PENGEMBANGAN PAK
Dr Albet Saragih, MA.,MPdK
Abstrak
Sebagai sesuatu ilmu yang akademis tapi juga praktis, Pendidikan Agama Kristen seyogianya terus
menerus harus diadakan kajian dan penelitian
mendalam untuk pengembangan ke depan. Pengembangan itu bukan hanya
menyangkut kepada pengembangan secara akademis melalui peningkatan prodi maupun
program pascasarjana PAK yang tentunya membawa kepada pusaran
penelitian-penelitian yang mendalam yang akan tersajikan di jurnal-jurnal
nasional terakreditasi secara nasional maupun internasional. Di pihak lain,
akan terus dilakukan pengembangan kurikulum PAK, baik di gereja maupun dalam
konteks pendidikan nasional. Untuk itu, para praktisi maupun para pakar di
bidang PAK hendaknya sehati melakukan terobosan pengembangan dan kajian teologi, filosophi, kurikulum,
pendekatan, strategi, metode , kegiatan pembelajaran serta evaluasinya.
Sehingga PAK kiranya semakin membumi di Indonesia.
Kata Kunci : Pengembangan Kurikulum, Dasar teologi, pendekatan, pengasuhan,
dan evaluasi.
I.a. Dasar Pengembangan
Pendidikan
Agama Kristen (selanjutnya disingkat PAK) pada dasawarsa belakangan ini semakin
terkenal, bahkan secara akademis bertambah eksis di Indonesia. Hal itu terbukti
dengan semakin berperannya para tokoh PAK terlibat beberapakali dalam
merumuskan pembaharuan kurikulum nasional. Di sisi lain, secara akademis
pengembangan program Prodi PAK di Perguruan Tinggi Teologi Agama Kristen
(PTTAK) bukan lagi hanya bertumpu pada S1 Negeri maupun swasta, tapi puluhan
STT sudah membuka program pascasarjana prodi PAK S2 (Magister Pendidikan Kristen)
maupun program doktoral (S3) konsentrasi PAK. Hal ini satu sisi tentu
menggembirakan, karena dengan demikian kebutuhan dosen STT untuk mengajar
program S1, sesuai UU guru dan dosen, harus S2 berijazah negara(terakreditas),
dan untuk yang mengajar Pascasarjana harus Doktor berijazah negara
(terakreditas). Juga dengan ketersediaan SDM itu memberi peluang kepada STT
untuk mendapatkan dosen tetap sehingga memberi dampak kepada terbukanya 3 kesempatan , pertama, untuk terakreditasi di BNPT, sama seperti perguruan tinggi
lainnya; kedua, para dosen
mendapatkan jabatan fungsional; dan ketiga,
para dosen mendapatkan tunjangan fungsional. Sungguh suatu yang harus
disyukuri. Pada pihak lain, dengan semakin banyak PTTAK membuka dan meluluskan
para Magister Pendidikan Kristen dan Doktor Teologi pada konsentrasi PAK,
terlepas dari plus-minusnya, saya mencermati ada tanggung jawab besar yang
harus diemban untuk memajukan PAK di Indonesia; yakni melakukan pengembangan
PAK itu sendiri sehingga semakin membumi .
Saya
mencermati pembelajaran PAK masih belum mampu membangkitkan motivasi pembelajar.
Alasan utama mengapa pengajaran Injil kita kurang bersemangat, kurang berkuasa
dan kurang nyata ialah karena kita telah merasa puas hanya meminjam sistem-sistem
pendidikan buatan manusia, dan bukannya mencari sistem yang dari Allah. Para
pendidik sekuler tidak memberikan tempat yang penting terhadap keunikan wahyu
dari Firman Allah yang disampaikan oleh Roh Kudus.
Mengapa
orang Kristen harus meminjam sistem pendidikan dari dunia sekuler? Mengapa kita
tidak memakai wahyu Allah menjadi filsafah kita sendiri, cara-cara kerja Allah
yang melekat dalam struktur alam semesta? Tentu, akan ada kaitan antara yang
sekular dan yang rohani, sebab dua-duanya berhubungan dengan manusia yang sedang
belajar. Para pendidik sekular telah melakukan kajian yang lebih mendalam
terhadap para pelajar ketimbang yang telah dilakukan orang PAK. Tetapi,
dasar-dasar dan orientasi pendidikan Kristen adalah unik jika dasar-dasar itu
benar-benar bersifat Kristiani. Setiap bidang kehidupan yang dimasuki Firman
Allah mengalami perubahan.
Tujuan
pendidikan Kristen telah dinyatakan dengan sempurna dalam Efesus 4:13, “sampai kita semua telah mencapai kesatuan
iman dan pengetahuan yang benar tentang anak Allah, kedewasaan penuh, dan
tingkat pertumbuhan yang sesuai dengan kepenuhan Kristus.” Keserupaan
dengan Kristus adalah pengalaman batin yang menyatakan dirinya secara lahiriah.
a.
Pendekatan PAK
Menurut Jack L. Seymour
dan Donald E. Miller dalam Contemporery
Approaches Christian Education[1] , mengemukakan adanya beberapa pendekatan
Pendidikan Agama Kristen yang biasa
berkembang saat ini , yaitu :Pertama,
Pengajaran Agama Kristen. Tujuannya
adalah membantu peserta didik dalam perjumpamaannya dengan tradisi kristiani
dan Wahyu Allah untuk memahmi , memikirkan, meyakini dan mengambil keputusan
berdasarkan isi pengajarannya. Pendekatan ini menekankan pola belajar teratur atau terencana.
Kedua,
persekutuan dan ibadah. Tujuannya adalah membantu umat untuk memahmi dan menghayati arti dari menjadi umat Allah
dan umat beriman di dalam dunia ini. Strategi belajar mengajar berakar pada
kehidupan dan pengalaman mereka sebagai gereja Tuhan. Ketiga , pengembangan spiritual. Tujuan utama dalam pendekatan ini
ialah membantu peserta didik berpartisipasi dalam tradisi imannya, supaya
mereka menjadi orang Kristen yang
dewasa. Pembebasan, tujuan pendekatan ini adalah mendorong umat untuk
menghayati gaya hidup kristiani dalam upaya bersama-sama mewujudkan perubahan
dunia ke arah yang lebih manusiawi. Keempat,penafsiran,
bertujuan untuk membantu sesorang mempelajari keterampilan berkenaan dengan
tradisi iman dengan pengalaman nyata kehidupan sehari-hari.[2]
b. Prinsip
Metode Pola Asuh di Sekolah Kristen
Dalam upaya mewujudkan metode pola pola asuh di
Sekolah Kristen dapat dilakukan melalui
pendekatan-pendekatan berikut : (1) Firman Allah sebagai gaya hidup, (2)
penerapan disiplin, (3) interaksi penuh kasih, (4) pencapaian kualitas akademik
pembelajaran, (5) pengembangan bakat dan minat, (6) kesejahteraan, (7) pengayoman.
Ketujuh pendekatan ini dapat terwujudkan melalui prinsip-prinsip berikut.
c.
Kurikulum Sekolah Kristen
Pendidikan merupakan usaha manusia dalam mempelajari dan mendapatkan pengetahuan.
Alkitab, adalah Firman TUHAN yang memiliki otoritas
untuk kehidupan hidup Kristen. Orang
percaya mengungkapkan segala pujian dan rasa syukur atas segala perbuatanNya.
Ilmu pengetahuan adalah buah dari hikmat dan akal budi yang Tuhan berikan,
sehingga manusia dapat mengembangkan dirinya, mengelola alam sekitarnya (Kej
1:28) Sehubungan dengan itu, menurut Eva
Frederika dkk dari Universitas Pelita Harapan, Tangerang, pengetahuan seharusnya
dipergunakan untuk mengagungkan kebesaran Tuhan bukankah manusia yang adalah ciptaanNya[3] . Landasan pelaksanaan pendidikan terdapat dalam tiga perintah Alkitab,
yaitu Mandat Penciptaan, Amanat Agung, dan Perintah Agung[4]. Dalam Mandat Agung, Tuhan memberikan perintah penciptaan kepada manusia
untuk menjaga dan melayani (Kej 1:28; 2:15; Maz 8:6-8). Sekolah harus
memberikan pengajaran kepada murid untuk memiliki kemampuan dalam menjaga dunia
ini, melalui materi kognitif dan keterampilan[5]. Kejatuhan manusia jatuh ke dalam dosa,
membuat Yesus turun ke dalam dunia menyelamatkan,
dan memulihkan agar setiap orang yang percaya kepadaNya tidak binasa melainkan
memperoleh hidup yang kekal (Joh 14:6). Oleh karena itu, sekolah harus dapat menantang murid untuk menyerahkan
hidup kepada Yesus Kristus dan memahami implikasinya, artinya mengajarkan
murid-murid untuk memakai kacamata Firman dalam menghadapi masalah-masalah
pribadi maupun masyarakat, dengan mengembangkan karakter dan kecerdasan murid
untuk bertindak berlandaskan prinsip Alkitabiah yang diajarkan Yesus Kristus[6]. Setelah dosa kita ditebus oleh darah Yesus Kristus, kita harus hidup di dalam
perintah agungNya untuk mengasihi Tuhan
Allah dengan sepenuh hati dan sesama manusia seperti diri sendiri (Luk 10:27).
Dalam hal ini, guru harus mengajarkan murid mempelajari visi kekristenan dalam
kehidupan dan membantu murid membukakan karunia mereka dengan saling melayani
satu sama lain, berbagi kebahagiaan, dan membantu menanggung beban[7]
Sehubungan
dengan tiga perintah Alkitab tersebut, maka tugas Pendidikan Agama Kristen
secara keseluruhan memiliki dua dimensi, yaitu tugas penyembuhan dan tugas perkembangan[8].
Dalam tugas penyembuhan, sekolah harus dapat menjadi pengalaman yang
menyembuhkan bagi para murid maupun para guru. Para guru harus mempunyai dua
mata dalam menjalankan tugasnya di sekolah, yaitu satu mata untuk mendidik dan
memperhatikan para muridnya , dan satu
mata berikutnya untuk menangis bersama para muridnya bila mereka terluka di
luar sekolah agar mereka tahu bahwa sekolah adalah tempat yang aman untuk
berlindung [9].
d.
Tantangan dihadapi pendidikan dalam mengembangkan kecakapan abad ke -21
Untuk membantu pembelajar PAK
mencapai tingkat partisipasi penuh di masyarakat, maka pengajar harus
memusatkan perhatian pada kecakapan-kecakapan di abad ke-21 yang ada di bawah
ini, dan membantu para pembelajar beradaptasi terhadap perubahan sosial dan
teknologi:
1). Akuntabilitas dan Kemampuan beradaptasi —
Menjalankan tanggung jawab pribadi dan fleksibitas secara pribadi, pada
tempat kerja, dan hubungan masyarakat; menetapkan dan mencapai standar dan
tujuan yang tinggi untuk diri sendiri dan orang lain; memaklumi kerancuan.
2). Kecakapan Berkomunikasi —
Memahami, mengelola, dan menciptakan komunikasi yang efektif dalam berbagai
bentuk dan isi secara lisan, tulisan, dan multimedia.
3). Kreatifitas dan Keingintahuan Intelektual —
Mengembangkan, melaksanakan, dan menyampaikan gagasan-gagasan baru kepada yang
lain; bersikap terbuka dan responsif terhadap perspektif baru dan berbeda.
4). Berpikir Kritis dan Berpikir dalam Sistem —
Berusaha untuk memberikan penalaran yang masuk akal dalam memahami dan membuat
pilihan yang rumit; memahami interkoneksi antara sistem.
5). Kecakapan Melek Informasi dan Media —
Menganalisa, mengakses, mengelola, mengintegrasi, mengevaluasi, dan menciptakan
informasi dalam berbagai bentuk dan media.
6). Kecakapan Hubungan Antar Pribadi dan Kerjasama —
Menunjukkan kerjasama berkelompok dan kepemimpinan; beradaptasi dalam berbagai
perandan tanggungjawab; bekerja secara produktif dengan yang lain; menempatkan
empati pada tempatnya; menghormati perspektif berbeda.
7). Identifikasi masalah, Penjabaran, dan Solusi —
Kemampuan untuk menyusun dan mengungkapkan, menganalisa, dan menyelesaikan
masalah.
8). Pengarahan Pribadi — Memonitor pemahaman diri
dan mempelajari kebutuhan pembelajaran, menemukan sumber-sumber yang
tepat, mentransfer pembelajaran dari satu bidang ke bidang lainnya.
9). Tanggung Jawab Sosial —
Tanggung jawab dalam bertindak dengan mengutamakan kepentingan masyarakat yang
lebih besar; menunjukkan perilaku etis secara pribadi, pada tempat kerja, dan
hubungan antar masyarakat.[10]
II. Pengembangan Pendidikan
Agama Kristen pada sekolah di bawah naungan pemerintah, mengacu kepada
Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan
(SNP) terutama pada standar isi, standar proses pembelajaran, standar pendidik
dan tenaga kependidikan, serta sarana dan prasarana pendidikan.
Pengembangan PAK pada sekolah juga mengimplementasikan Peraturan Pemerintah
Nomor 55 Tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan, bahwa
pendidikan Kristen dapat diklasifikasikan ke dalam tiga bentuk: Pertama,
pendidikan agama diselenggarakan dalam bentuk PAK di satuan pendidikan pada
semua jenjang dan jalur pendidikan. Kedua, pendidikan umum berciri Kristen pada
satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan
pendidikan tinggi pada jalur formal dan non formal, serta informal. Ketiga,
pendidikan keagamaan Kristen pada berbagai satuan pendidikan sekolah minggu dan
sekolah Alkitab yang diselenggarakan pada jalur formal non formal, serta
informal.
Kendala dan tantangan dalam pelaksanaan pembelajaran PAK di sekolah antara
lain; waktunya sangat terbatas, selama
ini masih banyak yang 2 jam pelajaran
per minggu. Menghadapi kendala dan tantangan ini, maka guru yang menjadi ujung
tombak pembelajaran di lapangan/sekolah, perlu merumuskan model pembelajaran
sebagai implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), khususnya
kurikulum mikro pada kurikulum PAK di sekolah. Cara yang bisa ditempuh guru
dalam menambah pembelajaran PAK melalui pembelajaran ekstra kurikuler dan tidak
hanya pembelajaran formal di sekolah. Pembelajaran dilakukan bisa di sekolah,
yaitu di kelas atau di rumah atau tempat
yang disetujui. Waktu belajarnya tentu diluar jam pelajaran formal. Cara ini
memang membutuhkan tambahan fasilitas, waktu, dan tenaga guru, tapi itulah
tantangan guru yang tidak hanya mengajar tetapi memiliki semangat dakwah untuk
menyebarkan ilmu di mana pun dan kapan pun. Untuk itu diperlukan koordinasi dan
kerja sama yang baik antara guru dengan orang tua.
Gambaran umum tentang mutu PAK di sekolah belum memenuhi harapan-harapan
dalam peningkatan kualitas PAK di sekolah yang menjadi agama sebagai benteng
moral bangsa. Kondisi ini dipengaruhi sekurang-kurangnya oleh tiga faktor,
yaitu pertama sumber daya guru, kedua
pelaksanaan PAK, dan ketiga terkait
dengan kegiatan evaluasi dan pengujian tentang PAK di sekolah.
1. Sumber daya manusia ( guru)
Pendidikan mutu guru sebagai pendidik dan tenaga kependikan dilaksanakan
dengan mengacu pada standar pendidik dan tenaga kependidikan mata pelajaran
dalam Standar Nasional Pendidikan (SNP). Untuk itu dilakukan kegiatan-kegiatan
penyediaan guru PAK untuk satuan pendidikan peserta didik usia dini, pendidikan
dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi pada jalur formal dan non
formal, serta informal. Dilakukan pula pendidikan dan pelatihan metode
pembelajaran PAK, pemberian bea peserta didik Strata 1 (S – 1) untuk guru PAK,
dan juga melakukan sertifikasi guru PAK.
Guru PAK di sekolah dilihat dari segi latar belakang pendidikan kira-kira
60% khususnya sudah mencapai S – 1 dari berbagai lembaga pendidikan tinggi.
Namun lulusan S1 ini belum mejadikan guru yang bermutu dalam menyampaikan PAK.
Oleh karena itu guru perlu dibina dalam bentuk kelompok kerja guru mata pelajaran
yang dikenal dengan Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) untuk meningkatkan
kemampuannya, karena peningkatan kemampuan itu harus dilakukan secara
terus-menerus, belajar sepanjang hayat. Apalagi zaman sekarang perkembangan
ilmu pengetahuan sangat pesat yang jika tidak diikuti maka guru akan
ketinggalan informasi. Di MGMP digunakan sebagai forum meningkatkan kemampuan
secara internal melalui upaya diskusi kelompok atau belajar kelompok. Dengan
demikian guru-guru tidak terlalu berat meninggalkan waktu sekolah, tetapi tetap
harus datang ke tempat-tempat yang telah ditunjuk untuk kuliah tatap muka.
Ada dua jalur/cara dalam rangka peningkatan kualitas kemampuan guru,
pertama adanya jalur resmi untuk mengikuti pendidikan S1, kedua yang rutin
mengikuti kegiatan-kegiatan melalui Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP). Dari
kedua jalur ini, diharapkan guru PAK di sekolah tidak berjalan begitu saja dan
kemampuannya juga tidak meningkat.
2. Pelaksanaan PAK
Pelaksanaan proses pembelajaran PAK berorientasi pada penerapan Standar
Nasional Pendidikan. Untuk itu dilakukan kegiatan-kegiatan seperti pengembangan
metode pmbelajaran PAK, pengembangan kultur budaya Kristen dalam proses
pembelajaran, dan pengembangan kegiatan-kegiatan kerohanian Kristen dan
ekstrakurikuler.
Pelaksanaan PAK di sekolah masih menunjukkan keadaan yang memprihatinkan.
Banyak faktor yang menyebabkan keprihatinan itu, antara lain : Pertama, dari segi jam pelajaran yang
disediakan oleh sekolah secara formal, peserta didik dikalkulasikan masih ada
sekolah yang waktunya hanya 2 jam pelajaran per minggu untuk pembelajaran PAK.
Implikasinya bagi peserta didik adalah hasil belajar yang diperolehnya sangat
terbatas. Sedangkan implikasi bagi guru itu sendiri adalah guru dituntut untuk
melaksanakan kewajiban menyelenggarakan proses pembelajaran sebanyak 24 jam per
minggu. Yang jadi persoalan adalah kalau seorang guru agama ditugasi mengajar
di sekolah, misalnya di sekolah dasar (SD) ada 6 kelas kemudian di satu kelas
guru mengajar 3 jam pelajaran, sehingga maksimal pembelajaran yang dilaksanakan
guru adalah 18 jam pelajaran. Berarti guru tidak memenuhi kewajiban sesuai
dengan tugas yang diberikan oleh pemerintah. Guru tersebut tidak berhak
memperoleh tunjangan kecuali ia menambah jam mengajarnya di sekolah lain.
Tuntutan itu harus benar-benar diperhitungkan karena pemerintah memberikan dan
menaikkan tunjangan-tunjangan bukan hanya gaji kepada guru yang melaksanakan
tugas kewajibannya sesuai dengan jumlah jam pelajaran yang sudah ditentukan. Upaya
pemerintah ini cukup bagus yaitu dengan menaikkan kesejahteraan guru. Kemudian
supaya guru-guru memenuhi tuntutan itu, maka guru dapat menggunakan ekstra
kurikuler di dalam pembinaan agamaKristen. Untuk ekstra kurikuler banyak yang
bisa dilakukan. Misalnya membina peserta didik dalam Sekolah Minggu, Ibadah
remaja atau ibadah pemuda.
Pelaksanaan PAK tidak hanya disampaikan secara formal dalam suatu proses
pembelajaran oleh guru agama, namun dapat pula dilakukan di luar proses
pembelajaran dalam kehidupan sehari-hari. Guru bisa memberikan pendidikan agama
ketika menghadapi sikap atau perilaku peserta didik. Pendidikan agama merupakan
tugas dan tanggung jawab bersama semua guru. Artinya bukan hanya tugas dan
tanggung jawab guru agama saja melainkan juga guru-guru bidang studi lainnya.
Guru-guru bidang studi itu bisa menyisipkan pendidikan agama ketika memberikan
pelajaran bidang studi. Dari hasil pendidikan agama yang dilakukan secara
bersama-sama ini, dapat membentuk pengetahuan, sikap, perilaku, dan pengalaman
keagamaan yang baik dan benar. Peserta didik akan mempunyai akhlak mulia,
perilaku jujur, disiplin, dan semangat keagamaan sehingga menjadi dasar untuk
meningkatkan kualitas dirinya.
3. Melakukan Evaluasi.
Mengenai evaluasi PAK ini terkadang terjadi hal-hal yang di luar dugaan.
Misalnya ada peserta didik yang jarang sekolah, malas dan merasa terpaksa
mengikuti pelajaran agama, tetapi ketika dievaluasi dia mendapatkan nilai yang
lebih tinggi dibandingkan dengan peserta didik yang rajin belajar agama.
Artinya yang salah itu adalah evaluasinya karena yang dilakukan hanyalah
mengukur unsur kognitifnya saja. Oleh karena itu evaluasi PAK jangan hanya
mengandalkan evaluasi kemampuan kognitif saja, tetapi harus dievaluasi juga
sikap, prakteknya atau keterampilan (psikomotor) dan sikapya (afektif). Guru
melakukan pengamatan terhadap perilaku sehari-hari peserta didik tersebut
apakah peserta didik itu shalat? Kalau dilaksanakan apakah shalatnya benar
sesuai tata caranya? Evaluasi ini sebetulnya menentukan status peserta didik
tentang hasil belajarnya itu apakah sudah mencapai tujuan yang ingin dicapai
atau tidak. Kalau tujuan agama itu adalah supaya peserta didik bisa menjalankan
agamaKristen dengan baik maka evaluasinya harus sesuai, dan evaluasinya itu
bukan hanya hafal tentang kaidah-kaidah tentang kemampuan kognitif saja tetapi
juga yang bersifat praktikal. Berkaitan dengan evaluasi PAK, ujiannya jangan
sekedar mengukur kemampuan kognitif melainkan juga kemampuan yang bersifat
psikomotor, praktek dan perilaku, serta sikap peserta didik sebagai orang yang
menganut ajaran agama Kristen.
4.Minimum essential dalam teori kurikulum
Dalam Undang-Undang Nomor 23 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
dinyatakan bahwa pendidikan agama dan keagamaan menjadi bagian dari pendidikan
nasional. PAK merupakan pendidikan yang bertujuan memberikan bekal kemampuan
yang bersifat kognitif, afektif, dan psikomotor tentang suatu agama yang dianut
peserta didik, khususnya agama Kristen, dengan memberikan kemampuan dalam
menjalankan ajaran-ajaran Kristen sebagai seorang kristiani. Kendala yang
dihadapi dalam mengajarkan PAK adalah kurang seimbangnya materi pelajaran yang
diberikan dalam PAK dengan alokasi waktu yang diberikan dalam kurikulum sekolah
yaitu 2-3 jam pelajaran per minggu.
Oleh karena itu, guru perlu menerapkan yang dalam teori kurikulum disebut minimum essential, yaitu kemampuan-kemampuan
minimal yang harus dikuasai oleh peserta didik terkait dengan penguasaan agama
Kristen, atau memberikan bekal kemampuan yang bersifat minimum tetapi
essensial. Misalnya peserta didik lebih diprioritaskan mempelajari dan memahami
pokok-pokok iman Kristen, atau nilai-nilai utama kristiani.
Oleh karena itu dalam merancang PAK yang harus dipilih adalah materi-materi
yang penting yang minimal harus dikuasai oleh peserta didik. Itulah pokok dari
essensial minimum dalam pengembangan kurikulum. Sehingga pembelajaran itu
benar-benar menjadi fungsional karena sesuai dengan tujuan dan kebutuhan
peserta didik yang mempelajari materi tersebut.
Guru pun harus mencari model-model pembelajaran yang efektif agar materi
pelajaran yang essensial minimum itu bisa diberikan secara penuh dan dipahami
peserta didik. Guru perlu membuat kriteria-kriteria essensial minimum dari
pelajaran PAK di sekolah, kemudian dibuat pendalaman atau perluasannya yang
proses pembelajarannya bisa di sekolah atau ekstra kurikuler. Dalam mengajarkan
agama banyak tantangannya, seperti pikiran peserta didik yang pragmatis,
pengaruh-pengaruh dari luar atau lingkungan, baik lokal maupun global yang
membawa pengaruh negatif.
Orientasi model pembelajaran PAK perlu memperhatikan beberapa hal, pertama,
mempertimbangkan kurikulum dengan memperhatikan materi essensial yang
memungkinan diberikan kepada peserta didik dengan tetap mengacu pada standar
nasional dalam merancang kurikulum PAK di sekolah.
Kedua, memperhatikan proses pembelajaran atau
model pembelajaran PAK di sekolah baik di dalam kelas (intra kurikuler) maupun
ekstra kurikuler.
Ketiga, sikap guru PAK dalam mengajar. Guru PAK
tidak hanya memikirkan tuntutan kewajiban formal mengajar di sekolah. Namun
memiliki jiwa dan semangat sebagai Kristen yang mempunyai kewajiban untuk
mengajar menyampaikan ilmu pengetahuan dan mendidik peserta didik sehingga
dapat hidup sesuai dengan nilai-nilai kristiani dan melakukan panggilannyauntuk
memberitakan Injil melalui gaya hidupnya.
Mempertimbangkan kurikulum dengan memperhatikan materi essensial yang memungkinan
diberikan kepada peserta didik perlu memperhatikan materi pembelajaran. Materi
pembelajaran dalam kurikulum PAK kurang berorientasi pada kehidupan nyata
sehari-hari peserta didik. Peserta didik lebih banyak dijejali dengan berbagai
informasi dan pengetahuan. PAK dilakukan oleh guru dengan cara seperti
mengajarkan mata pelajaran lain yang lebih menekankan aspek kognitif. Pemahaman
terhadap materi pembelajaran akan selesai setelah mengikuti pelajaran tersebut
tanpa ada dampak atau pengaruhnya (nurturant
effect) terhadap peserta didik dalam perilaku kehidupannya sehari-hari.
Sasaran PAK adalah membentuk perilaku peserta didik yang sesuai dengan ajaran
Firman Tuhan, bukan hanya mengetahui atau memahami suatu pengetahuan. Inilah
yang seharusnya dikembangkan dalam kurikulum PAK sehingga mempunyai dampak atau
pengaruh yang nyata dalam kehidupan peserta didik, pada aspek pengetahuan,
sikap, dan keterampilannya. Misalnya jika peserta didik mempelajari tentang
ibadah bukan hanya memahami konsep tentang ibadah saja namun juga melakukan
praktek ibadah tersebut.
Pengembangan PAK pada sekolah yang mengacu kepada Peraturan Pemerintah
Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP) khususnya standar
sarana dan prasarana pendidikan. Pengembangan sarana dan prasarana pendidikan
dilaksanakan melalui sejumlah kegiatan seperti penyediaan buku pedoman guru
PAK, penyediakan buku teks atau buku pelajaran PAK, dan penyediaan alat peraga
PAK.
Buku pedoman guru untuk membantu guru mencapai tujuan pengajaran yang
digunakan baik untuk menyusun silabus maupun menyusun buku yang digunakan oleh
guru dalam mengajar, sehingga ketika menyusun silabus akan terhindar dari
kesalahan konsep. Buku pedoman guru sangat penting sebagai pedoman untuk
menentukan standar kompetensi, kompetensi dasar, dan materi pembelajaran.
Materi pembelajaran pada buku kurikulum hanya pokok-pokok materi pembelajaran,
sehingga tugas gurulah untuk aktif dan kreatif mengembangkan materi
pembelajaran tersebut.
Buku teks atau buku pelajaran merupakan sumber bahan rujukan. Buku teks
sebagai sumber bahan belajar utama dalam penyusunan silabus, sebaiknya tidak
satu jenis atau dari satu orang pengarang. Buku teks yang digunakan hendaknya
bervariasi agar mendapatkan materi pembelajaran yang luas. Bagi guru-guru di
sekolah buku pelajaran merupakan faktor yang sangat penting untuk menunjang
keberhasilan pembelajaran. Oleh karena itu perlu diperhatikan scope (ruang lingkup) dan sequence (urutan) isi materinya agar
mudah memudahkan dipahami baik oleh guru maupun peserta didik. Buku pelajaran
PAK dalam penyusunannya hendaknya selalu memperhatikan tujuan pendidikan
nasional yaitu membentuk manusia Indonesia yang bertakwa dan berbudipekerti
luhur. Selain itu, dalam kurikulum pendidikan, perlu menyediakan dukungan bahan
dan sarana pembelajaran seperti kitab suci, buku referensi keagamaan dan tempat
ibadah.
Penyediaan alat peraga PAK berkaitan dengan media pembelajaran yang
merupakan bagian integral dalam sistem pembelajaran seperti media cetak, media
pembelajaran elektronik, dan sebagainya. Media cetak seperti buku, bulletin,
jurnal, koran, majalah, dan sebagainya yang berkaitan langsung dengan materi
PAK atau materi pelajaran yang sifatnya umum. Media elektronik adalah komputer
(seperti internet), film, televisi, VCD/DVD, radio, kaset, dan sebagainya. Dari
media elektronik ini yang dimanfaatkan adalah hardware (perangkat keras) dan terutama software (perangkat keras) berupa program-programnya yang berkaitan
dengan PAK.
PAK dikembangkan dengan menempatkan nilai-nilai agama dan budaya luhur
bangsa sebagai spirit dalam proses pengelolaan dan pembelajaran. Hal ini
ditunjukan antara lain dengan mengintegrasikan wawasan keagamaan pada kurikulum
pendidikan
DAFTAR PUSTAKA
An Nahlawi, Abdurrahman, (1996).
PendidikanKristen di Rumah, Sekolah, dan Masyarakat. Jakarta: Gema Insani
Press.
Jack L.
Seymour dan Donald E. Miller .Contemporery
Approaches Christian Education
Haryono, Jurnal Teologi dan Misi : “Pendidikan Berkualitas di Geneva “ 2012
Van Brummelen, Berjalan dengan Tuhan di dalam Kelas:Pendekatan Kristiani Untuk
Pembelajaran. Jakarta:Universitas
Pelita Harapan ,2009, hal.120
Wolterstorf.Mendidik untuk
Kehidupan.Surabaya: Momentum, 2004
Steenbrink, Karel. A., (1986). Pesantren,
Madrasah, Sekolah: PendidikanKristen dalam Kurun Modern. Jakarta: LP3ES
http://lenterakecil.com/mengembangkan-kecakapan-abad-ke-21/, diakses 25 April 2016
http://170v1a17a.blogspot.com/2012/09/kurikulum-kristen.html18Oktober 2013http://hspai.or.id/component/content/article/19-terkini/343-pengembangan-pendidikan-agama-islam-di-sekolah.html, diakses 21 april 2016
[1]
Jack L. Seymour dan Donald
E. Miller .Contemporery Approaches
Christian Education
[2] Haryono, Jurnal Teologi dan Misi : “Pendidikan Berkualitas di Geneva “ 2012
[4] Van Brummelen, Berjalan
dengan Tuhan di dalam Kelas:Pendekatan Kristiani Untuk
Pembelajaran. Jakarta:Universitas Pelita
Harapan ,2009, hal.120
[10]
http://lenterakecil.com/mengembangkan-kecakapan-abad-ke-21/,
diakses 25 April 2016
Mantap Pak makasih saya senang membacanya, makasih Pak.
BalasHapusPerkenalkan : Jeslin Simatupang,Prodi Doktoral STT Paulus Medan. Jurusan Konsentrasi PAK semester IV. TA.2021/2022.
BalasHapusSalam kenal Pak. Apa kabar?
BalasHapus