimaksud antara lain:
1). Doa penyembahan pagi dari semua guru-guru
2). Ibadah pagi SD dan SMP setiap pagi dari Senin - Jumat
3). Ibadah pagi anak TK setiap pagi dari Senin
- Jumat
4). Ibadah bersama TK, SD, setiap Sabtu
5). Ibadah bersama khusus SMP setiap Sabtu
6). Doa dan pembacaan renungan untuk memulai
pelajaran di kelas masing-masing.
D.1.7. Pendidik Sangat Memperhatikan Makanan
Murid dan Melarang Jajan
Pola
asuh Kristen dilakukan di Sekolah Bethany sungguh sangat sfesifik, berbeda
dengan sekolah pada umumnya. Secara umum, baik sekolah Kristen maupun sekolah
negeri atau sekolah swasta nasional,
selalu menyediakan kantin untuk siswa.
Bahkan di sekeliling sekolah sangat banyak
orang-orang berjualan makanan, maupun mainan untuk anak-anak. Sehingga ada
banyak orang jualan bermacam ragam kebutuhan anak-anak. Dan belum tentu makanan
yang mereka jual adalah makanan dan minuman yang sehat. Bahkan makanan dan minuman
sembarangan yang mengakibatkan anak bisa sakit.
Sekolah Bethany, sejak awal telah membuat
design bahwa murid dari PG/TK SD, dan SMP setiap hari sekolah harus membawa
bekal makanan keras ke sekolah. Sebab di sekolah tidak ada disediakan kantin.
Menurut Mis Rida, anak-anak dibentuk karakternya untuk hidup hemat dan tidak
terbiasa jajan. Sebab jajan itu pemborosan. Tidak sesuai dengan ajaran Kristen.
Anak-anak semua harus bawa makanan ke sekolah. Ketika saat istirahat, guru bersama murid di kelas masing-masing makan
makanan yang dibawanya. Guru mengawasi murid ketika makan [47].
Kalau ada di antara murid yang malas-malasan makan, maka guru meyuapi
anak-anaknya makan sampai habis. Karena setiap makanan yang dibawa dibiasakan
tidak boleh ada yang terbuang. Sebab banyak orang yang tidak bisa makan.
D.1.8. Peran Satpam dan CS Dalam Pola asuh
Kristen di Sekolah Bethany
1) Satpam
Peneliti melihat beberapa sikap yang mereka
tunjukkan dalam keikutsertaan mereka dalam mengasuh murid murid di sekolah
Bethani itu.
a.
Mereka
sangat ramah dan hormat kepada anak-anak.
b.
Hampir
semua anak mereka kenal.
c.
Sangat
akrab dengan anak- anak.
d.
Satpam
juga harus lahir baru ?
Menurut hemat peneliti, para satpam yang bertugas di
sekolah-sekolah Kristen seyogianya juga
harus mendapat tambahan pelatihan tentang karakter Kristen, agar visi, misi, dan program sekolah
dapat diwujudkannya sesuai kapasitas mereka sebagai satpam.
2). CS (Clening
Service)
Di Sekolah Bethany Medan ada tiga orang CS
yang betugas setiap hari untuk membersihkan sekolah yang berlantai tiga,
berikut halaman. Bekerja menjadi CS sungguh amat berat, dan membutuhkan
kesabaran yang tinggi.
Pekerjaan CS di sekolah Kristen , menurut
pengamatan peneliti, tidak boleh dipandang sebelah mata. Seakan-akan tidak
berarti, atau tidak ada andil dalam proses pola asuhan di sekolah. Mereka ini,
sama seperti satpam, juga sangat mendukung visi dan misi sekolah. CS dalam
melakukan pekerjaannya tetap memberi rasa aman kepada anak-anak. Dari
pekerjaannya yang bersih dan rapi , tentu saja membuat kesehatan anak-anak
terjaga dengan baik. Sebab setiap ruangan kelas pakai AC. Kalau tidak bersih
disapu dan dipel, serta di lap kaca-kaca jendela, tentu abu akan dihisap oleh
AC dan dihembuskan kembali untuk dihirup anak-anak.
Kemudian juga CS tidak boleh berlaku kasar
atau suka membentak kepada anak-anak. Apalagi sampai berkata kotor, atau
tindakan lain membuat anak ketakutan, dan tidak merasa nyaman.
D.2.
Aplikasi Pola Asuh Kristen di Luar Sekolah Dalam Lingkup Program Sekolah
D.2.1. Pembinaan Iman dan Karakter Melalui
Kegiatan Retreat, Sleep Over, dan Out Bond
Sekolah Bethany , selain sangat memperhatikan
prestasi akademis murid, juga sangat memperhatikan perkembangan iman dan
karakter mereka. Kegiatan-kegiatan dimaksud tidak hanya berlangsung di sekolah,
tapi juga diadakan di luar sekolah. Tujuannya adalah memberi pengalaman baru
bagi anak, sekaligus mendorong anak-anak semakin mandiri, mampu membangun
persahabatan yang baik, dan memperlengkapi mereka supaya memiliki motivasi
belajar yang tinggi, serta daya juang juga. Untuk
itulah, Sekolah Bethany secara rutin setiap tahun mengadakan kegiatan out
bond, retreat, maupun sleep over.
BAB
V
KESIMPULAN
DAN REKOMENSASI
5.1.
Kesimpulan
5.1.1. Pola Asuh
Kristen Kajian Teologis Berdasarkan Ul.6:4-9 Dan Aplikasinya di Sekolah Bethany
Medan
Apa yang menjadi dasar teori pola asuhan
kajian teologis sesuai Ul.6:4-9 ini secara baik ditemukan peneliti dilakukan di
Sekolah Bethany Medan. Di mana guru
meyakini diperintahkan Allah untuk
mengajarkannya berulang-ulang. Kata berulang-ulang seperti orang mengasah sesuatu
dengan tujuan untuk menajamkannya.
Para guru di Sekolah Bethany mengasuh
murid-murid dengan penuh kasih, menghargai dan menghormatinya sebagai anak-anak
Tuhan, adalah tindakan yang sangat bijaksana dan terpuji. Sehingga anak
bertumbuh di bawah atmosfir keharmonisan ilahi. Murid-murid yang diasuh sesuai
motto sekolah , “ Takut akan TUHAN adalah sumber pengetahuan”, niscaya
menghasil anak-anak yang berprestasi, berkarakter Kristus, dan memuliakan Tuhan
pencipta-Nya.
Pola asuh
Kristen adalah bagaimana memberi
rasa nyaman bagi anak-anak dalam proses
pembelajaran di sekolah. Alasannya, kalau anak merasa nyaman belajar, nyaman
dalam berhadapan dengan guru, maupun sesama temannya, tentu dia betah belajar. Mengajak anak bercanda, tentu
sangat menyenangkan hati mereka. Sehingga pendidik dekat sekali –dalam artian
emosional—dengan murid-muridnya. Dan itu menjadi modal awal dalam
memberhasilkan pembelajaran pada anak-anak.
5.1.2. Pola Asuh
Kristen Kajian Pedagogis Dan Aplikasinya di Sekolah Bethany Medan
Pola Asuh
Kristen Kajian Pedagogi adalah
seluruh hal kegiatan guru yang berhubungan kemampuan, keterampilan,
profesionalitas dan panggilannya secara rohani menjadi pendidik sekaligus
bapa/ibu rohani bagi murid-muridnya. Bagaimana pendidik membangun karakter
Kristus ada pada murid.
Dengan
demikian usaha untuk melakukan
kajian pedagogi bagaimana sesungguhnya pola asuh
Kristen diwujudkan di sekolah
yang tercakup : (1) spritualitas dan profesionalitas guru, (2)
tujuan pendidikan Kristen, (3) syarat menjadi guru di Sekolah Kristen, (4)
kewajiban dan tanggung jawab pendidik di Sekolah Kristen ,(5) pembinaan
karakter Kristus pada murid, (6) pembinaan karakter adalah kerja sama orangtua,
sekolah, dan gereja.
Pola Asuh
Kristen dalam kajian pedagogis secara baik telah diterapan di Sekolah Bethany Medan
. Nilai-nilai asuh Kristen yang diwujudkan dalam hal-hal berikut : (1) Guru
–guru profesional dalam melaksanakan tugasnya terlihat sangat profesional
(2) Pembinaan karakter Kristus pada murid sangat terencana ,dan terlaksana dengan baik. Setiap guru memiliki komitmen yang tinggi
untuk membentuk karakter Kristus bagi murid-muridnya. Hal itu dimulai dari
semua gurunya sendiri yang sudah
mengalami lahir baru, cinta akan Firman Allah , dan hidup dalam doa dan
pengharapan. Murid-murid sangat mereka perlakukan dengan ramah, sopan, dan
hormat, karena mereka memiliki keyakinan bahwa anak-anak itu adalah titipan
Allah kepada mereka untuk diasuh, dilatih, dan dibimbing seturut kehendak
Tuhan. (3) Pembinaan karakter kerja sama orangtua, sekolah, dan gereja . Prinsip inilah yang mendasari para pendidik di Sekolah Bethany
senantiasa melibatkan orangtua dalam penanganan masalah yang dihadapi anak.
Buku agenda murid, sebagai penghubung di mana guru akan menuliskan tentang apa
saja menyangkut pembelajaran anak, tujuannya agar orangtua mengetahui kemajuan
belajar anaknya.
(4) Pola asuh terhadap guru-guru :
Ganjaran/reward, PK (Persembahan Kasih) atau honor, tunjangan hari tua/ pensiun/
asuransi. Para guru di Sekolah Bethany juga mendapat perhatian, dan
kepeduliaan, baik dengan sesama guru, dengan kepala sekolah maupun dengan
yayasan. Bentuk perhatian itu antara lain pemberian reward berupa hadiah dalam
bentuk dana karena dinilai disiplin, setia, dan berdedikasi.
5.1.3.
Pola Asuh Kristen Kajian Metodologis Dan Aplikasinya di Sekolah Bethany Medan
Hal ini menyangkut metode atau cara bagaimana
pola asuh Kristen itu diaplikasikan
pendidik kepada para murid . Aplikasi
metode pola asuh Kristen baik di sekolah, maupun aplikasi metode pola asuh
Kristen saat di luar sekolah dalam
lingkup program sekolah.
1. Aplikasi Pola Asuh Kristen di Sekolah
Bethany Medan sudah sejak awal terlaksana dengan baik, meliputi 1). Perhatian,
Didikan, dan Kepedulian Kepada Anak Sebagai Aspek Dasar Pola Asuhan Kristen
Dalam proses pembelajaran dimaksud, tidak
hanya terletak pada cara bagaimana bahan pelajaran apa yang disajikan. Tapi
kesediaan pendidik untuk memperhatikan diri muridnya. Guru peduli dengan
buku-buku yang mereka bawa, PR yang diberikan
harus dikoreksi dan hasilnya diserahkan kepada
murid. Mengasuh muridnya bagaimana
berlaku sopan, baik kepada guru, orangtua, maupun setiap orang.
Para guru di Sekolah Bethany Medan sangat
ramah dan memperlakukan murid dengan sopan dan berharga. Pemahaman teologisnya,
karena anak adalah mahluk ciptaan Tuhan yang mulia, yang dititipkan kepada
mereka untuk diasuh dengan sebaik-baiknya. Sehingga melalui sikap-sikap para
gurunya yang ramah dan sopan, kiranya para murid juga meniru mereka.
2). Ibadah Sebagai Dasar Pola Asuh Kristen
Adapun kegiatan-kegiatan ibadah di Sekolah
Bethany yang sudah dilakukan sejak lama antara lain:
a. Doa dan penyembahan guru-guru di pagi hari
pukul 06.30
b. Ibadah pagi
SD dan SMP setiap pagi dari Senin – Jumat
c. Ibadah
pagi PG/TK setiap Sabtu akhir pekan
d. Ibadah bersama PG/TK, SD, setiap Sabtu akhir pekan
e. Ibadah bersama SMP setiap Sabtu akhir pekan
f. Doa dan pembacaan renungan untuk memulai
pelajaran di kelas masing-masing.
3). Pendidik di Sekolah Bethany sangat
memperhatikan bekal makanan yang dibawa murid . Mereka secara bersama-sama pada
jam istrihat makan di kelas masing-masing dengan tertib. Guru mengawasi
anak-anak ketika sedang makan. Kalau ada anak yang malas-malas makan, maka guru
akan menyuapi sampai anaknya kenyang. Selain itu, di Sekolah Bethany Medan,
anak tidak diperbolehkan jajan. Dan juga di sekolah Bethany tidak ada disiapkan
kantin. Dan pedagang makanan tidak diperbolehkan berjualan di sekeliling
sekolah
4).Peran Satpam dan CS Dalam Pola asuh Kristen
di Sekolah Bethany
2. Aplikasi Pola Asuh Kristen di Luar Sekolah
Dalam Lingkup Program Sekolah Diwujudkan
melalui pembinaan iman dan karakter
dalam bentuk kegiatan retreat, out
bond, dan sleep over.
5.2.
Saran
Berdasarkan hasil
penelitian di atas, maka disarankan :
a.
Sekolah
Bethany, dan juga Sekolah-sekolah Kristen lainnya yang ada di daerah ini lebih
serius lagi melakukan pola asuh Kristen berlandaskan Ul 6;4-9, sehingga
murid-muridnya lebih lagi semakin dipertajam, ilmu, iman, dan karakter
Kristusnya. Karena dengan cara seperti itu, sekolah-sekolah Kristen semakin bermutu tinggi, dan lulusannya
diperhitungkan baik secara nasional maupun internasional.
b.
Sekolah
Bethany, maupun sekolah-sekolah Kristen lainnya semakin giat lagi dalam pola
asuh pedagogis, di mana para pendidiknya selain memenuhi syarat sebagai guru
professional, sesuai tuntutan undang-undang guru dan dosen, tetapi lebih dari pada itu juga memiliki basic pertobatan dan lahir baru yang jelas,
iman , pengharapan, dan kasih yang kuat, serta cara pandang yang benar terhadap
panggilannya menjadi guru di sekolah Kristen, dan cara pandang yang benar
terhadap murid adalah titipan Allah untuk diasuh dengan yang terbaik.
c.
Sekolah
Bethany, maupun sekolah-sekolah Kristen lainnya hendaknya lebih mengembangkan
pola asuh Kristen dengan metodologi pelayanan yang lebih menyentuh, membangun
karakter Kristus pada anak, pendekatan pastoral konseling, dan berbasiskan
Alkitab. Untuk itu, guru-guru di Sekolah Kristen sangat perlu menjadi anggota
persekutuan Sekolah-Sekolah Kristen , baik tingkat nasional, maupun tingkat
internasional untuk membangun jaringan. Sehingga para guru mendapat wawasan
baru, pelatihan-pelatihan, dan persekutuan bersama, demi kemajuan sekolah.
5.3.IMPLIKASI
Berdasarkan penelitian ini, maka implikasinya adalah :
a.Sekolah-sekolah Kristen setingkat Pendidikan
Dasar (SD, SMP) di Indonesia, khususnya, memperhatikan dengan sungguh-sungguh
penerapan pola asuh kristiani . Karena menurut kajian peneliti, pola asuh
Kristen adalah alat peredam ampuh bagi kenakalan anak dan remaja sekarang ini.
Sekaligus juga, pola asuh Kristen yang
dilakukan dengan setia, akan berbanding lurus dengan prestasi anak-anak.
b. Hendaknya sekolah-sekolah Kristen menyadari
bahwa kesetiaan pengurus yayasan, pendidik, staf pegawai, dan orangtua dalam melakukan pola asuh Kristen, bukan saja
akan meningkatkan prestasi (akademik , olah raga, dan seni) pada diri murid,
tetapi lebih dari pada itu , daya saing, daya tawar sekolah akan makin
meningkat, moralitas terbangun dengan baik, dan terlebih lagi , sekolah akan
semakin diberkati oleh Tuhan. Sebab apa yang mereka kerjakan sangat berkenaan
kepada Bapa di Sorga.
c. Pola asuh Kristen yang diterapkan di
sekolah-sekolah Kristen, akan berdampak kepada penghargaan yang tinggi kepada
hakekat manusia, baik guru, maupun murid-murid. Keterpurukan prestasi dunia
pendidikan akhir-akhir ini, adalah banyak bersumber dari tidak dihormatinya profesi
guru, baik oleh pemerintah, masyarakat, pengelola dan pengambil kebijakan
pendidikan, maupun oleh pendidik itu sendiri. Pola asuh Kristen berintikan pada
perhatian, kepedulian, dari kata asuh (to rear)
yang mempunyai makna menjaga, merawat dan mendidik anak yang masih
kecil . Apabila guru mendapat pengasuhan yang baik, berupa perhatian,
kepedulian terhadap hidup dan masa depan keluarganya, pengayoman dan advokasi
terhadap profesi guru, serta kebebasan dalam bergabung dengan organisasi
profesi guru, baik oleh yayasan pemilik perguruan Kristen, maupun oleh
pemerintah sebagai penentu kebijakan dalam pendidikan, tentu akan berdampak
signifikan terhadap kinerja, dan harkat serta martabat guru. Dan tentu saja
guru yang sudah sangat dihargai itu,
akan melakukan panggilannya sebagai pendidik dengan sepenuh jiwa dan raganya.
Kesetiaannya, disiplin kerjanya, serta insiatif, dan inovasinya juga akan
terpacu. Maka dengan demikian prestasi, dan didikan pengembangan rohani kepada
murid – muridnya juga akan semakin berkualitas.
DAFTAR PUSTAKA
Agus Maulana. Komunikasi
Antar Manusia. Jakarta : Professional Book, 1997
Ahmadi, H. Abu . Psikologi
Pembelajaran. Jakarta
: DEPAG, 1995
---------------------.
Sosiologi Pendidikan. Jakarta
: PT Rineka Cipta, 1991
Alo Liliweri. Komunikasi Antar Pribadi. Bandung: PT.
Citra Aditya Bakti, 1991
Alkitab Edisi Studi,: Jakarta LAI, 2010
Alkitab
Penuntun Hidup Berkelimpahan. Malang :
Gandum Mas, 2004
Alkitab Kabar
Baik, Bahasa Indonesia Sehari-hari: Jakarta :
LAI, 2005
Alwi, Hasan. Kamus
Besar Bahasa Indonesia. Jakarta
Balai Pustaka, 2006
Arni, Muhammad.
Komunikasi Organisasi. Jakarta: Bumi Aksara, 2005
Arikunto , Suharsimi. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek,
Jakarta : Bina Aksara, 1997
Arthur F. Holmes. The
Idea of Christian Collage, Terjemahan. United States : Erdmands Publishing,
1975
Baker, The Successful Christian School , 3rd edititon,
A beka Book, Pensacola, 2004
Basrowi &
Swandi, Memahami Penelitian Kualitatif.
Jakarta: Rineka Cipta, 2008
Belandina Non
Serrano, Standar Kompetensi dan Bingkai
Materi PAK Berbasis KBK. Jakarta : Bina Media Informasi, 2005
Bloom S. Panduan
Untuk Tes Sumatif dan Formatif Belajar Mahamurid, Jakarta : Remaja Rosdakarya, 2003
Boehlke, Robert R. 2009. Sejarah Perkembangan Pikiran dan Praktek PAK. Jakarta: BPK Gunung
Mulia, 2005
Bornstein, M. H. (Ed.). (2002). Handbook of Parenting: Practical Issues in
Parenting (2nd ed., Vol. 5). Mahwah, NJ: Lawrence Erlbaum
Associates, Inc.
Budiman, R. Tafsiran
Surat-Surat Pastoral I &II Timotius dan Titus. Jakarta: BPK
Gunung
Mulia, 1989
Bungaran Antonius Simanjuntak. Indonesia Masa Kini dan Masa Depan.
(Tantangan terhadap Pluralisme dan Multikulturalisme Indonesia, Makalah
dalam Seminar Nasional Sekolah Tinggi Teologi
Sumatera Utara (STTSU) pada 27 Februari 2013 di Hotel Danau Toba Medan.
Bungin , Burhan. Penelitian Kualitatf[1] .Jakarta: Kencana,
edisi kedua cet-5, 2005
--------------------- Metodologi Penelitian Kualitatif. Jakarta:
Rajawali Press cet-9, 2012
Brummelen, Van. Berjalan dengan Tuhan di
dalam Kelas:Pendekatankristiani untuk Pembelajaran.Jakarta:Universitas Pelita Harapan , 2009
Bushnell,
Horace ,. Christian Nurture. New York: Charles Scribner & CO.
1869
Capehart,
Jodi. Touching Hearts Changing
Lives (terjemahan) . Jakarta: Metanoia
Publising, 2012
Chabib , Thoha. Kapita Selekta Pendidikan Islam. Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 1996
Davidoff.
Psikologi Suatu Pengantar. Jakarta: Erlangga, 1998
Depari, E. &
Mc Andrews.C. Peranan Komunikasi Massa
Dalam Pembangunan. Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 1978
Depdikbud. Kamus Besar
Bahasa Indonesia. Jakarta
: Balai Pustaka, 1988
Depdiknas. Standar Kompetensi Mata Pelajaran Pendidikan
Agama Kristen Sekolah Menengah Atas. Jakarta:
Balitbang Depdiknas, 2003
--------------- Pedoman
Pelaksanaan Tugas Guru dan Pengawas. Jakarta: Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik
dan Tenaga Kependidikan, 2009
-------------. Kamus Besar
Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, 2008
Dimyati. Belajar
dan Pembelajaran. Jakarta :
Rineka Cipta, 2002
Dirto Hadi. Pendidikan
dan Masalah-Masalahnya. Jakarta:
Fakultas Ilmu Pendidikan, 1987
Echols , John
M. dan Shadily ,Hassan, Kamus Indonesia –Inggris. Gramedia: Jakarta,
cet 10, 2007
Edlin,
Richard J. Core belief and values of
Christian Philosophy of education, National Institution of Christian
Education, 1999.
Effendy, O.U. Dimensi-dimensi
Komunikasi. Bandung : Alumi, 1981
Elaine Donelson. Asih, Asah, Asuh
Keutamaan Wanita. Yogyakarta : Kanisius, 1990
Elfiky, Ibrahim. Terapi
Komunikasi Efektif dengan Metode Praktis Neuro-Linguistic Programming (NLP)/
Alih Bahasa Zubaedah. Jakarta: Hikmah, 2009
Daryanto, dkk. Implementasi Pendidikan Karakter di Sekolah.Yogyakarta : Gava
Media, 2013
Devito, Joseph. Komunikasi
Antar Manusia/Alih Bahasa Agus Maulana. Jakarta : Professional Book, 1997
Drescher, Jhon M. Tujuh Kebutuhan Anak.Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2009
Gie, Liang. Cara Belajar Yang Efesien. Jakarta
: Pustaka Rakyat, 2005
Gunadi, Paul. Pelajaran Menjadi Orangtua. Malang,
Literatur SAAT: cet. Kedua 2012
Gunarsa, Singgih D. Psikologi
Perkembangan. Jakarta
: BPK. G. Mulia, 1984
Hanafi. Komunikasi Sukses. Jakarta : Erlangga,
2011
Hardjana, Agus M. Komunikasi
Intrapersonal dan Interpersonal. Yogyakarta : Kanisius, 2003
Harefa, Andrias. Pembelajar di Era Serba Otonomi.Jakarta:
Gramedia 2002
Harian “Sinar Indonesia Baru”, Senin 4 November 2013
Harian
Waspada, 7 Juni 2013
Hauck, Paul. Psikologi Populer:
Mendidik Anak dengan Berhasil. Jakarta : Arcan, 1993
Hardjana, Agus M. Komunikasi
Intrapersonal dan Interpersonal. Jakarta : Kanisius, 2003
Homrighausen
dan Enklaar, L.H . Pendidikan Agama Kristen.
Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1985
Howard,
Hendrik. Teaching to Change Lives. Colorado
Springs: Multonomah
Books, 1987
--------------------Mengajar
Untuk Mengubah Hidup” . Jakarta : Yayasan Gloria
2011
Hurlock, Elizabeth B. Perkembangan
Anak/Child Development, Terj. Meitasari Tjandrasa. Jakarta : Erlangga, 1990
----------------------------
Psikologi Perkembangan :
Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan/terjemahan
oleh Istiwidayanti, dkk. Jakarta:
Erlangga, 1997
Haryono, Jurnal Teologi dan Misi : “Pendidikan Berkualitas di Geneva “ 2012
Idrus,
M. Pandangan dan Kepedulian Perempuan
terhadap Anak. Jurnal Phronesis, Vol.
3. No. 5 Tahun 2001
Joseph A. Interpersonal
Communication Book- Fifth Edition.
New York: Harper & Row, 1989
Kadarmanto, Ruth. Ajarlah
Mereka Melakukan. Jakarta: Gunung Mulia, 1999
Karwapi. Beberapa
Masalah dan Pendekatannya. Hasmar : Medan, 1971
Kencana, M. Nur. dkk. Evaluasi
Pendidikan. Surabaya
: Usaha Nasional,1986
Khon,
Alfie “The School Our Children Deserve”
(terjemahan) . Tangerang: Penerbit Lentera
Hati, 2009
Kompas, Sabtu 23 Maret 2013, hal.7
Kompas, Sabtu 23 Maret 2013, hal.14
Kompas, 24
Juli 2013
UU RI No. 23 Tahun 2002 Tentang
Perlindungan Anak.
Kristianto,
Paulus Lilik. Prinsip & Praktik Pendidikan Agama
Kristen. Yogyakarta: Andi Ofset, 2008
Layman, Jack. dkk (ACSI), Foundations of Christian
School Education (Perspectives on Christian Teaching) Book Harper, 2006
LeBar, Lois E.
Education That Is Christian (terjemahan). Malang (Gandum Mas,
2006
Lessin, Roy . Disiplin Keluarga. Malang : Gandum Mas, 2002
Maccoby, E. E., & Martin, J. A.
(1983). Socialization in the context of the family: Parent–child interaction.
In P. H. Mussen (Ed.) & E. M. Hetherington (Vol. Ed.), Handbook of child
psychology: Vol. 4. Socialization, personality, and social development (4th
ed., pp. 1-101). New York: Wiley.
Malcom Hardy dan Steve Heyes, Terj.
Soenardji. Pengantar
Psikologi. Jakarta
: Erlangga, 1986
Maryanto, Herman J.P. Guruku
Matahariku. Jakarta: Obor, Tahun 2011
McKeachie, Wilbert J. Teaching Tips:
A Guidebook for the beginning college teacher, 7 ed .Lexington, Masss.: DC
Heath, 1978
M.Griffits. Gereja dan Panggilannya
Dewasa Ini, terjeahan.Ny.O.S.Situmorang. Yogyakarta : Andi, 1994
Mulyana, Deddy. Ilmu
Komunikasi : Suatu Pengantar. Bandung : Remaja Rosda
Karya, 2005
Muhammad, Arni. Komunikasi
Organisasi. Jakarta: Bumi Aksara, 2004
Nana S. Dinamika
Prilaku Individu. Bandung
: Remaja Rosda Karya, 2004
Nasution, S. Sosiologi Pendidikan. Bandung : Bumi Aksara, 1995
Nawawi, Hadari. Metode Penelitian Bidang Sosial. Surabaya
: Usaha Nasional, 1982
Neuhaus,
Daniel. Foundation and
Philosophy of Christian School Education module, Cycle VI, ACSI.
Jakarta-Surabaya: 15-17 Februari 2010, 19-20 Februari 2010. Session 3.
Purwanto , Ngalim. Evaluasi
Pendidikan. Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2001
Parker,
J.I. Yesus Guru Agung. Malang: Gandum
Mas, 2010
Paul D. Meiler. Psikologi
Pendidikan dan Evaluasi Belajar. Jakarta :
Gramedia, 2004
Pazmino, Robert W . Foundational issues in Christian Education, second edition , Baker
Book House, Michigan, 1997
----------------------- Fondasi
Pendidikan Agama Kristen. Sebuah Pengantar dalam Persfektif Injili”. Bandung: STT Bandung-BPK Gunung Mulia
2012
Pidarta, Made. Landasan
Pendidikan. Jakarta
: Rineka Cipta, 2000
Poerwadarminta. Kamus
Besar Bahasa Indonesia. Jakarta
: Gajah Mada, 1984
Price, J.M. Yesus Guru Agung. Malang: Gandum Mas, 2005
Rakhmat.
Psikologi Komunikasi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2001
Rakhmat, Jalaludin. Psikologi Komunikasi/Edisi Revisi. Bandung : Remaja
Rosdakarya, 2007
Ronald, Jimmy. The Christian Philosophy of Education,
dalam majalah Logos, Living on God’s Scripture
Richards,
Lawrence O. Pelayanan Kepada Anak-Anak. Bandung
: Kalam Hidup,2010
Refdi, Usman. Pengantar Psikologi. Bandung : Angkasa, 1984
Sairin, Weinata. Identitas Dan
Ciri Khas Pendidikan Agama Kristen di
Indonesia, Antara Konseptual dan Operasional. Jakarta : BPK Gunung Mulia, 2011
Saragih, Albet. Bahan Ajar Katekisasi. Medan
: STTSU, 2006
Sardiman A.M. Interaksi
dan Motivasi
Belajar Mengajar, Jakarta:
Erlangga, 1992
Sarosa, Samiaji. Penelitian Kualitatif . Jakarta: Indeks,
2012
Schlegel, Stuart A. Penelitian
Grounded dalam Ilmu-Ilmu Sosial .Surakarta: Fakultas Ilmu Sosial dan
Politik Universitas Sebelas Maret, 1986
Shochib, Moh. Pola Asuh Orangtua, Jakarta: Rineka Cipta, 1998
Slameto. Belajar
dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya. Jakarta : Rineka Cipta, 2003
Silitonga, P. Metodologi Penelitian. Medan : STTSU, 2010
Simanjuntak, Bungaran Antonius. Indonesia
Masa Kini dan Masa Depan. (Tantangan
terhadap Pluralisme dan
Multikulturalisme Indonesia), Makalah dalam
Seminar Nasional Sekolah Tinggi Teologi Sumatera Utara (STTSU) pada 27
Februari 2013 di Hotel Danau Toba Medan.
Singarimbun, Masri dan Effendi, Sofian.
Metode Penelitian Survai. Jakarta : LP3ES, 1989
Sinamo, Jansen
. 8 Etos Keguruan. Buku Milik Ditjen
Bimas Kristen, Jakarta: BMI,
2012
Situmorang, Jonar. Filsafat Dalam Terang Iman Kristen. Yogyakarta : Andi, 2004
Soekanto, Soerjono. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta : PT
Raja Grafindo Persada, 1990
Suegarda. Ensiklopedi
Pendidikan. Jakarta
: Gunung Agung, 1984
Sugiyo, Teha. Keluarga Sebagai Sekolah Cinta”.Bandung: LLB, 2001
Sukamto. Kepemimpinan Kyai Dalam Pesantren. Jakarta : LP3ES, 1999
Sukardi ,YM, dan Humble . Kevin J., “Pedoman Penanaman Gereja Baru Masa Kini”.
Surakarta: STT Indonesia , 2004
Sumiyatiningsih, Dien . Mengajar dengan Kreatif dan Menarik.Yogyakarta:2006
Sunarti dkk. Pola Asuh Anak Secara Tradisional di Kelurahan Kebagusan Daerah Khusus
Ibu Kota Jakarta. Jakarta : Departemen P dan K, 1989
Supanto, dkk. Pola Asuh Anak Secara Tradisional Daerah Istimewa Yogyakarta.
Jakarta : Departemen P dan K, 1990
Susilo,
Willy. Membangun Karakter Unggul. Yogyakarta:
Andi , 2013
Sutanto, Maryam K.T.K..Tabloid
Penabur Jakarta No.29 tahun 2009
Syah, Muhibbin Psikologi
Pendidikan. Jakarta : Rineka Cipta, 2003
-------------------- Psikologi Belajar. Jakarta : Raja
Grafindo Persada, 1999
The Wycliffe
Bible Commentary, terjemahan.Malang: Gandum Mas, 2001
Thoha,
Chabib. Kapita Selekta Pendidikan Islam, .Yogyakarta
: Pustaka Pelajar, 1996
TIM Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan
Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa
Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka, 1988), Cet. Ke-1
Tirtahardja, Umar. Psikologi Pendidikan. Jakarta Rineka
Cipta, 2005
Turmudji,
T. Jurnal Pola Asuh Orangtua
dengan Agresivitas Remaja, Tahun 2003
UU RI No. 23
Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak. Jakarta: Sinar Grafika, 2006
UU
RI No. 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen. Jakarta: Sinar Grafika, 2006
Vembriarto. Sosiologi Pendidikan. Jakarta : Grasindo, 1993
Wahab. Rohmad , Perkembangan Belajar Peserta Didik. Jakarta : Depdikbud 1999.
Walgito, B. Psikologi Suatu Pengantar. Yogyakarta : Andi Offset,1994
Walker, D.F. Konkordansi Alkitab
edisi 15. BPK Gunung Mulia: Jakarta 2011
Wolterstorf .Mendidik
untuk Kehidupan.Surabaya: Momentum, 2004
Winataputra, Udin Saripudin. Belajar
dan Pembelajaran. Jakarta
: DEPAG, 1995
Winkel W.S. Psikologi
Pengajaran.
Jakarta : Gramedia, 1991
----------------Psikologi Perkembangan. Jakarta : Gramedia, 1982
Wuradji. Dasar-Dasar Pengukuran dan Penilaian Hasil Belajar. Yogyakarta :
Dina, 1998
Wiryanto. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta : PT.
Grasindo. 2004)
Wolterstorf, Nicholas P. Mendidik untuk Kehidupan.Surabaya: Momentum, 2004
Zakiyah Darajat. Ilmu Jiwa Agama. Jakarta :
Bulan Bintang, 1996
Referensi Tambahan
Theresia, S. Indira. Pola Asuh Penuh Cinta. http://www.polaasuhpenuhcinta.com.
Rina , M. Taufik. Pola
Asuh Orangtua. http://www.tabloid_nakita.com.
http
://piterlase.blogspot.com/2011/10/evaluasi-pembelajaran-pak.html
Coomer.
Terry L. Membesarkan Anak dalam Tuhan,
Sebuah Artikel yang diunggah dari Semarang Ministry, pada http://www.semarang-ministry.org/membesarkan-anak-dalam-tuhan/
Ira Petranto. Pola
Asuh Anak. http://www.polaasuhak.com.
Kalamkudus.com
[1] Bungaran
Antonius Simanjuntak. Indonesia Masa Kini dan Masa Depan. (Tantangan terhadap Pluralisme dan Multikulturalisme
Indonesia), Makalah dalam Seminar
Nasional Sekolah Tinggi Teologi Sumatera Utara (STTSU) pada 27 Februari 2013 di
Hotel Danau Toba Medan.
[2]
Kompas, Sabtu 23 Maret 2013, hal.7 kolom 1-3
[3] Kompas, Sabtu 23 Maret 2013, hal.7
[4] Secara harfiah
maksudnya, apa yang dilakukan oleh pada umumnya orang sekarang ini, itu jugalah
yang kita lakukan.
[5] Harian “Sinar
Indonesia Baru”, Senin 4 November 2013, hal.14
[6] Bernilai
teologis,maksudnya Sekolah Kristen
didirikan dan dikelola sebagai penggenapan akan panggilan Tuhan untuk
sosialiasi pembelajaran PAK bagi generasi muda.
[7] Bernilai
misiologis , maksudnya Sekolah Kristen
pada hakikinya menjadi wadah penyampaian berita Injil (misi gereja)
[8] Bernilai historis, maksudnya Sekolah Kristen adalah kemunitas yang mewarisi
sejarah yang secara konsisten mengelola dan mengembangkan secara kritis untuk
ditranformasikan kepada generasi demi generasikristiani
[9] Berhati Hamba ;
menunjuk kepada karakter Tuhan Yesus yang rendah hati . Melayani bukan untuk
dilayani Joh 13:34
[10] Jonar
Situmorang, Filsafat Dalam Terang
Iman Kristen. Yogyakarta : Andi,
2004, hal.123
[11] Maryam K.T.K.
Sutanto.Tabloid Penabur
Jakarta No.29 tahun 2009
[13] TIM Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan
Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa
Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka, 1988), Cet. Ke-1, halaman 692
[14] Elaine Donelson, Asih, Asah, Asuh
Keutamaan Wanita, (Yogyakarta : Kanisius, 1990), Cet. Ke-1, halaman 5
[16] Poerwadarminta,Kamus Besar Bahasa Indonesia . Jakarta :
1984, hal.1123
[17] Ibid
[18]
Hurlock,opcit. Hal. 86-90
[19] D.F.
Walker, Konkordansi Alkitab edisi 15.
BPK Gunung Mulia: Jakarta 2011, hal.31
[20] Catatan Alkitab
Edisi Studi, LAI : Jakarta 2010, hal.1082
[21] Ibid. Hal.296
[22] Ibid. Hal, 280
[23] Catatan dari Alkitab Penuntun Hidup Berkelimpahan. Malang ; Gandum Mas, 2004, hal. 285
[24] Ibid, hal.285
[25] Hendrik Howard,
Teaching to Change Lives. Colorado
Springs:Multonomah Books, 1987, hal.20
[26] Ibid, hal.50
[27] Howard G
Hendrik, Mengajar Untuk Mengubah Hidup” . Jakarta : Yayasan Gloria 2011, hlm
.29
[28] Alkitab Edisi Studi opcit, hal.1923
[29] Alkitab Hidup Berkelimpahan opcit,
hal.1994
[31] Alfie Khon, “The
School Our Children Deserve” (terjemahan) . Tangerang: Penerbit Lentera
Hati, 2009, hal.12
[32] Jodi Capehart, Touching Hearts Changing
Lives (terjemahan) . Jakarta: Metanoia Publising, 2012, hlm.163-164
[33] Maccoby, E. E.,
& Martin, J. A. (1983). Socialization in the context of the family:
Parent–child interaction. In P. H. Mussen (Ed.) & E. M. Hetherington (Vol.
Ed.), Handbook of child psychology: Vol. 4. Socialization, personality, and
social development (4th ed., pp. 1-101). New York: Wiley.
[34] Ignatius
Besembun, seorang Imam Praja dari Keuskupan Bogor. Gaya Pola Asuh Orangtua. Tesis S2 magister psikologi pendidikan di
Fakultas Psikologi Universitas Persada Indonesia- YAI Jakarta , 2008.
[35] Burhan Bungin,
opcit, hlm.68-69
[36] Pranata sosial atau isntitusi sosial adalah norman
atau aturan mengenai suatu aktivitas masyarakat yang khusus. Norma/aturan dalam
pranata berbentuk tertulis (undang-undang dasar, undang-undang yang berlaku),
dan tidak tertulis (hukum adat, kebiasaan yang berlaku, sanksinya adalah
dikucilkan). Sumber : id.m.wikipedia.org
[37] Ibid, hal.77
[38] Subagyo, opcit,
hlm.227-228
[39] Ibid, hal.125
[40] Wawancara
dengan David Hasian Siregar, alumni S1 Teologia STII Yogya, dan sedang menyelsaikan Tesis di Program
Pascasarjana Prodi PAK di STT Paulus Medan, 26 Mei 2014 pkl 08.35 WIB
[41] Wawancara
dengan Mis Rida Ningsih, Kepala SD Bethany Medan, alumnus IKIP Negeri Medan,
yang saat ini sedang menyelesaikan S2 di Pasca sarjana Unimed, dilakukan 24
April 2014 pkl 09.30
[42] Dedy
Mauryd Simanjuntak, mantan Kepala SD Bethany yang dipindah tugaskan menjadi
Kepala SMP Bethany sejak tahun 2010. Alumnus S1 Teologi STII Medan, Magister of
Art Christian Education juga dari STII Yogya,
dan saat ini sedang menyelesaikan Program Doktor Teologi di STII
Yogyakarta.Wawancara dilakukan Senin 12 Mei 2014 pkl 08-09 Wib
[43]
Wawancara dengan Mis Rida Ningsih, Kepala Sekolah SD Bethany Jl. Kapiten Purba,
Medan. Senin, 21 April 2014, pukul 11.30
[44] Dalam hal ini,
pemahaman peneliti, bahwa pendidik di sekolah
Kristen , memang secara jabatan fungsional ada pada guru. Akan tetapi
sesungguhnya dalam tataran praktisnya , semua komponen yang terlibat di sekolah
Kristen , baik itu yayasan, guru, staf pegawai (administrasi, Satpam,
dan CS), semua harus terlibat dalam mengasuh
anak-anak sesuai nilai-nilai kristiani.
Karena pencapaian visi, misi, dan program sekolah harus dikerjakan
bersama-sama.
[47] Ibid,
hasil rapat 11 Nov 2009 ; tentang jam makan siang murid ditegaskan : wali kelas
wajib berada di kelas pada waktu istirahat untuk mengawasi anak makan
siang agar berlangsung tertib. Hasil
rapat 21 Mei 2013; tentang makanan sehat :* harap kepada wali kelas untuk
memperhatikan makanan anak-anak setiap hari; * Menjaga anak saat istirahat; *
Lebih peduli lagi terhadap anak-anak.