Kamis, 30 Maret 2017

PENGEMBANGAN PAK



PENGEMBANGAN PAK
Dr Albet Saragih, MA.,MPdK
Abstrak
Sebagai sesuatu ilmu yang akademis tapi juga praktis,  Pendidikan Agama Kristen seyogianya terus menerus harus diadakan kajian dan penelitian  mendalam untuk pengembangan ke depan. Pengembangan itu bukan hanya menyangkut kepada pengembangan secara akademis melalui peningkatan prodi maupun program pascasarjana PAK yang tentunya membawa kepada pusaran penelitian-penelitian yang mendalam yang akan tersajikan di jurnal-jurnal nasional terakreditasi secara nasional maupun internasional. Di pihak lain, akan terus dilakukan pengembangan kurikulum PAK, baik di gereja maupun dalam konteks pendidikan nasional. Untuk itu, para praktisi maupun para pakar di bidang PAK hendaknya sehati melakukan terobosan pengembangan  dan kajian teologi, filosophi, kurikulum, pendekatan, strategi, metode , kegiatan pembelajaran serta evaluasinya. Sehingga PAK kiranya semakin membumi di Indonesia.
Kata Kunci : Pengembangan Kurikulum, Dasar teologi, pendekatan, pengasuhan, dan evaluasi.
I.a. Dasar Pengembangan
Pendidikan Agama Kristen (selanjutnya disingkat PAK) pada dasawarsa belakangan ini semakin terkenal, bahkan secara akademis bertambah eksis di Indonesia. Hal itu terbukti dengan semakin berperannya para tokoh PAK terlibat beberapakali dalam merumuskan pembaharuan kurikulum nasional. Di sisi lain, secara akademis pengembangan program Prodi PAK di Perguruan Tinggi Teologi Agama Kristen (PTTAK) bukan lagi hanya bertumpu pada S1 Negeri maupun swasta, tapi puluhan STT sudah membuka program pascasarjana  prodi PAK S2 (Magister Pendidikan Kristen) maupun program doktoral (S3) konsentrasi PAK. Hal ini satu sisi tentu menggembirakan, karena dengan demikian kebutuhan dosen STT untuk mengajar program S1, sesuai UU guru dan dosen, harus S2 berijazah negara(terakreditas), dan untuk yang mengajar Pascasarjana harus Doktor berijazah negara (terakreditas). Juga dengan ketersediaan SDM itu memberi peluang kepada STT untuk mendapatkan dosen tetap sehingga memberi dampak kepada terbukanya  3 kesempatan , pertama, untuk terakreditasi di BNPT, sama seperti perguruan tinggi lainnya; kedua, para dosen mendapatkan jabatan fungsional;  dan ketiga,  para dosen mendapatkan tunjangan fungsional. Sungguh suatu yang harus disyukuri. Pada pihak lain, dengan semakin banyak PTTAK membuka dan meluluskan para Magister Pendidikan Kristen dan Doktor Teologi pada konsentrasi PAK, terlepas dari plus-minusnya, saya mencermati ada tanggung jawab besar yang harus diemban untuk memajukan PAK di Indonesia; yakni melakukan pengembangan PAK itu sendiri sehingga semakin membumi .
Saya mencermati pembelajaran PAK masih belum mampu membangkitkan motivasi pembelajar. Alasan utama mengapa pengajaran Injil kita kurang bersemangat, kurang berkuasa dan kurang nyata ialah karena kita telah merasa puas hanya meminjam sistem-sistem pendidikan buatan manusia, dan bukannya mencari sistem yang dari Allah. Para pendidik sekuler tidak memberikan tempat yang penting terhadap keunikan wahyu dari Firman Allah yang disampaikan oleh Roh Kudus.
Mengapa orang Kristen harus meminjam sistem pendidikan dari dunia sekuler? Mengapa kita tidak memakai wahyu Allah menjadi filsafah kita sendiri, cara-cara kerja Allah yang melekat dalam struktur alam semesta? Tentu, akan ada kaitan antara yang sekular dan yang rohani, sebab dua-duanya berhubungan dengan manusia yang sedang belajar. Para pendidik sekular telah melakukan kajian yang lebih mendalam terhadap para pelajar ketimbang yang telah dilakukan orang PAK. Tetapi, dasar-dasar dan orientasi pendidikan Kristen adalah unik jika dasar-dasar itu benar-benar bersifat Kristiani. Setiap bidang kehidupan yang dimasuki Firman Allah mengalami perubahan.
Tujuan pendidikan Kristen telah dinyatakan dengan sempurna dalam Efesus 4:13, “sampai kita semua telah mencapai kesatuan iman dan pengetahuan yang benar tentang anak Allah, kedewasaan penuh, dan tingkat pertumbuhan yang sesuai dengan kepenuhan Kristus.” Keserupaan dengan Kristus adalah pengalaman batin yang menyatakan dirinya secara lahiriah.
a.      Pendekatan  PAK
Menurut Jack L. Seymour dan Donald E. Miller dalam Contemporery Approaches Christian Education[1] ,  mengemukakan adanya beberapa pendekatan Pendidikan Agama  Kristen yang biasa berkembang saat ini , yaitu :Pertama, Pengajaran Agama  Kristen. Tujuannya adalah membantu peserta didik dalam perjumpamaannya dengan tradisi kristiani dan Wahyu Allah untuk memahmi , memikirkan, meyakini dan mengambil keputusan berdasarkan isi pengajarannya. Pendekatan ini menekankan pola belajar  teratur atau terencana.
Kedua, persekutuan dan ibadah. Tujuannya adalah membantu umat untuk memahmi  dan menghayati arti dari menjadi umat Allah dan umat beriman di dalam dunia ini. Strategi belajar mengajar berakar pada kehidupan dan pengalaman mereka sebagai gereja Tuhan. Ketiga , pengembangan spiritual. Tujuan utama dalam pendekatan ini ialah membantu peserta didik berpartisipasi dalam tradisi imannya, supaya mereka menjadi orang  Kristen yang dewasa. Pembebasan, tujuan pendekatan ini adalah mendorong umat untuk menghayati gaya hidup kristiani dalam upaya bersama-sama mewujudkan perubahan dunia ke arah yang lebih manusiawi. Keempat,penafsiran, bertujuan untuk membantu sesorang mempelajari keterampilan berkenaan dengan tradisi iman dengan pengalaman nyata kehidupan sehari-hari.[2]
b.     Prinsip Metode Pola Asuh  di Sekolah  Kristen
Dalam upaya  mewujudkan metode pola pola asuh di Sekolah  Kristen dapat dilakukan melalui pendekatan-pendekatan berikut : (1) Firman Allah sebagai gaya hidup, (2) penerapan disiplin, (3) interaksi penuh kasih, (4) pencapaian kualitas akademik pembelajaran, (5) pengembangan bakat dan minat, (6) kesejahteraan, (7) pengayoman. Ketujuh pendekatan ini dapat terwujudkan melalui prinsip-prinsip berikut.

c.      Kurikulum  Sekolah  Kristen
Pendidikan merupakan usaha manusia  dalam mempelajari dan mendapatkan pengetahuan. Alkitab, adalah Firman TUHAN yang memiliki otoritas untuk kehidupan hidup  Kristen. Orang percaya mengungkapkan segala pujian dan rasa syukur atas segala perbuatanNya. Ilmu pengetahuan adalah buah dari hikmat dan akal budi yang Tuhan berikan, sehingga manusia dapat mengembangkan dirinya, mengelola alam sekitarnya (Kej 1:28) Sehubungan  dengan itu, menurut Eva Frederika dkk dari  Universitas Pelita Harapan, Tangerang, pengetahuan seharusnya dipergunakan untuk mengagungkan kebesaran Tuhan bukankah manusia yang adalah ciptaanNya[3] . Landasan pelaksanaan pendidikan terdapat dalam tiga perintah Alkitab, yaitu Mandat Penciptaan, Amanat Agung, dan Perintah Agung[4]. Dalam Mandat Agung, Tuhan memberikan perintah penciptaan kepada manusia untuk menjaga dan melayani (Kej 1:28; 2:15; Maz 8:6-8). Sekolah harus memberikan pengajaran kepada murid untuk memiliki kemampuan dalam menjaga dunia ini, melalui materi kognitif dan keterampilan[5]. Kejatuhan manusia jatuh ke dalam dosa, membuat Yesus turun ke dalam dunia  menyelamatkan, dan memulihkan agar setiap orang yang percaya kepadaNya tidak binasa melainkan memperoleh hidup yang kekal (Joh 14:6). Oleh karena itu, sekolah harus dapat menantang murid untuk menyerahkan hidup kepada Yesus Kristus dan memahami implikasinya, artinya mengajarkan murid-murid untuk memakai kacamata Firman dalam menghadapi masalah-masalah pribadi maupun masyarakat, dengan mengembangkan karakter dan kecerdasan murid untuk bertindak berlandaskan prinsip Alkitabiah yang diajarkan Yesus Kristus[6]. Setelah dosa kita ditebus oleh darah Yesus Kristus, kita harus hidup di dalam perintah agungNya untuk mengasihi Tuhan Allah dengan sepenuh hati dan sesama manusia seperti diri sendiri (Luk 10:27). Dalam hal ini, guru harus mengajarkan murid mempelajari visi kekristenan dalam kehidupan dan membantu murid membukakan karunia mereka dengan saling melayani satu sama lain, berbagi kebahagiaan, dan membantu menanggung beban[7]

Sehubungan dengan  tiga perintah Alkitab tersebut, maka tugas Pendidikan Agama  Kristen secara keseluruhan memiliki dua dimensi, yaitu tugas penyembuhan dan tugas perkembangan[8]. Dalam tugas penyembuhan, sekolah harus dapat menjadi pengalaman yang menyembuhkan bagi para murid maupun para guru. Para guru harus mempunyai dua mata dalam menjalankan tugasnya di sekolah, yaitu satu mata untuk mendidik dan memperhatikan para muridnya , dan satu mata berikutnya untuk menangis bersama para muridnya bila mereka terluka di luar sekolah agar mereka tahu bahwa sekolah adalah tempat yang aman untuk berlindung [9].
d.     Tantangan  dihadapi pendidikan dalam mengembangkan kecakapan abad ke -21
Untuk membantu pembelajar PAK mencapai tingkat partisipasi penuh di masyarakat, maka pengajar harus memusatkan perhatian pada kecakapan-kecakapan di abad ke-21 yang ada di bawah ini, dan membantu para pembelajar beradaptasi terhadap perubahan sosial dan teknologi:
1). Akuntabilitas dan Kemampuan beradaptasi — Menjalankan tanggung jawab  pribadi dan fleksibitas secara pribadi, pada tempat kerja, dan hubungan masyarakat; menetapkan dan mencapai standar dan tujuan yang tinggi untuk diri sendiri dan orang lain; memaklumi kerancuan.
2). Kecakapan Berkomunikasi — Memahami, mengelola, dan menciptakan komunikasi yang efektif dalam berbagai bentuk dan isi secara lisan, tulisan, dan multimedia.
3). Kreatifitas dan Keingintahuan Intelektual — Mengembangkan, melaksanakan, dan menyampaikan gagasan-gagasan baru kepada yang lain; bersikap terbuka dan responsif terhadap perspektif baru dan berbeda.
4). Berpikir Kritis dan Berpikir dalam Sistem — Berusaha untuk memberikan penalaran yang masuk akal dalam memahami dan membuat pilihan yang rumit; memahami interkoneksi antara sistem.
5). Kecakapan Melek Informasi dan Media — Menganalisa, mengakses, mengelola, mengintegrasi, mengevaluasi, dan menciptakan informasi dalam berbagai bentuk dan media.
6). Kecakapan Hubungan Antar Pribadi dan Kerjasama — Menunjukkan kerjasama berkelompok dan kepemimpinan; beradaptasi dalam berbagai perandan tanggungjawab; bekerja secara produktif dengan yang lain; menempatkan empati pada tempatnya; menghormati perspektif berbeda.
7). Identifikasi masalah, Penjabaran, dan Solusi — Kemampuan untuk menyusun dan mengungkapkan, menganalisa, dan menyelesaikan masalah.
8). Pengarahan Pribadi  — Memonitor pemahaman diri dan mempelajari kebutuhan pembelajaran,  menemukan sumber-sumber yang tepat,  mentransfer pembelajaran dari satu bidang ke bidang lainnya.
9). Tanggung Jawab Sosial — Tanggung jawab dalam bertindak dengan mengutamakan kepentingan masyarakat yang lebih besar; menunjukkan perilaku etis secara pribadi, pada tempat kerja, dan hubungan antar masyarakat.[10]
II. Pengembangan Pendidikan Agama Kristen pada sekolah di bawah naungan pemerintah, mengacu kepada Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP) terutama pada standar isi, standar proses pembelajaran, standar pendidik dan tenaga kependidikan, serta sarana dan prasarana pendidikan.
Pengembangan PAK pada sekolah juga mengimplementasikan Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan, bahwa pendidikan Kristen dapat diklasifikasikan ke dalam tiga bentuk: Pertama, pendidikan agama diselenggarakan dalam bentuk PAK di satuan pendidikan pada semua jenjang dan jalur pendidikan. Kedua, pendidikan umum berciri Kristen pada satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi pada jalur formal dan non formal, serta informal. Ketiga, pendidikan keagamaan Kristen pada berbagai satuan pendidikan sekolah minggu dan sekolah Alkitab yang diselenggarakan pada jalur formal non formal, serta informal.
Kendala dan tantangan dalam pelaksanaan pembelajaran PAK di sekolah antara lain;  waktunya sangat terbatas, selama ini masih banyak yang  2 jam pelajaran per minggu. Menghadapi kendala dan tantangan ini, maka guru yang menjadi ujung tombak pembelajaran di lapangan/sekolah, perlu merumuskan model pembelajaran sebagai implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), khususnya kurikulum mikro pada kurikulum PAK di sekolah. Cara yang bisa ditempuh guru dalam menambah pembelajaran PAK melalui pembelajaran ekstra kurikuler dan tidak hanya pembelajaran formal di sekolah. Pembelajaran dilakukan bisa di sekolah, yaitu di kelas atau di  rumah atau tempat yang disetujui. Waktu belajarnya tentu diluar jam pelajaran formal. Cara ini memang membutuhkan tambahan fasilitas, waktu, dan tenaga guru, tapi itulah tantangan guru yang tidak hanya mengajar tetapi memiliki semangat dakwah untuk menyebarkan ilmu di mana pun dan kapan pun. Untuk itu diperlukan koordinasi dan kerja sama yang baik antara guru dengan orang tua.
Gambaran umum tentang mutu PAK di sekolah belum memenuhi harapan-harapan dalam peningkatan kualitas PAK di sekolah yang menjadi agama sebagai benteng moral bangsa. Kondisi ini dipengaruhi sekurang-kurangnya oleh tiga faktor, yaitu pertama sumber daya guru, kedua pelaksanaan PAK, dan ketiga terkait dengan kegiatan evaluasi dan pengujian tentang PAK di sekolah.
1. Sumber daya manusia ( guru)
Pendidikan mutu guru sebagai pendidik dan tenaga kependikan dilaksanakan dengan mengacu pada standar pendidik dan tenaga kependidikan mata pelajaran dalam Standar Nasional Pendidikan (SNP). Untuk itu dilakukan kegiatan-kegiatan penyediaan guru PAK untuk satuan pendidikan peserta didik usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi pada jalur formal dan non formal, serta informal. Dilakukan pula pendidikan dan pelatihan metode pembelajaran PAK, pemberian bea peserta didik Strata 1 (S – 1) untuk guru PAK, dan juga melakukan sertifikasi guru PAK.
Guru PAK di sekolah dilihat dari segi latar belakang pendidikan kira-kira 60% khususnya sudah mencapai S – 1 dari berbagai lembaga pendidikan tinggi. Namun lulusan S1 ini belum mejadikan guru yang bermutu dalam menyampaikan PAK. Oleh karena itu guru perlu dibina dalam bentuk kelompok kerja guru mata pelajaran yang dikenal dengan Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) untuk meningkatkan kemampuannya, karena peningkatan kemampuan itu harus dilakukan secara terus-menerus, belajar sepanjang hayat. Apalagi zaman sekarang perkembangan ilmu pengetahuan sangat pesat yang jika tidak diikuti maka guru akan ketinggalan informasi. Di MGMP digunakan sebagai forum meningkatkan kemampuan secara internal melalui upaya diskusi kelompok atau belajar kelompok. Dengan demikian guru-guru tidak terlalu berat meninggalkan waktu sekolah, tetapi tetap harus datang ke tempat-tempat yang telah ditunjuk untuk kuliah tatap muka.
Ada dua jalur/cara dalam rangka peningkatan kualitas kemampuan guru, pertama adanya jalur resmi untuk mengikuti pendidikan S1, kedua yang rutin mengikuti kegiatan-kegiatan melalui Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP). Dari kedua jalur ini, diharapkan guru PAK di sekolah tidak berjalan begitu saja dan kemampuannya juga tidak meningkat.
2. Pelaksanaan PAK
Pelaksanaan proses pembelajaran PAK berorientasi pada penerapan Standar Nasional Pendidikan. Untuk itu dilakukan kegiatan-kegiatan seperti pengembangan metode pmbelajaran PAK, pengembangan kultur budaya Kristen dalam proses pembelajaran, dan pengembangan kegiatan-kegiatan kerohanian Kristen dan ekstrakurikuler.
Pelaksanaan PAK di sekolah masih menunjukkan keadaan yang memprihatinkan. Banyak faktor yang menyebabkan keprihatinan itu, antara lain : Pertama, dari segi jam pelajaran yang disediakan oleh sekolah secara formal, peserta didik dikalkulasikan masih ada sekolah yang waktunya hanya 2 jam pelajaran per minggu untuk pembelajaran PAK. Implikasinya bagi peserta didik adalah hasil belajar yang diperolehnya sangat terbatas. Sedangkan implikasi bagi guru itu sendiri adalah guru dituntut untuk melaksanakan kewajiban menyelenggarakan proses pembelajaran sebanyak 24 jam per minggu. Yang jadi persoalan adalah kalau seorang guru agama ditugasi mengajar di sekolah, misalnya di sekolah dasar (SD) ada 6 kelas kemudian di satu kelas guru mengajar 3 jam pelajaran, sehingga maksimal pembelajaran yang dilaksanakan guru adalah 18 jam pelajaran. Berarti guru tidak memenuhi kewajiban sesuai dengan tugas yang diberikan oleh pemerintah. Guru tersebut tidak berhak memperoleh tunjangan kecuali ia menambah jam mengajarnya di sekolah lain. Tuntutan itu harus benar-benar diperhitungkan karena pemerintah memberikan dan menaikkan tunjangan-tunjangan bukan hanya gaji kepada guru yang melaksanakan tugas kewajibannya sesuai dengan jumlah jam pelajaran yang sudah ditentukan. Upaya pemerintah ini cukup bagus yaitu dengan menaikkan kesejahteraan guru. Kemudian supaya guru-guru memenuhi tuntutan itu, maka guru dapat menggunakan ekstra kurikuler di dalam pembinaan agamaKristen. Untuk ekstra kurikuler banyak yang bisa dilakukan. Misalnya membina peserta didik dalam Sekolah Minggu, Ibadah remaja atau ibadah pemuda.
Pelaksanaan PAK tidak hanya disampaikan secara formal dalam suatu proses pembelajaran oleh guru agama, namun dapat pula dilakukan di luar proses pembelajaran dalam kehidupan sehari-hari. Guru bisa memberikan pendidikan agama ketika menghadapi sikap atau perilaku peserta didik. Pendidikan agama merupakan tugas dan tanggung jawab bersama semua guru. Artinya bukan hanya tugas dan tanggung jawab guru agama saja melainkan juga guru-guru bidang studi lainnya. Guru-guru bidang studi itu bisa menyisipkan pendidikan agama ketika memberikan pelajaran bidang studi. Dari hasil pendidikan agama yang dilakukan secara bersama-sama ini, dapat membentuk pengetahuan, sikap, perilaku, dan pengalaman keagamaan yang baik dan benar. Peserta didik akan mempunyai akhlak mulia, perilaku jujur, disiplin, dan semangat keagamaan sehingga menjadi dasar untuk meningkatkan kualitas dirinya.
3. Melakukan Evaluasi.
Mengenai evaluasi PAK ini terkadang terjadi hal-hal yang di luar dugaan. Misalnya ada peserta didik yang jarang sekolah, malas dan merasa terpaksa mengikuti pelajaran agama, tetapi ketika dievaluasi dia mendapatkan nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan peserta didik yang rajin belajar agama. Artinya yang salah itu adalah evaluasinya karena yang dilakukan hanyalah mengukur unsur kognitifnya saja. Oleh karena itu evaluasi PAK jangan hanya mengandalkan evaluasi kemampuan kognitif saja, tetapi harus dievaluasi juga sikap, prakteknya atau keterampilan (psikomotor) dan sikapya (afektif). Guru melakukan pengamatan terhadap perilaku sehari-hari peserta didik tersebut apakah peserta didik itu shalat? Kalau dilaksanakan apakah shalatnya benar sesuai tata caranya? Evaluasi ini sebetulnya menentukan status peserta didik tentang hasil belajarnya itu apakah sudah mencapai tujuan yang ingin dicapai atau tidak. Kalau tujuan agama itu adalah supaya peserta didik bisa menjalankan agamaKristen dengan baik maka evaluasinya harus sesuai, dan evaluasinya itu bukan hanya hafal tentang kaidah-kaidah tentang kemampuan kognitif saja tetapi juga yang bersifat praktikal. Berkaitan dengan evaluasi PAK, ujiannya jangan sekedar mengukur kemampuan kognitif melainkan juga kemampuan yang bersifat psikomotor, praktek dan perilaku, serta sikap peserta didik sebagai orang yang menganut ajaran agama Kristen.
4.Minimum essential dalam teori kurikulum
Dalam Undang-Undang Nomor 23 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dinyatakan bahwa pendidikan agama dan keagamaan menjadi bagian dari pendidikan nasional. PAK merupakan pendidikan yang bertujuan memberikan bekal kemampuan yang bersifat kognitif, afektif, dan psikomotor tentang suatu agama yang dianut peserta didik, khususnya agama Kristen, dengan memberikan kemampuan dalam menjalankan ajaran-ajaran Kristen sebagai seorang kristiani. Kendala yang dihadapi dalam mengajarkan PAK adalah kurang seimbangnya materi pelajaran yang diberikan dalam PAK dengan alokasi waktu yang diberikan dalam kurikulum sekolah yaitu 2-3 jam pelajaran per minggu.
Oleh karena itu, guru perlu menerapkan yang dalam teori kurikulum disebut minimum essential, yaitu kemampuan-kemampuan minimal yang harus dikuasai oleh peserta didik terkait dengan penguasaan agama Kristen, atau memberikan bekal kemampuan yang bersifat minimum tetapi essensial. Misalnya peserta didik lebih diprioritaskan mempelajari dan memahami pokok-pokok iman Kristen, atau nilai-nilai utama kristiani.
Oleh karena itu dalam merancang PAK yang harus dipilih adalah materi-materi yang penting yang minimal harus dikuasai oleh peserta didik. Itulah pokok dari essensial minimum dalam pengembangan kurikulum. Sehingga pembelajaran itu benar-benar menjadi fungsional karena sesuai dengan tujuan dan kebutuhan peserta didik yang mempelajari materi tersebut.
Guru pun harus mencari model-model pembelajaran yang efektif agar materi pelajaran yang essensial minimum itu bisa diberikan secara penuh dan dipahami peserta didik. Guru perlu membuat kriteria-kriteria essensial minimum dari pelajaran PAK di sekolah, kemudian dibuat pendalaman atau perluasannya yang proses pembelajarannya bisa di sekolah atau ekstra kurikuler. Dalam mengajarkan agama banyak tantangannya, seperti pikiran peserta didik yang pragmatis, pengaruh-pengaruh dari luar atau lingkungan, baik lokal maupun global yang membawa pengaruh negatif.
Orientasi model pembelajaran PAK perlu memperhatikan beberapa hal, pertama, mempertimbangkan kurikulum dengan memperhatikan materi essensial yang memungkinan diberikan kepada peserta didik dengan tetap mengacu pada standar nasional dalam merancang kurikulum PAK di sekolah.
Kedua, memperhatikan proses pembelajaran atau model pembelajaran PAK di sekolah baik di dalam kelas (intra kurikuler) maupun ekstra kurikuler.
Ketiga, sikap guru PAK dalam mengajar. Guru PAK tidak hanya memikirkan tuntutan kewajiban formal mengajar di sekolah. Namun memiliki jiwa dan semangat sebagai Kristen yang mempunyai kewajiban untuk mengajar menyampaikan ilmu pengetahuan dan mendidik peserta didik sehingga dapat hidup sesuai dengan nilai-nilai kristiani dan melakukan panggilannyauntuk memberitakan Injil melalui gaya hidupnya.
Mempertimbangkan kurikulum dengan memperhatikan materi essensial yang memungkinan diberikan kepada peserta didik perlu memperhatikan materi pembelajaran. Materi pembelajaran dalam kurikulum PAK kurang berorientasi pada kehidupan nyata sehari-hari peserta didik. Peserta didik lebih banyak dijejali dengan berbagai informasi dan pengetahuan. PAK dilakukan oleh guru dengan cara seperti mengajarkan mata pelajaran lain yang lebih menekankan aspek kognitif. Pemahaman terhadap materi pembelajaran akan selesai setelah mengikuti pelajaran tersebut tanpa ada dampak atau pengaruhnya (nurturant effect) terhadap peserta didik dalam perilaku kehidupannya sehari-hari. Sasaran PAK adalah membentuk perilaku peserta didik yang sesuai dengan ajaran Firman Tuhan, bukan hanya mengetahui atau memahami suatu pengetahuan. Inilah yang seharusnya dikembangkan dalam kurikulum PAK sehingga mempunyai dampak atau pengaruh yang nyata dalam kehidupan peserta didik, pada aspek pengetahuan, sikap, dan keterampilannya. Misalnya jika peserta didik mempelajari tentang ibadah bukan hanya memahami konsep tentang ibadah saja namun juga melakukan praktek ibadah tersebut.
Pengembangan PAK pada sekolah yang mengacu kepada Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP) khususnya standar sarana dan prasarana pendidikan. Pengembangan sarana dan prasarana pendidikan dilaksanakan melalui sejumlah kegiatan seperti penyediaan buku pedoman guru PAK, penyediakan buku teks atau buku pelajaran PAK, dan penyediaan alat peraga PAK.
Buku pedoman guru untuk membantu guru mencapai tujuan pengajaran yang digunakan baik untuk menyusun silabus maupun menyusun buku yang digunakan oleh guru dalam mengajar, sehingga ketika menyusun silabus akan terhindar dari kesalahan konsep. Buku pedoman guru sangat penting sebagai pedoman untuk menentukan standar kompetensi, kompetensi dasar, dan materi pembelajaran. Materi pembelajaran pada buku kurikulum hanya pokok-pokok materi pembelajaran, sehingga tugas gurulah untuk aktif dan kreatif mengembangkan materi pembelajaran tersebut.
Buku teks atau buku pelajaran merupakan sumber bahan rujukan. Buku teks sebagai sumber bahan belajar utama dalam penyusunan silabus, sebaiknya tidak satu jenis atau dari satu orang pengarang. Buku teks yang digunakan hendaknya bervariasi agar mendapatkan materi pembelajaran yang luas. Bagi guru-guru di sekolah buku pelajaran merupakan faktor yang sangat penting untuk menunjang keberhasilan pembelajaran. Oleh karena itu perlu diperhatikan scope (ruang lingkup) dan sequence (urutan) isi materinya agar mudah memudahkan dipahami baik oleh guru maupun peserta didik. Buku pelajaran PAK dalam penyusunannya hendaknya selalu memperhatikan tujuan pendidikan nasional yaitu membentuk manusia Indonesia yang bertakwa dan berbudipekerti luhur. Selain itu, dalam kurikulum pendidikan, perlu menyediakan dukungan bahan dan sarana pembelajaran seperti kitab suci, buku referensi keagamaan dan tempat ibadah.
Penyediaan alat peraga PAK berkaitan dengan media pembelajaran yang merupakan bagian integral dalam sistem pembelajaran seperti media cetak, media pembelajaran elektronik, dan sebagainya. Media cetak seperti buku, bulletin, jurnal, koran, majalah, dan sebagainya yang berkaitan langsung dengan materi PAK atau materi pelajaran yang sifatnya umum. Media elektronik adalah komputer (seperti internet), film, televisi, VCD/DVD, radio, kaset, dan sebagainya. Dari media elektronik ini yang dimanfaatkan adalah hardware (perangkat keras) dan terutama software (perangkat keras) berupa program-programnya yang berkaitan dengan PAK.
PAK dikembangkan dengan menempatkan nilai-nilai agama dan budaya luhur bangsa sebagai spirit dalam proses pengelolaan dan pembelajaran. Hal ini ditunjukan antara lain dengan mengintegrasikan wawasan keagamaan pada kurikulum pendidikan




DAFTAR PUSTAKA
An Nahlawi, Abdurrahman, (1996). PendidikanKristen di Rumah, Sekolah, dan Masyarakat. Jakarta: Gema Insani Press.
Jack L. Seymour dan Donald E. Miller .Contemporery Approaches Christian Education
Haryono,  Jurnal Teologi dan Misi  : “Pendidikan Berkualitas di Geneva “ 2012

Van Brummelen, Berjalan dengan Tuhan di dalam Kelas:Pendekatan Kristiani Untuk Pembelajaran. Jakarta:Universitas Pelita Harapan ,2009, hal.120
Wolterstorf.Mendidik untuk Kehidupan.Surabaya: Momentum, 2004
Steenbrink, Karel. A., (1986). Pesantren, Madrasah, Sekolah: PendidikanKristen dalam Kurun Modern. Jakarta: LP3ES



[1] Jack L. Seymour dan Donald E. Miller .Contemporery Approaches Christian Education
[2]  Haryono,  Jurnal Teologi dan Misi  : “Pendidikan Berkualitas di Geneva “ 2012

[4] Van Brummelen, Berjalan dengan Tuhan di dalam Kelas:Pendekatan Kristiani Untuk Pembelajaran. Jakarta:Universitas Pelita Harapan ,2009, hal.120
[5] Ibid, hlm.120
[6] Ibid, hlm.120
[7] Ibid.hal.122
                        [8]  Wolterstorf.Mendidik untuk Kehidupan.Surabaya: Momentum, 2004 , hlm.351
[9] Ibid,hlm.351

3 komentar:

  1. Mantap Pak makasih saya senang membacanya, makasih Pak.

    BalasHapus
  2. Perkenalkan : Jeslin Simatupang,Prodi Doktoral STT Paulus Medan. Jurusan Konsentrasi PAK semester IV. TA.2021/2022.

    BalasHapus