Kamis, 30 Maret 2017

POLA ASUH KRISTEN (KAJIAN TEOLOGI, PEDAGOGI, METODOLOGI) DAN IMPLEMENTASINYA DI SEKOLAH



  

POLA ASUH KRISTEN (KAJIAN TEOLOGI,
PEDAGOGI, METODOLOGI) DAN IMPLEMENTASINYA DI SEKOLAH
 Sinopsis Disertasi
1.            Latar Belakang Masalah
Indonesia saat ini, menurut berbagai kalangan,  mengalami kemerosotan di berbagai dimensi. Mulai dari kemerosotan moral sebagian rakyat dan pejabat negara, kemerosotan komitmen terhadap bernegara dan berbangsa, termasuk kemerosotan  nilai-nilai  kemanusiaan  dari pimpinan perusahaan negara maupun swasta nasional dan swasta asing. Contoh kasus : Outsorching, UMR (Upah Minimum Regional), tanpa jaminan kesehatan pekerja, perampokan tanah rakyat, kemerosotan jiwa keadilan para pemimpin politik, hukum dan keamanan negara. Keberpihakan pemimpin negara kepada Neo Liberalis, Neo Kapitalisme, politik pasar bebas, tidak melindungi rakyat. Demikian persoalan krusial yang dihadapi bangsa Indonesia dewasa ini menurut  Bungaran Antonius Simanjuntak,  Guru besar Antropologi Universitas Negeri Medan[1]. Kemerosotan-kemerosotan di berbagai   dimensi kehidupan ini, adalah  salah satu dampak langsung ataupun tidak langsung dari kemerosotan kualitas  pendidikan beberapa dasawarsa terakhir  ini.
Kekristenan adalah bagian melekat di dalam bingkai berbangsa dan bernegara Indonesia. Karenanya , orang-orang  Kristen juga tidak luput sebagai ikut serta menjadi penyebab dari kemerosotan-kemerosotan di atas. Apa yang seharusnya menjadi panggilannya untuk menjadi garam dan terang dunia sebagai makin terabaikan. Keasinan dari garam itu sudah sangat hambar sehingga tidak berdaya  lagi memberi rasa untuk mencegah pembusukan yang sedang terjadi pada bangsa dan negara Indonesia ini.
Demikian halnya terang dari orang-orang  Kristen di daerah ini, cahayanya sudah sangat redup, seperti pelita yang kehabisan minyak, tidak berdaya lagi memecah pekatnya kegelapan malam. Salah satu sumber penyebab dari kemerosotan itu adalah pada karakter  kristiani belum dapat disumbangan secara signifikan oleh dunia Pendidikan Agama  Kristen. Sebagai sumber pembentukan, pelestarian dan pembaruan budaya masyarakat, sekolah-Sekolah  Kristen dari Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) hingga  Perguruan Tinggi (PT) seyogianya menjadi salah satu wadah pembentuk karakter kristiani untuk mentransformasi budaya bangsa ke arah yang lebih baik, lebih maju, lebih beradab dan sejahtera berkemakmuran. Namun tak dinyana gejala penyakit masyarakat Indonesia seperti KKN, aji mumpung, menghalalkan segala cara demi tujuan, dan suka menyogok, enggan bekerja keras, tamak , konsumeris, perjudian, percabulan , serta tindakan tak bermoral lainnya juga melanda warga kristiani. Menurut David Taylor, Dubes Selandia Baru di Indonesia ,” sejumlah hal yang menjadi pemicu prilaku korupsi , khususnya yang melibatkan para pejabat negara adalah : Pertama, tidak adanya budaya malu ; kedua, kurangnya pemberian contoh kesederhanaan dari pejabat atas terhadap bawahannya; ketiga, lemahnya penegakan hukum (rule of law) [2]”.
Pertanyaannya adalah, apa yang salah pada sekolah-sekolah    Kristen  ? Bukankah sudah teruji dalam sejarah bahwa sekolah-Sekolah  Kristen di masa lalu,  dikelola dengan hati penuh pengabdian , mampu menghasilkan lulusan –lulusan  bermutu tinggi sehingga dapat mengisi formasi jabatan-jabatan  penting di negara ini.Saat ini komunitas kristiani menghadapi persaingan luar biasa dari berbagai komunitas  lain di Indonesia . Suka atau tidak,  saat ini  juga diperhadapkan dengan persaingan global. Para orangtua dalam mendidik anaknya harus bersaing dengan kemajuan teknologi informasi. Contoh sederhana, untuk mendengar nasehat atau wejangan orangtua di rumah mungkin anak-anak kita tidak mampu bertahan duduk diam hingga satu jam saja. Tapi menonton sinetron yang hampir semuanya diwarnai ajaran agama lain, atau bermain play station, game on line dari internet, jangankan satu jam, berjam-jam dia habiskan waktunya.
Menurut Yudhistira ANM Massardi :”Tantangan abad ke-21 dan generasi 2045 (menandai 100 tahun Proklamasi Kemerdekaan) adalah membangun manusia bebas yang berkeahlian sesuai minat dan kemampuan individual (era inteligensia). .. Pendidikan menuju masa depan adalah pendidikan yang membebaskan , membuka pintu bagi anak didik agar bisa mewujudkan cita-cita sesuai minat dan bakat masing-masing . Mereka akan menjadi pribadi mandiri yang siap saling berkolaborasi[3]. Bagaimanakah orangtua  Kristen memiliki pola asuh dalam mengasuh anaknya  di era persaingan global ini ? Apakah masih tetap mengandal tradisi, “ sebagaimana aku diasuh oleh orangtuaku, demikian juga aku mengasuh anakku” . Atau menyesuaikan diri dengan kemajuan “zaman” ;”eme na masak digagat ursa, aha na masa ima ta ula[4] ? Kalau sudah begitu, bagaimana jadinya generasi masa  depan kita.  Di manakah  implikasi  buah-buah dari pola asuhkristiani  yang didapatkan selama ini ? Tidakkah berbuah asuhkristiani  yang tersosialisasi di tengah-tengah keluarga dan Pendidikan Agama  Kristen  selama ini ?
Di manakah peranan alumni sekolah-Sekolah  Kristen di  tengah-tengah krisis multi dimensi sekarang ini ? Bukankah mereka yang telah diasuh dengan sistem pendidikan berbasis nilai-nilai iman  Kristen yang seyogianya dapat menjadi panutan dalam keteguhan imannya, integritasnya,moral dan etikanya,  semangat pengabdiannya, kesederhanaannya, kekritisannya,  seperti Tuhan Yesus  yang menjadi standar hidup orang percaya ? Menurut Jongkers Tampubolon, Rektor Universitas HKBP Nomensen Medan dalam suatu acara wisuda di kampusnya , para alumni Sekolah  Kristen, ditantang untuk memberi kontribusi bagi perbaikan sistem pendidikan di negeri ini, yang saat ini menjadi sorotan karena semakin kehilangan karakter dan bahkan menurut berbagai kalangan pendidikan kita sedang dalam krisis peran, krisis fokus, krisis kurikulum, krisis proses, dan krisis visi. Dunia pendidikan kita saat ini , menurutnya, menjadi objek kepentingan politik[5]
Hadirnya Sekolah-Sekolah  Kristen dari Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) hingga Perguruan Tinggi di Indonesia ,  dipercayai adalah perwujudan dari panggilan  sebagai umat Tuhan. Selain memiliki nilai teologis[6], misiologis[7], dan historis[8] sekolah-Sekolah  Kristen juga adalah menjadi tempat pesemaian atau “kawah candramuka” bagi generasi muda  Kristen yang menghasilkan insan yang beriman, berilmu dan bermoral, serta berpengabdian tangguh, mandiri, kritis, tetapi berhati hamba[9]. Pendidikan, menurut  Fredrick J. McDonald , “ sebagai kegiatan atau proses yang diarahkan untuk merubah tabiat (behavior) manusia “.  Sementara itu, M.J. Langeveld menyatakan, “Pendidikan sebagai pekerjaan membimbing anak didik menuju kedewasaan dalam kemandirian”. Tampaknya Langeveld terinspirasi teori  Horace Bushnell (1802-1860)  yang memperkenalkan teori Christian Nurture (Asuhan  Kristen),  menganggap  pendidikan adalah proses regenerasi tugas dan tanggung jawab dari orang dewasa ke anak-anak yang dilakukan berkesinambungan. Arthur F. Holmes dalam Thomas H. Groom  menyatakan : “Sekolah  Kristen terpanggil untuk melengkapi anak didik” [10] . Dari pendapat di atas, dapat dipahami bahwa pendidikan baik di tengah-tengah keluarga maupun di Sekolah  Kristen merupakan panggilan terhadap sosialisasi nilai-nilai kristiani dalam rangka kedewasaan dan kemandirian anak-anak.  Untuk itu, sekolah-Sekolah  Kristen harus dikelola dengan  manejeman modern berbasis kontekstualitas, di mana para pendidik dan nara didiknya diasuh dengan kasih yang tulus,lemah lembut,  berlandaskan Firman Tuhan, cermat, dan bijaksana.
Demikian halnya guru-guru di  Sekolah-Sekolah  Kristen memiliki pola asuh Kristen dalam mengasuh anak-anak didiknya. Prinsip pola asuh  Kristen itu juga mewarnai kebijakan-kebijakan dan  sikap perlakukan para yayasan atau pemimpin/pengelola Sekolah  Kristen mengasuh para staf tenaga kependidikan dan non kependidikannya. Sehingga semua komponen bersinergi menghasilkan lulusan yang berkualitas tinggi; baik dalam IPTEK, karakter, maupun semangat pengabdian.
Pendidikan Agama  Kristen (PAK)  mempromosikan tujuannya yang mengutamakan pola asuh dan pembentukan karakter orang-orang  Kristen. Pendidikan kristiani ini menggunakan pendekatan progresive experiental (masalah-masalah kehidupan) sebagai titik tolak. Pendidikan Agama  Kristen (PAK) kemudian menekankan perlunya mentransmisikan warisan-warisan kristiani sebagai muatan utama dalam pendidikan[11] . Adapun warisan –warisan kristiani yang dimaksud di antaranya  menyangkut :  iman, pengharapan, kasih, serta  karakter pengabdian sebagai hamba, sama seperti teladan Tuhan Yesus  .
Di Sekolah  Kristen, guru  tidak hanya menonjolkan fungsinya sebagai pengajar. Akan tetapi guru berperan menjadi orangtua kedua  bagi murid-murid untuk  melakukan pola asuh Kristen kepada mereka.  Dalam hal ini guru harus dapat memberikan pola asuh  Kristen yang tepat sesuai dengan perkembangan anak, agar  dapat mewujudkan pola asuh yang diberikan kepadanya dengan baik . Pola asuh guru  akan mempengaruhi bagaimana anak itu memandang, menilai, dan juga mengambil sikap terhadap orangtua, guru dan masyarakat,  serta mempengaruhi kualitas hubungan yang berkembang di antara mereka.
Selanjutnya, dalam ruang lingkup pendidikan kristiani, pola asuh  guru di Sekolah  Kristen  dalam mendidik  anak merupakan sebuah tanggung jawab iman yang harus dilakukan.  Sebab hal itu ada kaitannya dengan perintah langsung dari Allah kepada orangtua — dalam hal ini fungsi guru sebagai  orangtua kedua di sekolah.
Kasihilah TUHAN, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu. Apa yang kuperintahkan kepadamu pada hari ini haruslah engkau perhatikan, haruslah engkau mengajarkannya berulang-ulang kepada anak-anakmu dan membicarakannya apabila engkau duduk di rumahmu, apabila engkau sedang dalam perjalanan, apabila engkau berbaring dan apabila engkau bangun (Ul 6: 5-7) .Dari nats di atas, ditekankan bahwa adalah kewajiban orangtua di rumah  maupun guru di Sekolah  Kristen,  untuk mendidik dan mengajar anak-anaknya dalam situasi apapun .
Kurangnya pemahaman para pendidik terhadap urgensi masalah pola asuh  Kristen sebagai salah satu tiga fondasi Pendidikan Agama  Kristen, --- yaitu pendidikan/pengajaran, pelatihan, pola asuh --- menjadi penyebab terjadinya ketimpangan dalam Pendidikan Agama  Kristen dewasa ini. Sekolah - Sekolah  Kristen  secara serius mengupayakan pendidikan/pengajaran secara akademik berkualitas, yang dipadukan dengan pelatihan-pelatihan yang terintegrasi. Kualifikasi akademik lulusan berusaha  dijaga mutunya. Namun di sisi lain, kualitas asuh kristiani mereka sebagai  lemah. Hampir tidak ditemukan sesuatu yang spesifik dan menonjol pada pola asuh kristiani di sekolah - sekolah  Kristen bila dibandingkan dengan diberbagai  sekolah negeri dan sekolah swasta nasional lainnya. Atau nilai-nilai karakter kristiani yang khas dimiliki murid baru di sekolah-Sekolah  Kristen sebagai hasil dari pola asuh kristiani  dari orangtua.  Secara pengamatan sepintas, masih kurang berpengaruh significan pola asuh  Kristen terhadap hasil studi peserta didik. 
               Pola asuh guru terhadap anak-anak di Sekolah  Kristen, sebagai terabaikan. Hal itu bersumber dari  adanya pemahaman yang kurang tepat dari kalangan guru sendiri.  Seakan-akan hanya  tugas utama guru di Sekolah  Kristen hanya bertumpu untuk melakukan pendidikan/pengajaran dan pelatihan saja. Dan memang, tentang hal pola asuh ini  tidak diatur   Undang-undang No.23 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen . Di mana dalam undang-undang tersebut dijelaskan bahwa guru profesional  memiliki 4 kompetensi :   meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi [12].
Secara eksplisit di dalam kompetensi guru ini tidak diatur dengan jelas tentang pola asuh yang perlu dilakukan guru di sekolah. Bahwa kalau berbicara soal pola asuh, maka yang terbersit di benak pada umumnya orang adalah apa yang dilakukan orangtua di rumah saja. Singkatnya, istilah pola asuh selalu dikaitkan sekitar didikan orangtua dalam keluarga. Tetapi sesungguhnya   tidak demikian. Bahwa sebagai pengganti orangtua yang mendidik anak di sekolah , guru tidak luput tanggung jawabnya juga dalam pola asuh. Keprofesionalan guru tanpa dibarengi dengan semangat pola asuh sebagaimana laiknya hati orangtua kepada anaknya, maka itu bisa diibaratkan seperti sayuran yang banyak bumbu, tapi kurang garam. Rasanya hambar. Profesi keguruan menjadi sebuah kegiatan yang bersifat mekanis saja. Saya tidak mempersoalkan kalau hal itu pada sekolah umum. Akan tetapi, bagi sekolah-Sekolah  Kristen tentu ceritanya berbeda. Karena sekolah-Sekolah  Kristen didirikan tidak lepas dari perwujudan panggilan untuk mewujudkan nilai-nilai kristiani baik kepada anak didiknya, dan juga seluruh staf guru dan pegawainya. Nilai-nilai kristiani seperti;  takut akan Tuhan, kejujuran, kebenaran, kasih , persekutuan, pengharapan , keadilan , solidaritas,  dan kesetaraan gender, tidak akan dapat begitu saja terwujud dalam kehidupan para nara didik hanya sebatas profesional saja . Tapi karena hal-hal di atas menyangkut kepada buah- buah keyakinan itu sendiri, maka pola asuh  Kristen dari para pimpinan perguruan, guru-guru maupun staf pegawai menjadi sangat urgen. Karena peserta didik melihat guru, pegawai dan yayasan itu menjadi modelnya. Tapi juga bagaimana  mereka  membangun atmosfir di mana benih-benih nilai-nilaikristiani tersebut dari pengajaran/pendidikan menuju pelatihan dan selanjutnya menjadi habit (kebiasaan)  atau  gaya hidup. Nah, atmosfir pola asuh semacam inilah  sebagai hampir hilang di sekolah-Sekolah  Kristen, tergerus karena pemahaman pelaksanaan profesi keguruan yang bersifat mekanis semata.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata pola, antara lain diartikan sistem; cara kerja; bentuk struktur yang tetap. Sementara kata asuh  memiliki pengertian  (1) menjaga,( merawat dan mendidik) anak kecil, (2) memimbing (membantu . melatih, dan sebagainya) supaya dapat berdiri sendiri, dan memimpin (mengepalai dan menyelenggarakan) satu badan atau lembaga.[13]  Pola asuh pada dasarnya diciptakan oleh adanya interaksi antara orangtua atau guru dengan anak . Kata asuh adalah mencakup segala aspek yang berkaitan dengan pemeliharaan, perawatan, dukungan, dan bantuan sehingga orang tetap berdiri dan menjalani hidupnya secara sehat.[14] ola asuh di Sekolah  Kristen adalah suatu keseluruhan interaksi antara seluruh perangkat sekolah  dengan anak, di mana guru bermaksud menstimulasi anak didiknya dengan mengubah tingkah laku, pengetahuan serta nilai-nilai yang dianggap paling tepat, agar anak dapat mandiri, tumbuh dan berkembang secara sehat dan optimal. Dalam pola asuh ini berarti mendidik, membimbing, dan mendisiplinkan serta melindungi anak untuk mencapai kedewasaan sesuai dengan norma-norma yang ada dalam masyarakat.[15] Pola asuh adalah bentuk perlakuan atau tindakan pola asuh untuk memelihara, melindungi, mendampingi, mengajar dan membimbing anak selama masa perkembangan. Pola asuh berasal dari kata asuh  (to rear)  yang mempunyai makna menjaga, merawat dan mendidik anak yang masih kecil [16]. Prinsipnya cara pola asuh anak ini setidak-tidaknya mengandung sifat (1). Pengajaran (instructing); (2).Pengganjaran (rewarding); (3). Pembujukan (inciting) [17]
1. Pengajaran (instructing)
Pengajaran di sini diartikan sebagai bagaimana mensosialisasikan nilai-nilai, norma, larangan, keharusan yang harus ditaati dan diketahui anak, dan juga pendidikan (moral maupun intelektual), penerapan disiplin, dll. Pengajaran lebih kepada penekanan kognisi. Sesuatu atau sistem nilai  Kristen diajarkan, dihafalkan, dan dipahamkan kepada peserta didik agar menerima serta memahami pola-pola asuh  Kristen tersebut dan melakukannya dalam kehidupan sehari-hari.
2. Pengganjaran (rewarding)
Menurut Hurlock pengganjaran dalam pola asuh dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu hukuman dan penghargaan.
a. Hukuman. Hukuman dilakukan tidak bermaksud untuk melampiaskan amarah, apalagi balas dendam. Tetapi hukuman diberikan dalam kerangka perlakuan kasih yang bersifat menolong sehingga peserta didik menyadari kesalahan-kesalahannya, dan selanjutnya ia mengambil komitmen untuk berubah, atau bertobat.
b. Penghargaan. Istilah penghargaan berarti tiap bentuk penghargaan untuk setiap hasil yang baik. Penghargaan tidak harus dalam bentuk materi, tetapi dapat berupa kata-kata pujian, senyuman atau tepukan dipunggung.[18]
3. Pembujukan ( inciting)
Pembujukan dilakukan agar anak mau mengikuti ajakan atau perintah pola asuh dengan kata-kata yang lebih halus, menarik hati dan terkesan tidak menyuruh. Sehingga anak menurut dengan pola asuh.
B.      Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian di atas, dapat  diidentifikasi beberapa masalah dari judul penelitian ini :
1.            Mengapa begitu penting  asuh  Kristen diterapkan secara konsisten di Sekolah  Kristen ?
2.          Bagaimanakah  pola asuh  Kristen kajian  teologis berdasarkan Ul.6:4-9 dan penerapannya di Sekolah Bethany Medan
3.          Bagaimanakah pola asuh  Kristen dalam kajian pedagogis dan penerapannya di Sekolah Bethany Medan
4.          Bagaimanakah pola asuh  Kristen dalam kajian metodologi  dan penerapannya di Sekolah Bethany Medan
5.          Apa  sajakah yang dijadikan sebagai cor values (nilai-nilai inti)  pola asuh  Kristen   di Sekolah Bethany?
6.          Bagaimanakah interaksi  antara  yayasan dengan guru, staf pegawai , dan para murid ; antara guru dengan murid; serta antara staf pegawai dengan murid, dalam penerapan pola asuh  Kristen  di Sekolah  Kristen  ?
C.      Fokus Penelitian
Penelitian ini akan difokuskan kepada Pola Asuh  Kristen di Sekolah  Kristen Bethany Medan . Untuk itu , yang akan ditelaah peneliti adalah :
1.            Bagaimanakah  pola asuh  Kristen kajian  teologis berdasarkan Ul.6:4-9 dan implementasinya di Sekolah Bethany Medan
2.          Bagaimanakah pola asuh  Kristen dalam kajian pedagogis dan implementasinya di Sekolah Bethany Medan
3.          Bagaimanakah pola asuh  Kristen dalam kajian metodologi  dan implementasinya di Sekolah Bethany Medan
D.      Tujuan Penelitian
1.            Untuk mengetahui bagaimana   Pola Asuh  Kristen kajian  teologis berdasarkan Ul.6:4-9   dan implementasinya di Sekolah Bethany Medan
2.          Untuk mengetahui bagaimanakah pola asuh  Kristen dalam kajian pedagogis dan implementasinya di Sekolah Bethany Medan
3.          Untuk mengetahui bagaimanakah pola asuh  Kristen dalam kajian metodologi dan  implementasinya di Sekolah Bethany Medan
E.          Manfaat Penelitian
1.            Dapat memberikan pemahaman tentang Pola Asuh  Kristen dalam kajian teologis, metodologis, dan pedagogis.Hasil penelitian ini diharapkan dapat disumbangkan untuk pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya tentang kegiatan pola asuh.
2.           Hasil penelitian ini diharapkan akan dapat disumbangkan kepada akademis.



BAB II
LANDASAN TEORI

A.      POLA ASUH  KRISTEN KAJIAN TEOLOGI
A.1 Dasar Teologis Pola Asuh  Kristen Dalam PL
Data tentang kata asuh ,  pola asuh di dalam  PL dan PB , cukup banyak ditemukan. Data Alkitab [19]: Asuh :  Yes   1:2                Aku membesarkan anak-anak  dan mengasuhnya, tetapi    mereka memberontak terhadap Aku. Membesarkan anak-anak : “Anak-anak yang dimaksud adalah umat Israel. Tuhan memanggil langit dan bumi sebagai  saksi untuk dosa Israel [20].
asuh: pola asuh
Dua Samuel             4:4 Yonatan, anak Saul, mempunyai seorang anak laki-laki, yang cacat kakinya. Ia berumur lima tahun, ketika datang kabar tentang Saul dan Yonatan dari Yizreel. Inang pola asuhnya mengangkat dia pada waktu itu, lalu lari, tetapi karena terburu-buru larinya, anak itu jatuh dan menjadi timpang. Ia bernama Mefiboset. Yes. 49:23               “Maka raja-raja akan menjadi pola asuhmu dan permaisuri-permaisuri mereka menjadi inangmu. Mereka akan sujud kepadamu dengan mukanya sampai ke tanah dan akan menjilat debu kakimu. Maka engkau akan mengetahui, bahwa Akulah TUHAN, dan bahwa orang-orang yang menanti-nantikan Aku tidak akan mendapat malu."
Prinsip Pemahaman Dasar
1.            Menikah dan membesarkan anak-anak bagi kemuliaan Allah (Kej 2:24; 9:1,7; 1 Tim 5:14).
2.          Anak-anak adalah berkat dari Allah, yang telah Dia perintahkan (Maz 127:3-5).
3.          Orangtua harus mengajar anak-anaknya  dan membesarkan mereka dalam nasihat Tuhan (Ul 4:9, 10; Maz 78:1-7).
4.          Anak-anak  harus mendengar dan belajar untuk takut akan Tuhan Allah  dan memelihara setiap firman dan hukum (Ul 31:12,13; Maz 34:11; Ams 5:1,2; 6:20-23; 23:26).
5.          Sama seperti  melatih, mengajar dan mendidik anak-anak , orangtua  juga harus mendisiplinkan dan membetulkan mereka apabila diperlukan. Ams 13:24; 19:18 ; 22:15;l 23:13-16
Ul. 6:4-9 menjadi sentral pengajaran Pendidikan Agama  Kristen. Kitab-kitab lain yang membahas tentang pendidikan bersumber dari kitab Ulangan ini.
Ayat 7 "Haruslah engkau mengajarkan berulang-ulang "kepada anakmu" membicarakannya apabila engkau duduk di rumahmu, apabila engkau sedang dalam perjalanan, apabila engkau bangun.". Mereka yang mengasihi Allah, mengasihi Firman-Nya dan melakukannya dengan meditasi, bertanggung jawab untuk merenungkannya dan menyimpannya dalam hati untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Orangtua mempunyai tugas untuk mengajarkan Firman-Nya kepada anak-anak dengan didikan dan harus dimulai sejak dini dan berulang-ulang. Ayat 7 ini dipakai sebagai fondasi kurikulum Pendidikan Agama  Kristen.
Orang Yahudi mengerti perintah ini dan melakukannya secara harafiah. Umat harus menghafal perkataan ini dan menunjukkannya di depan umum. Sebagian orang Yahudi menaruh ayat-ayat ini di dalam kantung-kantung kulit yang kecil (filakteria) . Kantong ini diikatkan pada lengan dan dahi mereka[21].  Kantong atau kotak kulit yang berisi ayat-ayat Hukum Taurat ini disebut “Mezuza”. Mezuza : Menurut catatan Alkitab Edisi Studi disebutkan, hingga kini banyak orang Yahudi meneruskan praktek menghafal hukum Taurat dengan menaruh ayat-ayat dalam kotak dan menempelkannya di tiang pintu rumah[22]. Mereka mengenal 3 tanda-tanda untuk mengingatkan akan hukum Allah:
a.Zizth: Dipakai/dipasang pada ujung jubah imam (Bil. 15:37-41)
b.Mezna: Kotak kecil yang berisi Ul 6:4-9 diletakkan di sebelah kanan pintu
c. Tephillin: Dua kotak kecil berbentuk kubus masing-masing dari kertas perkamen yang ditulis dengan tangan secara khusus berisi 4 ayat yaitu, Kel 13:1-10, Kel 13:11-16, Ul 6:4-9, dan Ul 11:18-21. Satu diikatkan di tangan kiri dan satu di dahi.
A.1.1. Harus mengajar anak-anak
Orang  Kristen  harus mengajar anak-anaknya dan membesarkan mereka dalam nasihat Tuhan (Ul 4:9, 10; Maz 78:1-7).Harus mengajar anak-anak  di setiap masa:       Menurut catatan Alkitab Penuntun tentang ayat ini: “ salah satu cara utama untuk mengungkap kasih kepada Allah (ay 5) ialah mempedulikan kesejahteraan rohani anak-anak   dan berusaha menuntun mereka kepada hubungan yang setia dengan Allah [23]. Di dalam Ul 6:7  haruslah engkau mengajarkannya berulang-ulang kepada anak-anakmu dan membicarakannya apabila engkau duduk di rumahmu, apabila engkau sedang dalam perjalanan, apabila engkau berbaring dan apabila engkau bangun.
        Frasa “mengajarkan berulang-ulang ” kata Ibrani yang dipakai dalam ayat ini adalah "shinnantam", yang berasal dari akar kata "shanan" yang berarti mengasah atau menajamkan, biasanya untuk pedang atau anak panah. Kata ini dipakai sebagai simbol untuk menggambarkan kegiatan yang dilakukan berulang-ulang seperti orang mengasah sesuatu pedang atau anak panah dengan tujuan untuk menajamkannya. Orangtua tidak dapat hanya mengandalkan khotbah atau pelajaran Alkitab setiap hari Minggu untuk memberi "makanan rohani" dan menajamkan  anak-anak mereka. Orangtua maupun guru harus secara rutin dan dalam segala kesempatan menyampaikan kebenaran firman Tuhan kepada anak-anak mereka. Lebih jauh lagi, orangtua dan guru harus menjadi teladan yang baik bagi anak-anak mereka, bukan hanya melalui perkataan, tapi juga perbuatan. Lebih jauh dijelaskan tentang urgensi pendidikan kepada anak dalam catatan dimaksud.
1.            Pembinaan rohani anak-anak seharusnya merupakan perhatian utama semua orangtua (bnd Maz 103:13).
2.          Pengarahan rohani harus berpusat di rumah, dan melibatkan ayah dan ibu. Pengabdian kepada Allah di dalam rumah tangga wajib dilakukan; hal itu adalah perintah langsung dari Tuhan (Ul 6:7-9; bnd 21:18; Kel 20:12; Im 20:9; Ams 1:8; 6:20; 2 Tim 1:5)
3.          Tujuan dari pengarahan oleh orangtua ialah mengajar anak- anak untuk takut akan Tuhan, berjalan pada jalanNya, mengasihi dan menghargai Dia , serta melayani Di dengan segenap hati dan jiwa Ul.10:12; Ef 6:4)
4.          Orang percaya harus dengan tekun memberikan kepada anak-anaknya pendidikan yang berpusatkan Allah, di mana segala sesuatu dihubungkan dengan Allah dan jalan-jalanNya (bnd Ul. 4:9; 11:19; 32:46; Kej 18:19; Kel 10:2; 12:26-27; 13:14-16; Yes 38:19)[24]
Dalam kerangka didikan, ajaran dan pelatihan inilah harus ada di dalamnya asuh yang baik. Ibu- bapa akan berfungsi sebagai penjaga anak-anak, penopang dan pelindung sehingga anak-itu menjadi dewasa dan bisa menjaga dirinya sendiri. Anak-anak harus mendengar dan belajar untuk takut akan Tuhan Allah kita dan memelihara setiap firman dalam hukum (Ul 31:12,13; Maz 34:11; Ams 5:1,2; 6:20-23; 23:26). Mereka bukan saja diajar dalam rumah tetapi juga di perkumpulan yang ditetapkan oleh Allah (Yos 8:35; Kel. 13:8-10, 14-16; Ul. 31:12).
Pandangan Lawrence O. Richards ini, tanpa mengabaikan faktor keluarga dan kehidupan sehari-hari,  dapat dilihat betapa begitu pentingnya faktor guru dalam membentuk iman, karakter murid. Kerohanian atau spritualitas para guru menjadi faktor yang sangat mempengaruhi kulitas pertumbuhan kerohanian muridnya juga.
Bagaimana cara dan sikap guru menginternalisasikan nilai-nilaikristiani melalui pola asuh yang diwujudkannya kepada para murid, itu akan menumbuhsuburkan pengenalan dan pembentukan sikap-sikap perlakuan imannya dalam kehidupan sehari-hari. Agar guru berhasil dalam panggilannya mengubah hidup para muridnya, menarik untuk disimak apa yang dikemukakan oleh seorang guru besar Howard G. Hendrik cs , “Jika Anda hendak melayani menjadi guru, mintalah Allah terlebih dahulu melayani Anda. Dia akan memakai Anda sebagai alat-Nya, agar semakin efektif di tangan-Nya”[25].  Jadi penundukan diri seorang guru kepada kuasa dan urapan Tuhan, begitu penting. Sebab sesungguhnya seorang guru harus mengakui bahwa yang dapat mengubahkan hati muridnya bukan dirinya, melainkan Tuhan Sang pemilik hidup itu sendiri. Tapi hal itu tidak berarti bahwa kompetensi dan keteladanan guru tidak berpengaruh. Bahwa kedua komponen ini menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam mendidik dan mengasuh anak menuju perubahan hidup.
A.1.2. Pola Asuh yang Tidak Adil Dalam PL
a.      Pola Asuh Ishak dan Ribka
Keluarga Ishak dengan istrinya Ribka adalah satu tipe keluarga bapa leluhur Israel yang unik. Walaupun Ribka dikatakan mandul (Kej 25:21), namun iman besar Ishak , suaminya, mengalahkan segalanya. Ishak tekun berdoa kepada TUHAN , hingga akhirnya  berkat Tuhan yang luar biasa turun atas mereka. Istrinya mengandung anak kembar sekaligus.
Alkitab memberi kesaksian lahir. “ Esau menjadi seorang yang pandai berburu, seorang yang suka tinggal di padang, tetapi Yakub adalah seorang yang tenang, yang suka tinggal di kemah.   Ishak sayang kepada Esau, sebab ia suka makan daging buruan, tetapi Ribka kasih kepada Yakub” (ay 27-28). Di dalam keluarga Ishak ini diperlihatkan pola pola asuh yang tidak adil dengan membeda-bedakan anak. Yang satu sangat dikasihi, selalu diistimewakan, sementara yang lain kurang dikasihi. Dalam perjalanan hidup selanjutnya, Esau dan Yakub selalu bermusuhan. “Bahwa Ishak lebih menyayangi Esau , bertentangan dengan kehendak Allah, dan penipuan Ribka dan Yakub melebihi manfaat rohani perjanjian Allah”[26]
b.      Pola Asuh Yakub
Yakub atau Israel adalah contoh bapa leluhur yang luar biasa diberkati Tuhan. Sekalipun hidup masa mudanya penuh liku-liku , bahkan sampai disebut “penipu”,  tetapi dalam masa ia berkeluarga hingga masa tuanya , penyertaan tangan kuasa Allah yang perkasa senantiasa ada beserta dia dan keturunannya. Yakub adalah seorang suami yang berpoligami. Dari kedua istrinya (Lea dan Rahel)  dan dari kedua budak  istrinya (Zilfa dan Bilha), Yakub mendapat 12 orang anak laki-laki dan seorang perempuan. Sungguh suatu drama rumah tangga yang hebat,  menegangkan, tapi melimpah berkat Tuhan. Yang selalu menjadi pertanyaan menyangkut keluarga  berpoligami adalah; apakah suami dapat berlaku adil , baik terhadap istri-istrinya, maupun kepada anak-anaknya ? Dari contoh keluarga Yakub didapat jawaban tegas : Tidak bisa.
               Pola asuh Yakub kepada anak-anaknya juga memperlihatkan tendensi ketidakadilan. Kelihatannya Yakub begitu sangat kasih kepada   Yusuf dan Benyamin.
ia menyuruh membuat jubah yang maha indah bagi dia. Setelah dilihat oleh saudara-saudaranya, bahwa ayahnya lebih mengasihi Yusuf dari semua saudaranya, maka bencilah mereka itu kepadanya dan tidak mau menyapanya dengan ramah” (Kej 37:3-4). Bermula dari pola  asuh Yakub yang tidak adil kepada anak-anaknya, maka timbullah kecemburuan dan sakit hati anak yang lain. Sebab ada anak diasuh dengan perlakukan-perlakuan begitu istimewa, sedang yang lain hanya standar  saja. Begitu ada kesempatan, maka mereka melampiaskan sakit hatinya. Mereka merencanakan yang jahat bagi Yusuf.
Dari kedua contoh di atas dapat disimpulkan, bahwa pola asuh yang tidak adil dari orangtua dan termasuk guru di Sekolah  Kristen,  akan berakibat menumbuhsuburkan tidak baik .
Melalui cara dan sikap guru menginternalisasikan nilai-nilai kristiani melalui pola asuh yang diwujudkannya kepada para murid, itu akan menumbuhsuburkan pengenalan dan pembentukan sikap-sikap perlakuan imannya dalam kehidupan sehari-hari. Orangtua maupun guru harus mengembangkan sikap-sikap perlakuan yang adil terhadap anak-anaknya. Sebab Allah yang disembah adalah Allah yang Maha Adil dan Maha Bijaksana. Perlakuan yang tidak adil dari orangtua maupun guru kepada anak-anak berakibat negatif terhadap perkembangan diri anak, antara lain:
1) persaingan tidak sehat di antara anak,
2) menyemai bibit-bibit permusuhan,
3) perasaan tidak berharga,
4) menyuburkan sikap-sikap tidak hormat kepada orangtua,
(5) kurang bisa bekerjasama,
(6) rendah diri,
7) sulit memahami keadilan Allah.
A.1.5.  Dasar Teologis Pola Asuh  Kristen Dalam PB
Data Alkitab :   asuh: pola asuh           
Luk          2:51-52  Lalu Ia pulang bersama-sama mereka ke Nazaret; dan Ia hidup dalam asuh mereka. Dan ibu-Nya menyimpan semua perkara itu di dalam hatinya. Dan Yesus makin bertambah besar dan bertambah hikmat-Nya dan besar-Nya, dan makin
dikasihi oleh Allah dan manusia. Firman Tuhan ini  menjelaskan proses pertumbuhan hidup-Nya itu : “Yesus bertambah besar “. Frasa”bertambah besar” pada ayat ini memberi pengertian dalam empat hal  :
*     Dia bertambah “besar” – pertumbuhan fisik
*     Dia bertambah “hikmat-Nya “ , “hikmat-Nya”
*     Dia “makin dikasihi” oleh  Allah” berarti pertumbuhan rohani , dan
*     Dia makin “dikasihi manusia“ berarti pertumbuhan sosial dan emosional[27].
Menurut pemahaman peneliti, frasa “bertambah hikmatNya” di sini mencakup pertumbuhan otoritas dan penguasaan-Nya atas Firman Allah serta perkembangan  intelektualNya, secara menusiawi. Kis          7:21          Lalu ia dibuang, tetapi puteri Firaun memungutnya dan menyuruh mengasuhnya seperti anaknya sendiri. Ef  5:29 Sebab tidak pernah orang membenci tubuhnya sendiri, tetapi mengasuhnya dan merawatinya, sama seperti Kristus terhadap jemaat.  Mengasuh diterjemah dari Bahasa Inggris  naurisheth, bersumber dari Bahasa Yunani “ ektrepho”.  1 Tes                2:7” Tetapi kami berlaku ramah di antara kamu, sama seperti seorang ibu mengasuh dan merawati anaknya anak, memberi tumpangan, membasuh kaki saudara-saudara seiman, menolong orang yang hidup dalam kesesakan  —  pendeknya mereka yang telah menggunakan segala kesempatan untuk berbuat baik. Mengasuh,  Bahasa Inggris diterjemahkan “even as a nurse cherishets, dari kata Yunani “ trophos =  pola asuh seorang akan menyusu. I Kor   7:1   Anak-anak kita adalah suci dan dikuduskan di dalam diri kita.
 Di dalam catatan Alkitab Edisi Studi[28], tentang anak-anak dan orangtua dijelaskan:  Anak-anak  adalah milik Tuhan, karena itu orangtua harus memperlakukan mereka dengan hormat dan mengajar mereka tentang Tuhan. Penulis Surat Galatia juga mengulangi salah satu dari Sepuluh Firman Allah (Kel 20:12; Ul 5:16) untuk mengingatkan orang-orang  Kristen bahwa ketaatan anak kepada orangtua mereka adalah jalan untuk mencapai salah satu janji Allah, yaitu kebahagiaan dan umur panjang.
Kewajiban yang penting  dari para orangtua (Yun, pater; jamak, pateres, dapat berarti “ayah-ayah” atau “ayah dan ibu”) ialah memberikan kepada anak mereka ajaran dan teguran yang termasuk pola asuh  Kristen. Orangtua harus menjadi teladan dalam kehidupan dan prilaku  Kristen , serta lebih mempedulikan keselamatan anak mereka dari pada pekerjaan , profesi, pelayanan mereka di gereja atau kedudukan sosial mereka.[29] 

A.1.7. Pengertian Pola Asuh  Kristen
Pola asuh di Sekolah  Kristen yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah  berarti sistem atau model atau cara pendidik di Sekolah  Kristen dalam merawat, mendidik, dan melatih anak-anaknya  untuk  menanamkan  nilai-nilai iman  Kristen supaya karakter mereka bertumbuh menjadi manusia dewasa ,baik jasmani maupun rohani, sehingga mampu menjawab panggilan Tuhan dalam hidupnya.  Pola asuh ini berarti orangtua atau pendidik  mendidik, membimbing, dan mendisiplinkan serta melindungi anak untuk mencapai kedewasaan dengan norma-norma yang ada di masyarakat. Menurut Kohn[30], pola asuh merupakan sikap orangtua dalam berinteraksi dengan anak-anaknya. Sikap orangtua ini meliputi cara orangtua memberikan aturan-aturan, hadiah maupun hukuman, cara orangtua menunjukkan otoritasnya, dan cara orangtua memberikan perhatian serta tanggapan terhadap anaknya. Pola asuh  Kristen juga berarti bagaimana orangtua atau guru menjalin interaksi dengan anak-anak di atas dasar kasih Kristus. Pendidik yang hatinya dipenuhi kasih Kristus akan berusaha dengan segenap hatinya untuk mengembangkan bakat dan minat muridnya. “Saudara-saudaraku yang kekasih, marilah kita saling mengasihi, sebab kasih itu berasal dari Allah; dan setiap orang yang mengasihi, lahir dari Allah dan mengenal Allah (1 Yoh 4:7).Menurut Alfie Khon, “Guru yang baik  ialah yang menghormati dan bekerja keras untuk mencari tahu apa yang sudah diketahui murid-muridnya. Memulai dari apa yang diketahui murid dan bekerja berdasarkan hal tersebut, serta mencari tahu kebutuhan dan minat murid”[31].
Guru yang bermutu tinggi yang ingin menjadi seperti Yesus perlu mengasihi murid-muridnya dengan kasih yang  lembut  tetapi kuat. Jodi Capehart [32], seorang pendidik dan konsultan  Pendidikan Agama  Kristen bagi banyak  Sekolah  Kristen dan gereja  di Amerika Serikat , menuliskan cara-cara menyatakan kasih dan kepedulian guru di Sekolah  Kristen terhadap muridnya sebagai berikut :
Penyaluran kasih secara fisik 
*     Melakukan kontak mata
*     Mendekat
*     Memberikan pelukan
*     Menepuk pundak
*     Memangku
Penyaluran kasih secara emosi
*          Memuji
*          Menyetujui
*          Mendorong
*          Memberikan waktu
Penyaluran kasih secara intelektual
*   Memberikan hasil riset yang Anda tahu disukai seorang murid
*   Membaca buku tentang suatu hal yang menarik bersama-sama
*   Mengasihi dan mendorong anak melakukan yang terbaik
Penyaluran kasih secara rohani
*     Membagikan kasih Tuhan melalui perbuatan, bukan hanya perkataan
*     Berdoa bersama anak
*     Menggarisbawahi pandangan rohani seorang anak

A.1.8. Jenis Pola Asuh Secara Umum
Tipologi gaya pola asuh Baumrind  dalam Maccoby dan Martin [33] mengidentifikasi tiga pola yang berbeda secara kualitatif pada otoritas orangtua, yaitu authoritarian parenting, authoritative parenting dan permisive parenting. Peran keluarga selain lebih banyak bersifat memberikan dukungan belajar yang kondusif juga memberikan pengaruh pada pembentukan karakter anak, seperti pembentukan perilaku, sikap dan kebiasaan, penanaman nilai, dan perilaku-perilaku sejenis. Radin dalam Wahab [34] menjelaskan enam kemungkinan cara yang dilakukan orangtua dalam mempengaruhi anak, dan menurut peneliti juga cocok dilakukan para guru di Sekolah  Kristen,  yaitu melalui: (1) Pemodelan perilaku (modeling of behavior); (2) Memberikan ganjaran dan hukuman (giving rewards and punisment); (3) Perintah langsung (direct instruction); (4) Menyatakan peraturan-peraturan (stating rules); (5) Nalar (reasoning); (6) Menyediakan fasilitas atau bahan-bahan dan adegan (providing materials and setting).
A.1.10. Faktor Utama  Mendasari Pola Asuh di Sekolah  Kristen.
Sekolah  Kristen adalah sebagai pemangku amanah dari Tuhan untuk mendidik warga gereja , umat-Nya agar hidup dan dapat  dapat menjadi umat yang kudus sebagai warga Kerajaan Allah. Karena itu tidak dapat dibantah bahwa sekolah-Sekolah  Kristen mutlak menyampaikan Pendidikan Agama  Kristen bahkan  mengarahkan pola tingkah laku guru, murid dan para pegawainya. Kehadiran Sekolah  Kristen dalam sistem pendidikan nasional dalam rangka berpartisipasi dengan program pemerintah dan masyarakat untuk meningkatkan mutu sumber daya manusia .
UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas, menegaskan bahwa pendidikan merupakan tanggung jawab keluarga, pemerintah dan masyarakat. Dengan demikian, sekolah  Kristen hadir bukan hanya menjawab kebutuhan komunitasnya, tapi ia juga ada sebagai bagian tanggung jawab gereja dalam mewujudkan panggilannya . Sekolah  Kristen yang secara teologis adalah buah pekerjaan gereja , harus tampil di garis depan dalam berpartisipasi mengambil bagian dalam pembangunan nasional, khususnya dalam hal mencerdaskan kehidupan bangsa. Sekolah  Kristen secara teologis, philosophis, sistematis,dan praktis memberi sumbangsihnya untuk membangun dan meningkatkan kerohanian, kecerdasan, kesejahteran, serta karakter bangsa  demi tercapai tujuan pembangunan nasional ; masyarakat yang adil dan makmur dan sejahtera merata di seluruh Indonesia.
Robert W. Pazmino: “ Pendidikan Agama  Kristen merupakan upaya ilahi dan manusiawi, dilakukan secara bersengaja dan berkesinambungan, untuk memberikan pengetahuan, nilai-nilai, sikap-sikap keterampilan, sensitivitas, tingkah laku yang konsisten dengan iman  Kristen. Mereka diperlengkapi melalui pembelajaran, bimbingan dan keteladanan hidup yang tetap berlangsung dalam kuasa Roh Kudus. Otoritas Roh Kudus harus diterima secara mutlak, agar seluruh peserta didik dimampukan menjadi garam dan terang dalam hidupnya (Mat. 5: 13-16). Fungsi garam dan terang secara filosofis adalah sebagai fungsi aktif dan pasif; terang bersifat pasif tetapi dapat menerangi sekitarnya. Sementara garam terus bekerja kendati tidak kelihatan.
Arthur F. Holmes dalam bukunya The Idea of Christian College, panggilan untuk memperlengkapi anak didik: (1). Kemampuan untuk mengembangkan potensi yang ada pada dirinya dalam   bentuk talenta, karunia dan profesi, (2) Wawasan baru berkaitan dengan kemampuan untuk secara efektif memanfaatkan waktu senggangnya (leisure) demi kemuliaan Kristus, (3) Pemahaman tentang panggilan hidup sebagai warga negara yang bertanggung jawab, dan berwawasan kebangsaan (Mat. 22:21; 1 Petr. 2:17), (4) Dorongan-dorongan yang memungkinkan anak didik menjadi warga gereja yang tangguh, serta memiliki pengetahuan mengenai identitas dan peranan gereja. Sangat diperlukan kerjasama yang baik antara sekolah-sekolah dengan gereja (Mat. 16:68; Ef. 3:10 ; 1 Petr. 2:9-10), (5) Wawasan yang berguna dalam mendorong anak didik menghadapi tantangan zaman, (6) Bimbingan bagi anak didik, agar memiliki pandangan hidup holistik dan integratif yang dapat diandalkan.
Pola asuh kajian teologis sesuai Ulangan 6: 4-9 memberikan landasan  kepada para pendidik yang dalam fungsinya menjadi  orangtua yang kedua bagi anak-anak . Para pendidik melakukan pola asuh Kristen kepada murid-murid melalui pemahaman berikut :
1.Pola Asuh  Kristen dalam kajian teologis berdasarkan Ul.6:4-9 dan penerapannya. Nilai-nilai Pola asuh  Kristen yang ditonjolkan adalah:  (1) Pendidik yang lahir baru, (2) Pemahaman bahwa murid-murid adalah titipan illahi, (3) Menghargai murid dalam segala eksistensi dan karyanya
(4) Membangun relasi yang akrab  dengan murid, (5) Mengasihi murid, (6)Tidak berlaku kasar terhadap murid, (7) Pendisiplinan murid, (8) Membangun karakter Kristus pada murid melalui : (a). Ibadah-ibadah anak setiap hari; (b). Ibadah Guru-guru setiap pagi membangun spritualitas; (c). Ibadah umum guru bersama semua murid setiap Sabtu; (d). Melatih murid melayani dalam ibadah, (9). Visi dan misi serta  cor values (nilai- nilai inti)

B. Pola Asuh Kristen Kajian     Pedagogis
Pola Asuh  Kristen Kajian Pedagogi adalah seluruh hal kegiatan guru yang berhubungan kemampuan, keterampilan, profesionalitas dan panggilannya secara rohani menjadi pendidik sekaligus bapa/ibu rohani bagi murid-muridnya. Bagaimana pendidik membangun karakter Kristus ada pada murid. Karakter yang dimaksud adalah kebiasaan-kebiasan dalam diri dan kehidupan seorang anak yang telah tertanam dan berurat akar sebagai hasil belajar dalam lingkungan di mana anak tersebut dibesarkan. Pembelajaran yang diupayakan kepada anak tentunya didasari dengan kebenaran Firman Tuhan . Dengan demikian   usaha untuk melakukan kajian  pedagogi bagaimana sesungguhnya  pola asuh  Kristen diwujudkan di sekolah  yang tercakup  : (1) spritualitas dan profesionalitas guru, (2) tujuan pendidikan Kristen, (3) syarat menjadi guru di Sekolah Kristen, (4) kewajiban dan tanggung jawab pendidik di Sekolah Kristen ,(5) pembinaan karakter Kristus pada murid, (6) pembinaan karakter adalah kerja sama orangtua, sekolah,  dan gereja.
C. Pola Asuh Kristen Kajian Metodologis
Hal ini menyangkut metode atau cara bagaimana pola asuh  Kristen itu diaplikasikan pendidik kepada para murid .  Aplikasi metode pola asuh Kristen baik di sekolah, maupun aplikasi metode pola asuh Kristen saat di luar sekolah dalam  lingkup program sekolah.
1. Aplikasi Pola Asuh Kristen di Sekolah meliputi :
1). Perhatian, Didikan, dan Kepedulian Kepada Anak Sebagai Aspek Dasar Pola Asuhan Kristen
Kehadiran anak-anak di kelas untuk belajar adalah tanggung jawab guru. Dalam proses pembelajaran dimaksud, tidak hanya terletak pada cara bagaimana bahan pelajaran apa yang disajikan. Tapi kesedian pendidik untuk memperhatikan diri muridnya. Guru peduli dengan buku-buku yang mereka bawa, PR yang diberikan harus dikoreksi dan hasilnya diserahkan kepada murid. Mengasuh muridnya bagaimana  berlaku sopan, baik kepada guru, orangtua, maupun setiap orang. Mengasuh mereka untuk memiliki semangat juang yang tinggi, dapat bekerja keras, dan bisa bekerja sama dengan orang lain. Guru harus bersedia menyisihkan waktunya untuk memperhatikan kebersihan diri murid-muridnya.
Para guru  hendaknya sangat ramah dan memperlakukan murid dengan sopan dan berharga. Pemahaman teologisnya, karena anak adalah mahluk ciptaan Tuhan yang mulia, yang dititipkan kepada mereka untuk diasuh dengan sebaik-baiknya. Sehingga melalui sikap-sikap para gurunya yang ramah dan sopan, kiranya para murid juga meniru mereka. Salah satu tindakan keramahan dimaksud, adalah guru menyambut dan menyalami anak di pagi hari di pintu gerbang sekolah.
2). Ibadah Sebagai Dasar Pola Asuh Kristen
Adapun kegiatan-kegiatan ibadah yang dapat dilakukan antara lain: (a) Ibadah guru-guru; (b) Ibadah pagi  PG/TK, SD dan SMP setiap pagi dari Senin – Jumat; (c) Ibadah bersama TK, SD,  SMP setiap Sabtu akhir pecan; (d) Doa dan pembacaan renungan untuk memulai pelajaran di kelas masing-masing.
3). Pendidik Sangat Memperhatikan Makanan Murid dan Melarang Jajan
4).Peran Satpam dan CS Dalam Pola asuh Kristen di Sekolah Bethany
2. Aplikasi Pola Asuh Kristen di Luar Sekolah Dalam Lingkup Program Sekolah Diwujudkan Melalui Pembinaan Iman dan Karakter  Dalam bentuk Kegiatan Retreat, dan kegiatan lain. 




BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A.        Tempat dan Waktu Penelitian
Dalam penelitian ini tempat yang digunakan sebagai lokasi penelitian  di Sekolah  Kristen Bethany  Medan , Jl. Kapiten Purba No.1 Simpang Perumnas Simalingkar,  Medan.
B.Objek dan Informan Penelitian
Yang menjadi subjek penelitian ini adalah :
v pengurus yayasan, 
v kepala sekolah, 
v guru-guru , 
v staf pegawai
yang ada di Sekolah Bethany, Jl. Kapiten Purba Medan. Dari mereka inilah data-data akan
Dalam penelitian ini, didapatkan, melalui observasi/ pengamatan, wawancara, maupun penelitian dokumen.
A.      Metode Penelitian
peneliti harus merancang dan memutuskan  bagaimana cara yang harus dilakukan guna mencari jawaban atas fokus masalah penelitian ini.
C.1. Deskriptif Kualitatif
Ada banyak macam pendekatan  desain penelitian kualitatif yang dianjurkan oleh para ahli peneliti. Namun peneliti sendiri , setelah mengkaji  karakteristik penelitian ini, lebih memilih pendekatan desain deskriptif kualitatif. Peneliti sendiri memilih desain deskriptif untuk penelitian ini, karena menurut hemat peneliti, desain inilah yang paling cocok. Format deskriptif  kualitatif pada umumnya dilakukan pada penelitian dalam bentuk studi kasus. Ciri-ciri  deskriptif kualitatif studi kasus, menurut Bungin [35]: 
Penelitian ini tergolong kepada format deskriptif studi kasus SK 4, yaitu Kelembagaan Sosial/ Pranata. Alasannya, karena penelitian ini akan dilangsungkan di sebuah lembaga pendidikan Sekolah  Kristen Bethany, Jl. Kapiten Purba/ No. 1 Simpang Perumnas Simalingkar Medan. Adapun yang menjadi objek penelitiannya adalah Pola Asuh  Kristen : Kajian Teologis, Pedagogis, dan  Metodologis serta  Aplikasinya di Sekolah  Kristen Bethany, Medan . Sekolah ini sebagai pranata sosial[36] yang memiliki tatanan sekaligus kebijakan  nilai-nilai kristini untuk mengaplikasikan gaya hidup  Kristen di sekolah itu. Masalahnya adalah bagaimana pola asuh  Kristen kajian teologis, pedagogis, dan metodologis, serta aplikasinya diwujudkan di Sekolah Bethany, Jl. Kapiten Purba  No. 1 Medan.
B.          Metode Pengumpulan Data
Dalam setiap penelitian, persoalan penting dalam pengumpulan data yang harus diperhatikan adalah, “bagaimana dapat dipastikan atau diyakini bahwa sampel yang ditetapkan adalah representatif “ [37]. Observasi yang “andal” tidak memiliki arti yang significan untuk menghasilkan informasi yang diharapkan jika tidak didukung oleh teknik wawancara yang memadai. Dari uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa kegiatan pengumpulan data setidaknya meliputi : Observasi, dan Wawancara
Peneliti cenderung lebih menerapkan dalam penelitian ini adalah penggabungan pendekatan Case Study Interpretif ( mengedepankan cerita dan argumen mengenai fokus penelitian), dan pendekatan Critical Case Study (melakukan refleksi kritis atas praktek-praktek yang terjadi) .Menurut Spraoull dalam Subagyo[38], menyatakan setidak-tidaknya ada empat macam metode pengumpulan data: (1) wawancara, (2) administrasi instrumen, (3) observasi/ pengamatan, (4) pemeriksaan dokumen tertulis, benda-benda, dan artefak (benda-benda budaya).
Dalam hal ini peneliti lebih tertarik dengan kriteria evaluasi dari Myers ini karena selain lebih simple, juga nyata member sumbangsih kepada sesuatu temuan baru untuk kontribusi ilmu pengetahuan.
Kriteria evaluasi Case study menurut Myers dalam Samiaji [39] sebagai berikut:
(1). Case Study harus menarik; (2). Case Study harus menampilkan bukti yang memadai; (3). Case Study harus lengkap; (4). Case Study harus mempertimbangkan alternatif sudut pandang yang berbeda; (5). Case Study harus ditulis dalam bahasa yang menarik dan melibatkan pembaca
6). Case Study harus memberikan kontribusi pada ilmu pengetahuan.
a.        Teknik Pengumpulan Data dan Instrumen Penelitian
Dalam penelitian ini, peneliti melakukan penjaringan data melalui instrument penelitian dengan penggunaan alat instrumen. Di mana pengumpulan dan penjaringan data ini harus dilakukan dengan hati-hati dan teliti untuk menghindari kesalahan-kesalahan (invalid) yang mungkin akan terjadi dalam penelitian.
Sesuai dengan teknik pengumpulan data yang sudah diuraikan di atas, maka penelitilah yang bertindak sebagai  instrumen penelitian. Adapun yang menjadi unsur-unsur  yang diobservasi di lapangan adalah :
a.                         Bagaimana pola asuh  Kristen kajian teologis sesuai Ul 6: 4-9 dipahami secara keyakinan teologis dari yayasan, guru, dan staf pegawai di Sekolah Bethany Medan dan bagaimana hal itu terinternalisasi dalam praktek kehidupan sekolah. 
b.                         Bagaimana pola asuh  Kristen kajian pedagogis dipahami dan  terinternalisasi dalam praktek kehidupan sekolah.
c.                         Bagaimana pola asuh  Kristen kajian metodologi  dipahami dan  dipraktekkan di dalam    kelas, maupun di luar kelas dalam lingkup program sekolah.
b.Teknik Pengumpulan Data dan Instrumen Penelitian
Dalam penelitian ini, peneliti melakukan penjaringan data melalui instrument penelitian dengan penggunaan alat instrumen. Di mana pengumpulan dan penjaringan data ini harus dilakukan dengan hati-hati dan teliti untuk menghindari kesalahan-kesalahan (invalid) yang mungkin akan terjadi dalam penelitian.
Sesuai dengan teknik pengumpulan data yang sudah diuraikan di atas, maka penelitilah yang bertindak sebagai  instrumen penelitian. Adapun yang menjadi unsur-unsur  yang diobservasi di lapangan adalah : (1).Bagaimana pola asuh  Kristen kajian teologis sesuai Ul 6: 4-9 dipahami secara keyakinan teologis dari yayasan, guru, dan staf pegawai di Sekolah Bethany Medan dan bagaimana hal itu terinternalisasi dalam praktek kehidupan sekolah; (2).Bagaimana pola asuh  Kristen kajian pedagogis dipahami dan  terinternalisasi dalam praktek kehidupan sekolah; (3).Bagaimana pola asuh  Kristen kajian metodologi  dipahami dan  dipraktekkan di dalam kelas, maupun di luar kelas dalam lingkup program sekolah.
H.      Kerangka Acuan Pedoman Observasi Dan Wawancara
1.Pola Asuh  Kristen Dalam Kajian Teologis berdasarkan Ul.6:4-9 dan penerapannya di Sekolah Bethany Medan . Nilai-nilai asuh  Kristen yang diamati :
1). Pendidik yang lahir baru
2). Pemahaman bahwa murid-murid adalah titipan illahi
3).Menghargai murid dalam segala eksistensi dan karyanya
4).Membangun relasi yang akrab  dengan murid
5).Mengasihi murid
6).Tidak berlaku kasar terhadap murid
7). Pendisiplinan murid
8). Membangun karakter Kristus pada murid melalui :
a. Ibadah-ibadah anak setiap hari
b. Ibadah Guru-guru setiap pagi membangun spritualitas
c. Ibadah umum guru bersama semua murid setiap Sabtu
d. Melatih murid melayani dalam ibadah
9). Visi dan misi serta  cor value
II. Pola Asuh  Kristen Dalam Kajian Pedagogis dan penerapannya di Sekolah Bethany Medan . Nilai-nilai asuh  Kristen yang diamati :
1.            Guru profesional 
2.          Kesiapan perangkat pembelajaran guru
3.          Pola asuh terhadap murid di dalam proses pembelajaran di kelas
4.          Dokumen  peraturan tentang pendisiplinan murid
5.          Pola asuh terhadap guru-guru
v Ganjaran/reward
v Prestasi
v PK (persembahan kasih) atau honor
v Tunjangan hari Tua/ pensiun/ asuransi

III. Pola Asuh  Kristen Dalam Kajian Metodologis dan penerapannya di Sekolah Bethany Medan Nilai-nilai asuh  Kristen yang diamati : (1) Metode atau cara  guru, mengasuh murid  di kelas; (2) Metode mendisiplin murid  di kelas ; (3) Metode memberi ganjaran terhadap murid ; (4) Metode   mengasuh murid memahami nilai-nilai hidup melalui membawa makanan, dan tidak boleh jajan; (5) Metode mengasuh murid agar berprestasi secara akademik, seni dan olahraga

Aplikasi Pola Asuh  Kristen Secara Teologis Berdasarkan Ul. 6:4-9
Para pendidik di Sekolah Bethany  sepenuhnya menyadari bahwa tugas mengasuh anak-anak dalam konteks pendidikan  di sekolah  Kristen bukanlah sesuatu yang ringan, sehingga dapat dikerjakan dengan hanya mengandalkan kekuatan sendiri. Sejak awal perekrutan mereka menjadi pendidik di Sekolah Bethany, pihak yayasan dan jajarannya telah melakukan seleksi  yang sangat ketat. Ketika seleksi berlangsung, bukan hanya kompetensi profesionalitas calon guru saja yang diuji, tetapi juga hal yang tidak kalah pentingnya, pertobatan, lahir baru, dan pemahaman dasar alkitabiah, serta karakter juga menjadi bahan ujian. Karena itu, sebagai pendidik di Sekolah Bethany mereka  memahami secara teologis akan  prinsip-prinsip berikut ini :
1.              Murid- Murid Adalah Ciptaan Tuhan,  Yang Diciptakan Segambar Dengan Allah.
Sesuai dengan pemahaman teologis tentang pola asuh yang berlandaskan Ul 6:4-9, Sekolah  Kristen pada prinsipnya menjadi tempat yang aman, nyaman, joyfull learning (pembelajaran yang menyenangkan) . Seni mengajar guru yang berkharisma dari pimpinan Roh Kudus, akan memampukan pendidik memperkenalkan Allah Yang Esa kepada anak-anak . Bagaimana Dia berkuasa, dan berdaulat atas hidup mahluk ciptaanNya. Mengasihi Allah dengan segenap hati, dengan segenap jiwamu, dan dengan segenap kekuatanmu. Menempat Allah di atas segalanya  dalam hidup ini. Kemulian, hormat, pujian, dan penyanjungan, hanya Dia yang berhak menerimanya.
Mengasuh dan mendidik tidak harus seperti zaman dulu memukul sampai terkadang membuat anak cedera. Sebab tindakan main pukul terhadap anak cenderung membuat anak menjadi penakut, bodoh, dan menjadi serba bingung, karena takut salah. Tapi mengasuh murid-murid dengan penuh kasih, menghargai dan menghormatinya sebagai anak-anak Tuhan, adalah tindakan yang sangat bijaksana dan terpuji. Sehingga anak bertumbuh di bawah atmosfir keharmonisan ilahi.
Menurut David Hasian Siregar[40], guru PAK di SD Bethany Medan, yang utama dalam pola pola asuh  Kristen  adalah bagaimana memberi rasa nyaman  bagi anak-anak dalam proses pembelajaran di sekolah. Alasannya, kalau anak merasa nyaman belajar, nyaman dalam berhadapan dengan guru, maupun sesama temannya, tentu dia  betah belajar.
2.            Murid- Murid Sangat Dikasihi Tuhan, Sehingga Yesus Rela Mati di Kayu Salib Menebus Dosa Manusia Dan Memulihkan Kembali Relasi Manusia Dengan Allah
Kesadaran guru akan anugerah Tuhan yang sangat besar bagi kehidupan anak-anak  didiknya dalam Tuhan, adalah sangat penting. Bahwa Yesus telah mati bagi dosa-dosa mereka sehingga tidak lagi mengalami kematian kekal, melainkan kehidupan kekal . Tuhan menyediakan pemulihan hidup kepada mereka yang percaya. Kesadaran akan hal ini akan menuntun guru untuk bersikap sangat kasih kepada anak didiknya. Sebab mereka sangat dikasihi Tuhan.
3.            Murid- Murid  Tidak Ada Yang Bodoh
Semua manusia diciptakan Tuhan memiliki multi inteligensi . Sehingga setiap manusia memiliki keistimewaan. Hal ini bersumber dari Tuhan yang menyediakan berbagai potensi kepada setiap orang. Tinggal lagi bagaimana segala potensi itu . Guru di Sekolah Bethany menyadari sepenuhnya bahwa murid-muridnya adalah anak-anak titipan illahi. Menurut Mis Rida [41], tidak ada murid yang bodoh. Yang ada adalah murid yang cepat menangkap pelajaran, ada murid kemampuannya sedang, dan ada murid yang agak lambat daya tangkapnya. Di sinilah guru dituntut harus mengenal secara pribadi setiap anak asuhnya. Bagaimana kemampuan  kognitif, afektif,dan psikomotoriknya, bakatnya, minatnya, prilakunya, dan pertumbuhan religiositasnya. Dan atas dasar pemahaman terhadap pribadi anak asuhnya itu, guru dapat mengambil kebijakan-kebijakan untuk meningkatkan kemampuan belajar anak. Kepada anak yang sedang atau lambat kemampuan belajarnya, guru menyediakan diri untuk memberi les-les tambahan pelajaran  yang dilakukan setelah pulang sekolah. Tentunya orangtua harus siap mendukung dalam dana, dan perhatian.
4.            Semua Murid Sama di Hadapan Tuhan
Alkitab  mengajarkan kepada kepada orang percaya untuk bertindak adil. Semua orang sama di hadapan Tuhan. Karena Allah menciptakan manusia semua berasal dari debu dan tanah yang diihembuskanNya nafas kehidupan (bdn Kej.2:7). Karena itu, guru maupun orangtua  tidak boleh membeda-bedakan anak. Berdasarkan pemahaman akan dasar teologis di atas, maka tugas pendidik adalah :
a.                   mengasuh, membimbing, dan memperkenalkan Tuhan Yesus Kristus sebagai Tuhan dan  Juruselamat mereka
b.                   membangun karakter Kristus bagi murid-murid
c.                   mencerdaskan  murid-murid melalui pembelajaran
d.                   melatih  murid-murid dalam pengembangan multi minat dan bakat mereka.
Tentang pemahaman teologis pola asuh, menurut Dedy Mauryd Simanjuntak [42], dalam malaksanakan panggilan untuk mengasuh anak dengan baik di lingkungan sekolah  Kristen, harus berdasar pada falsafah triangle pendidikan ( hubungan segitiga antara keluarga, sekolah , dan  gereja. Ketiga lembaga atau pranata sosial ini harus bersinergi dengan  baik.
5.          Para Pendidik Memahami Secara Teologis, Bahwa Tugas Utama Mereka   Mengantar Anak-Anak Bertemu  Tuhan Yesus Secara Pribadi.
 Hal ini berdasarkan prinsip ajaran Firman Tuhan "Takut akan Tuhan adalah sumber pengetahuan". Saya percaya, kata Dedy, atmosfir proses pola asuh dan pembelajaran yang dibangun berbasis kepada iman kepada Tuhan akan membuka cakrawala berfikir, pengembangan bakat dan minat, serta kemampuan religiositas murid melebihi apa yang diharapkan.
C. Aplikasi Pola Asuh  Kristen Kajian Pedagogis
C.1. Pendidik Mengembangkan Karakter Kristus Pada Murid
Pola asuh  Kristen secara  pedagogis diwujudkan di Sekolah Bethany melalui hal– hal berikut :
C.1.1 Guru Profesional
Keprofesionalan guru dimaksud dapat terwujud apabila memiliki kompetensi sbb: (1) kompetensi pedagogik, (2) kompetensi kepribadian, (3) kompetensi sosial, dan , (4) kompetensi profesional. Kesiapan dalam mengajar ini menjadi salah satu kriteria indikator penilaian kinerja guru, untuk meraih predikat guru teladan , yang dilakukan setiap tahun ajaran. Selain guru teladan, maka setiap bulan pihak yayasan dan para kepala sekolah memperhatikan kerajinan dan kedisiplinan guru. Untuk itu  juga setiap bulan ada  reward disiplin kepada para guru setiap bulan Para orangtua mempercayakan anak-anaknya menempuh pendidikan dasar di Sekolah Bethany karena sekolah ini terkenal dengan pola asuhnya di bidang pembinaan rohaninya (religiusnya) dan karakter [43]. Dan kekuatan sekolah ini pada penanaman karakter kristiani  memang benar-benar mereka lakukan setulus hati. Banyak kegiatan ibadah (kerohanian) mereka lakukan terhadap anak-anak  tanpa mengurangi porsi pembelajaran secara akademik, maupun pengembangan bakat. 
Bahwa murid-murid itu adalah titipan Tuhan yang dipercayakan oleh orangtua kepada Sekolah Bethany  untuk diasuh, dididik, dibina agar menjadi manusia cerdas, berkarakter Kristus, dan berpengabdian yang tinggi untuk memuliakan Tuhan.   Anak-anak diyakini memiliki segala potensi yang dianugerahkan Tuhan Sang Pencipta yang dibawanya sejak masih dalam kandungan. Maka tugas para pendidik[44] di sekolah Bethany adalah memfasilitasi pengembangan minat, bakat, dan talenta para  murid secara maksimal. Kegiatan ibadah , adalah salah satu bagian yang sangat diperhatikan dalam kegitan pola asuh di sekolah Bethany ini. Adalah janji orangtua di hadapan Tuhan saat anak diserahkan kepada Tuhan di gereja atau dibaptis
Menurut Dedy Mauryd Simanjuntak, Kepala SMP Bethany Medan, Sekolah Bethany sudah lama punya program charakter building (pengembangan karakter). Bahan pembinaan diambil dari Sekolah  Kristen Ketapang, di Jakarta, saat dilakukan studi banding.
 Selain itu, juga dilakukan pola asuh dalam kerangka pengembangan karakter ini, dilakukan para pendidik  melalui aktivitas  ibadah yang dilakukan: Adapun macam ibadah yang dilakukan di lingkungan Sekolah Bethany :
1.  Ibadah umum anak per unit, yaitu unit SD , SMP setiap Sabtu pkl 08-10.00 WIB. Dalam ibadah ini, secara bergantian kelas bertugas melayani, demikian juga guru bergantian untuk khotbah. Dan pada hari-hari tertentu ada pendeta diundang.
2. Ibadah doa setiap pagi. Diawali guru saat teduh mulai pkl 6.30-7.15, kemudian seluruh murid 7.15-7.30 berlangsung di ruang aula sekolah.
3. Di kelas , sebelum pelajaran dimulai, salah seorang murid ditunjuk untuk membacakan satu ayat harian dari Spirit Junior[45]
Rangkaian pola asuh melalui pembinaan karakter ini akan berpuncak pada pelaksanaan retreat murid dan guru. Untuk yang SD yang boleh ikut retreat mulai dari kelas 4-6. Untuk SMP diadakan kepada murid kelas 7, dan 8 saja. Secara khusus dalam pembinaan karakter Kristus kepada anak-anak, mereka memakai buku CB (Charakter Building) BINA DIRI yang dikembangkan sebagai buku pedoman dari Sekolah Kristen Ketapang di Jakarta. Prinsipnya bahwa murid tidak hanya belajar untuk menambah ilmu pengetahuan saja, tapi juga belajar agar memiliki sifat dan kebiasaan yang baik, agar makin hari makin kamu semakin serupa dengan Tuhan Yesus. Untuk kebutuhan itu, anak, guru dan orangtua harus bekerja secara bersama-sama untuk mewujudkan. Tidak boleh orangtua sepenuhnya menyerahkan pembinaan karakter kepada sekolah, karena hal itu pasti tidak berhasil.
TABEL BULAN KUALITAS KARAKTER
Bulan
kualitas karakter
Tema
Hasil Belajar
Agustus
saling memperhatikan
Sesamaku yang lapar
Anak dapat menunjukkkan kepeduliannya kepada sesama yang membutuhkan
September
Jujur
Buah Kebohongan
Anak mengetahui bahwa berbohong membuatnya tidak dipercaya.
Oktober
Sabar
Sabar, dong !
Anak bersedia menunggu orang lain menyelesaikan pekerjaan tanpa minta didahulukan.
November
Kreatif
Anak domba yang cerdik
Anak dapat mengatasi masalah yang dimbul seperti terkunci di rumah sendirian, tersesat di jalan, atau bertemu dengan orang asing.
Desember
Terima Kasih
Terima kasih Tuhan, untuk orangtuaku
Anak dapat berterima kasih kepada Tuhan atas Orangtua yang dimilikinya.
Januari
Adil
Ikut aturan, ya !
Anak dapat bersikap adil (fair) saat bermain dan bersedia mengaku dan menerima jika kalah dalam bermain.
Februari
Mengasihi
Aku dan Orangtuaku
Anak menyadari bahwa Ia dikasihi orangtua dan dapat membalas kasih mereka.
Maret
Setia
Semut dan burung
Anak dapat menunjukkan kesetiaannya kepada orang lain pada saat dibutuhkan.
April
Taat
Jangan buang sampah sembarangan
Anak dapat menunjukkan ketaatannya dengan menjaga kebersihan di lingkungannya.
Mei
Kerjasama
Berdua dengan ibu semua jadi oke
Anak dapat bekerjasama dengan orangtua dalam mengerjakan pekerjaan-pekerjaan sehari-hari di rumah.
Juni
Ramah
Ogah musuhan
Anak menyadari bahwa bermusuhan tidak baik dan dapat bermain bersama-sama dengan rukun.

D. Aplikasi Pola Asuh  Kristen Kajian Metodologis
Hal ini menyangkut metode atau cara bagaimana pola asuh  Kristen itu diaplikasikan pendidik kepada para murid di Sekolah Bethany Medan.  Aplikasi metode pola asuh Kristen baik di sekolah, maupun aplikasi metode pola asuh Kristen saat di luar sekolah dalam  lingkup program sekolah.
D.1. Aplikasi Pola Asuh Kristen di Sekolah
D.1.1. Perhatian, Didikan, dan Kepedulian Kepada Anak Sebagai Aspek Dasar Pola Asuhan Kristen
               Kehadiran anak-anak di kelas untuk belajar adalah tanggung jawab guru. Dalam proses pembelajaran dimaksud, tidak hanya terletak pada bahan pelajaran apa yang disajikan. Tapi kesedian pendidik untuk memperhatikan diri muridnya sangat penting. Guru memperhatikan kerapian murid berpakaian, keseragaman pakaiannya, atribut sekolah yang dikenakan, sepatu yang dikenakannya. Demikian guru peduli . Guru harus bersedia menyisihkan waktunya untuk memperhatikan kebersihan diri murid-murid.
Tentang mengatasi tingkah laku anak-anak yang cenderung bersifat antagonis atau suka mencari perhatian, dan juga perlakuan asuhan terhadap anak autis;  para guru Sekolah Bethany sudah mengambil keputusan untuk tindakan yang perlu dilakukan guru wali kelas antara lain : Mengatasi anak yang antagonis/cari perhatian : (a) Diadukan ke orangtua; (b) Berdiri di belakang; (c) Memisahkan bangku; (d) Didiamkan oleh guru; (e) Dibujuk/dilibatkan; (f) Kenali latar belakangnya. Mengatasi anak yang autis : (a) Dipisahkan; (b) Berdoa; (c) Tempat duduk di depan; (d) Komunikasi kepada orangtua[46]
D.1.2. Ibadah Sebagai Dasar Pola Asuh Kristen
Sebagai pengemban amanat Tuhan sebagai perwakilan orangtua, para guru di Sekolah Bethany dengan segala macam cara dan strategi pendekatan mengasihi, memotivasi, memberi teladan kepada para murid agar mereka menjadi anak yang takut akan Tuhan, berprestasi, dan hidup menjadi berkat. Adapun kegiatan-kegiatan ibadah dimaksud antara lain:
1). Doa penyembahan pagi dari semua guru-guru
2). Ibadah pagi  SD dan SMP setiap pagi dari Senin - Jumat
3). Ibadah pagi anak TK setiap pagi dari Senin - Jumat
4). Ibadah bersama TK, SD,  setiap Sabtu
5). Ibadah bersama khusus SMP setiap Sabtu
6). Doa dan pembacaan renungan untuk memulai pelajaran di kelas masing-masing.

D.1.7. Pendidik Sangat Memperhatikan Makanan Murid dan Melarang Jajan
               Pola asuh Kristen dilakukan di Sekolah Bethany sungguh sangat sfesifik, berbeda dengan sekolah pada umumnya. Secara umum, baik sekolah Kristen maupun sekolah negeri atau sekolah swasta  nasional, selalu menyediakan kantin untuk siswa.
Bahkan di sekeliling sekolah sangat banyak orang-orang berjualan makanan, maupun mainan untuk anak-anak. Sehingga ada banyak orang jualan bermacam ragam kebutuhan anak-anak. Dan belum tentu makanan yang mereka jual adalah makanan dan minuman yang sehat. Bahkan makanan dan minuman sembarangan yang mengakibatkan anak bisa sakit.
Sekolah Bethany, sejak awal telah membuat design bahwa murid dari PG/TK SD, dan SMP setiap hari sekolah harus membawa bekal makanan keras ke sekolah. Sebab di sekolah tidak ada disediakan kantin. Menurut Mis Rida, anak-anak dibentuk karakternya untuk hidup hemat dan tidak terbiasa jajan. Sebab jajan itu pemborosan. Tidak sesuai dengan ajaran Kristen. Anak-anak semua harus bawa makanan ke sekolah. Ketika saat istirahat, guru  bersama murid di kelas masing-masing makan makanan yang dibawanya. Guru mengawasi murid ketika makan [47]. Kalau ada di antara murid yang malas-malasan makan, maka guru meyuapi anak-anaknya makan sampai habis. Karena setiap makanan yang dibawa dibiasakan tidak boleh ada yang terbuang. Sebab banyak orang yang tidak bisa makan.
D.1.8. Peran Satpam dan CS Dalam Pola asuh Kristen di Sekolah Bethany
1) Satpam
Peneliti melihat beberapa sikap yang mereka tunjukkan dalam keikutsertaan mereka dalam mengasuh murid murid di sekolah Bethani itu.
a.                        Mereka sangat ramah dan hormat kepada anak-anak.
b.                        Hampir semua anak mereka kenal.
c.                        Sangat akrab dengan anak- anak.
d.                        Satpam juga harus lahir baru ?
Menurut hemat peneliti, para satpam yang bertugas di sekolah-sekolah  Kristen seyogianya juga harus mendapat tambahan pelatihan tentang karakter  Kristen, agar visi, misi, dan program sekolah dapat diwujudkannya sesuai kapasitas mereka sebagai satpam.
2). CS (Clening Service)
Di Sekolah Bethany Medan ada tiga orang CS yang betugas setiap hari untuk membersihkan sekolah yang berlantai tiga, berikut halaman. Bekerja menjadi CS sungguh amat berat, dan membutuhkan kesabaran yang tinggi.
Pekerjaan CS di sekolah Kristen , menurut pengamatan peneliti, tidak boleh dipandang sebelah mata. Seakan-akan tidak berarti, atau tidak ada andil dalam proses pola asuhan di sekolah. Mereka ini, sama seperti satpam, juga sangat mendukung visi dan misi sekolah. CS dalam melakukan pekerjaannya tetap memberi rasa aman kepada anak-anak. Dari pekerjaannya yang bersih dan rapi , tentu saja membuat kesehatan anak-anak terjaga dengan baik. Sebab setiap ruangan kelas pakai AC. Kalau tidak bersih disapu dan dipel, serta di lap kaca-kaca jendela, tentu abu akan dihisap oleh AC dan dihembuskan kembali untuk dihirup anak-anak.
Kemudian juga CS tidak boleh berlaku kasar atau suka membentak kepada anak-anak. Apalagi sampai berkata kotor, atau tindakan lain membuat anak ketakutan, dan tidak merasa nyaman.
D.2. Aplikasi Pola Asuh Kristen di Luar Sekolah Dalam Lingkup Program Sekolah
D.2.1. Pembinaan Iman dan Karakter Melalui Kegiatan Retreat, Sleep  Over, dan Out Bond
Sekolah Bethany , selain sangat memperhatikan prestasi akademis murid, juga sangat memperhatikan perkembangan iman dan karakter mereka. Kegiatan-kegiatan dimaksud tidak hanya berlangsung di sekolah, tapi juga diadakan di luar sekolah. Tujuannya adalah memberi pengalaman baru bagi anak, sekaligus mendorong anak-anak semakin mandiri, mampu membangun persahabatan yang baik, dan memperlengkapi mereka supaya memiliki motivasi belajar yang tinggi, serta daya juang juga.   Untuk itulah, Sekolah Bethany secara rutin setiap tahun mengadakan kegiatan  out bond, retreat, maupun sleep over.




















BAB V
KESIMPULAN DAN REKOMENSASI
5.1. Kesimpulan
5.1.1. Pola Asuh Kristen Kajian Teologis Berdasarkan Ul.6:4-9 Dan Aplikasinya di Sekolah Bethany Medan
Apa yang menjadi dasar teori pola asuhan kajian teologis sesuai Ul.6:4-9 ini secara baik ditemukan peneliti dilakukan di Sekolah Bethany Medan. Di mana guru meyakini  diperintahkan Allah untuk mengajarkannya berulang-ulang. Kata berulang-ulang seperti orang mengasah sesuatu dengan tujuan untuk menajamkannya.
Para guru di Sekolah Bethany mengasuh murid-murid dengan penuh kasih, menghargai dan menghormatinya sebagai anak-anak Tuhan, adalah tindakan yang sangat bijaksana dan terpuji. Sehingga anak bertumbuh di bawah atmosfir keharmonisan ilahi. Murid-murid yang diasuh sesuai motto sekolah , “ Takut akan TUHAN adalah sumber pengetahuan”, niscaya menghasil anak-anak yang berprestasi, berkarakter Kristus, dan memuliakan Tuhan pencipta-Nya.
Pola asuh  Kristen  adalah bagaimana memberi rasa nyaman  bagi anak-anak dalam proses pembelajaran di sekolah. Alasannya, kalau anak merasa nyaman belajar, nyaman dalam berhadapan dengan guru, maupun sesama temannya, tentu dia  betah belajar. Mengajak anak bercanda, tentu sangat menyenangkan hati mereka. Sehingga pendidik dekat sekali –dalam artian emosional—dengan murid-muridnya. Dan itu menjadi modal awal dalam memberhasilkan pembelajaran pada anak-anak.

5.1.2. Pola Asuh Kristen Kajian Pedagogis Dan Aplikasinya di Sekolah Bethany Medan
Pola Asuh  Kristen Kajian Pedagogi adalah seluruh hal kegiatan guru yang berhubungan kemampuan, keterampilan, profesionalitas dan panggilannya secara rohani menjadi pendidik sekaligus bapa/ibu rohani bagi murid-muridnya. Bagaimana pendidik membangun karakter Kristus ada pada murid.
Dengan demikian   usaha untuk melakukan kajian  pedagogi bagaimana sesungguhnya  pola asuh  Kristen diwujudkan di sekolah  yang tercakup  : (1) spritualitas dan profesionalitas guru, (2) tujuan pendidikan Kristen, (3) syarat menjadi guru di Sekolah Kristen, (4) kewajiban dan tanggung jawab pendidik di Sekolah Kristen ,(5) pembinaan karakter Kristus pada murid, (6) pembinaan karakter adalah kerja sama orangtua, sekolah,  dan gereja.
Pola Asuh  Kristen dalam kajian pedagogis secara baik telah diterapan di Sekolah Bethany Medan . Nilai-nilai asuh  Kristen yang  diwujudkan dalam hal-hal berikut : (1) Guru –guru profesional dalam melaksanakan tugasnya terlihat sangat profesional
(2) Pembinaan karakter Kristus pada murid sangat terencana ,dan terlaksana dengan baik. Setiap guru memiliki komitmen yang tinggi untuk membentuk karakter Kristus bagi murid-muridnya. Hal itu dimulai dari semua  gurunya sendiri yang sudah mengalami lahir baru, cinta akan Firman Allah , dan hidup dalam doa dan pengharapan. Murid-murid sangat mereka perlakukan dengan ramah, sopan, dan hormat, karena mereka memiliki keyakinan bahwa anak-anak itu adalah titipan Allah kepada mereka untuk diasuh, dilatih, dan dibimbing seturut kehendak Tuhan. (3) Pembinaan karakter kerja sama orangtua, sekolah,  dan gereja . Prinsip inilah yang mendasari para pendidik di Sekolah Bethany senantiasa melibatkan orangtua dalam penanganan masalah yang dihadapi anak. Buku agenda murid, sebagai penghubung di mana guru akan menuliskan tentang apa saja menyangkut pembelajaran anak, tujuannya agar orangtua mengetahui kemajuan belajar anaknya.
(4) Pola asuh terhadap guru-guru : Ganjaran/reward, PK (Persembahan Kasih) atau honor, tunjangan hari tua/ pensiun/ asuransi. Para guru di Sekolah Bethany juga mendapat perhatian, dan kepeduliaan, baik dengan sesama guru, dengan kepala sekolah maupun dengan yayasan. Bentuk perhatian itu antara lain pemberian reward berupa hadiah dalam bentuk dana karena dinilai disiplin, setia, dan berdedikasi.
5.1.3. Pola Asuh Kristen Kajian Metodologis Dan Aplikasinya di Sekolah Bethany Medan
Hal ini menyangkut metode atau cara bagaimana pola asuh  Kristen itu diaplikasikan pendidik kepada para murid .  Aplikasi metode pola asuh Kristen baik di sekolah, maupun aplikasi metode pola asuh Kristen saat di luar sekolah dalam  lingkup program sekolah.
1. Aplikasi Pola Asuh Kristen di Sekolah Bethany Medan sudah sejak awal terlaksana dengan baik, meliputi 1). Perhatian, Didikan, dan Kepedulian Kepada Anak Sebagai Aspek Dasar Pola Asuhan Kristen
Dalam proses pembelajaran dimaksud, tidak hanya terletak pada cara bagaimana bahan pelajaran apa yang disajikan. Tapi kesediaan pendidik untuk memperhatikan diri muridnya. Guru peduli dengan buku-buku yang mereka bawa, PR yang diberikan
harus dikoreksi dan hasilnya diserahkan kepada murid. Mengasuh muridnya bagaimana  berlaku sopan, baik kepada guru, orangtua, maupun setiap orang.
Para guru di Sekolah Bethany Medan sangat ramah dan memperlakukan murid dengan sopan dan berharga. Pemahaman teologisnya, karena anak adalah mahluk ciptaan Tuhan yang mulia, yang dititipkan kepada mereka untuk diasuh dengan sebaik-baiknya. Sehingga melalui sikap-sikap para gurunya yang ramah dan sopan, kiranya para murid juga meniru mereka.
2). Ibadah Sebagai Dasar Pola Asuh Kristen
Adapun kegiatan-kegiatan ibadah di Sekolah Bethany yang sudah dilakukan sejak lama antara lain:
a. Doa dan penyembahan guru-guru di pagi hari pukul 06.30
b. Ibadah pagi  SD dan SMP setiap pagi dari Senin – Jumat
c. Ibadah  pagi PG/TK setiap Sabtu akhir pekan
d. Ibadah bersama PG/TK, SD,  setiap Sabtu akhir pekan
e. Ibadah bersama SMP setiap Sabtu akhir pekan
f. Doa dan pembacaan renungan untuk memulai pelajaran di kelas masing-masing.
3). Pendidik di Sekolah Bethany sangat memperhatikan bekal makanan yang dibawa murid . Mereka secara bersama-sama pada jam istrihat makan di kelas masing-masing dengan tertib. Guru mengawasi anak-anak ketika sedang makan. Kalau ada anak yang malas-malas makan, maka guru akan menyuapi sampai anaknya kenyang. Selain itu, di Sekolah Bethany Medan, anak tidak diperbolehkan jajan. Dan juga di sekolah Bethany tidak ada disiapkan kantin. Dan pedagang makanan tidak diperbolehkan berjualan di sekeliling sekolah
4).Peran Satpam dan CS Dalam Pola asuh Kristen di Sekolah Bethany
2. Aplikasi Pola Asuh Kristen di Luar Sekolah Dalam Lingkup Program Sekolah Diwujudkan melalui pembinaan iman dan karakter  dalam bentuk kegiatan retreat, out bond, dan sleep over. 

5.2.   Saran
Berdasarkan hasil penelitian di atas, maka disarankan :
a.          Sekolah Bethany, dan juga Sekolah-sekolah Kristen lainnya yang ada di daerah ini lebih serius lagi melakukan pola asuh Kristen berlandaskan Ul 6;4-9, sehingga murid-muridnya lebih lagi semakin dipertajam, ilmu, iman, dan karakter Kristusnya. Karena dengan cara seperti itu, sekolah-sekolah Kristen  semakin bermutu tinggi, dan lulusannya diperhitungkan baik secara nasional maupun internasional.
b.          Sekolah Bethany, maupun sekolah-sekolah Kristen lainnya semakin giat lagi dalam pola asuh pedagogis, di mana para pendidiknya selain memenuhi syarat sebagai guru professional, sesuai tuntutan undang-undang guru  dan dosen, tetapi lebih dari pada itu juga memiliki  basic pertobatan dan lahir baru yang jelas, iman , pengharapan, dan kasih yang kuat, serta cara pandang yang benar terhadap panggilannya menjadi guru di sekolah Kristen, dan cara pandang yang benar terhadap murid adalah titipan Allah untuk diasuh dengan yang terbaik.
c.          Sekolah Bethany, maupun sekolah-sekolah Kristen lainnya hendaknya lebih mengembangkan pola asuh Kristen dengan metodologi pelayanan yang lebih menyentuh, membangun karakter Kristus pada anak, pendekatan pastoral konseling, dan berbasiskan Alkitab. Untuk itu, guru-guru di Sekolah Kristen sangat perlu menjadi anggota persekutuan Sekolah-Sekolah Kristen , baik tingkat nasional, maupun tingkat internasional untuk membangun jaringan. Sehingga para guru mendapat wawasan baru, pelatihan-pelatihan, dan persekutuan bersama, demi kemajuan sekolah. 

5.3.IMPLIKASI
Berdasarkan penelitian ini, maka implikasinya adalah :
a.Sekolah-sekolah Kristen setingkat Pendidikan Dasar (SD, SMP) di Indonesia, khususnya, memperhatikan dengan sungguh-sungguh penerapan pola asuh kristiani . Karena menurut kajian peneliti, pola asuh Kristen adalah alat peredam ampuh bagi kenakalan anak dan remaja sekarang ini. Sekaligus juga, pola asuh Kristen yang  dilakukan dengan setia, akan berbanding lurus dengan prestasi anak-anak.
b. Hendaknya sekolah-sekolah Kristen menyadari bahwa kesetiaan pengurus yayasan, pendidik, staf pegawai, dan orangtua  dalam melakukan pola asuh Kristen, bukan saja akan meningkatkan prestasi (akademik , olah raga, dan seni) pada diri murid, tetapi lebih dari pada itu , daya saing, daya tawar sekolah akan makin meningkat, moralitas terbangun dengan baik, dan terlebih lagi , sekolah akan semakin diberkati oleh Tuhan. Sebab apa yang mereka kerjakan sangat berkenaan kepada Bapa di Sorga.
c. Pola asuh Kristen yang diterapkan di sekolah-sekolah Kristen, akan berdampak kepada penghargaan yang tinggi kepada hakekat manusia, baik guru, maupun murid-murid. Keterpurukan prestasi dunia pendidikan akhir-akhir ini, adalah banyak bersumber dari tidak dihormatinya profesi guru, baik oleh pemerintah, masyarakat, pengelola dan pengambil kebijakan pendidikan, maupun oleh pendidik itu sendiri. Pola asuh Kristen berintikan pada perhatian, kepedulian, dari kata asuh  (to rear)  yang mempunyai makna menjaga, merawat dan mendidik anak yang masih kecil . Apabila guru mendapat pengasuhan yang baik, berupa perhatian, kepedulian terhadap hidup dan masa depan keluarganya, pengayoman dan advokasi terhadap profesi guru, serta kebebasan dalam bergabung dengan organisasi profesi guru, baik oleh yayasan pemilik perguruan Kristen, maupun oleh pemerintah sebagai penentu kebijakan dalam pendidikan, tentu akan berdampak signifikan terhadap kinerja, dan harkat serta martabat guru. Dan tentu saja guru yang sudah   sangat dihargai itu, akan melakukan panggilannya sebagai pendidik dengan sepenuh jiwa dan raganya. Kesetiaannya, disiplin kerjanya, serta insiatif, dan inovasinya juga akan terpacu. Maka dengan demikian prestasi, dan didikan pengembangan rohani kepada murid – muridnya juga akan semakin berkualitas.











DAFTAR PUSTAKA

Agus Maulana. Komunikasi Antar Manusia. Jakarta : Professional Book, 1997
Ahmadi, H. Abu . Psikologi Pembelajaran. Jakarta : DEPAG, 1995
---------------------. Sosiologi Pendidikan. Jakarta : PT Rineka Cipta, 1991
Alo Liliweri. Komunikasi Antar Pribadi. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1991
Alkitab Edisi Studi,: Jakarta LAI, 2010
Alkitab Penuntun Hidup Berkelimpahan.  Malang : Gandum Mas, 2004
Alkitab Kabar Baik, Bahasa Indonesia Sehari-hari: Jakarta :  LAI, 2005
Alwi,  Hasan.  Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta Balai Pustaka, 2006
Arni, Muhammad.  Komunikasi Organisasi. Jakarta: Bumi Aksara, 2005
Arikunto , Suharsimi. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta : Bina Aksara,      1997
Arthur F. Holmes. The Idea of Christian Collage, Terjemahan. United States : Erdmands Publishing, 1975
Baker, The Successful Christian School , 3rd edititon, A beka Book, Pensacola, 2004
Basrowi & Swandi, Memahami Penelitian Kualitatif. Jakarta: Rineka Cipta, 2008
Belandina Non Serrano, Standar Kompetensi dan Bingkai Materi PAK Berbasis KBK. Jakarta : Bina Media Informasi, 2005
Bloom S. Panduan Untuk Tes Sumatif dan Formatif Belajar Mahamurid, Jakarta : Remaja Rosdakarya, 2003
Boehlke, Robert R. 2009. Sejarah Perkembangan Pikiran dan Praktek PAK. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2005
Bornstein, M. H. (Ed.). (2002). Handbook of Parenting: Practical Issues in Parenting (2nd ed., Vol. 5). Mahwah, NJ: Lawrence Erlbaum Associates, Inc.  
Budiman,  R. Tafsiran Surat-Surat Pastoral I &II Timotius dan Titus. Jakarta: BPK
         Gunung Mulia, 1989
Bungaran Antonius Simanjuntak. Indonesia Masa Kini dan Masa Depan. (Tantangan terhadap Pluralisme dan Multikulturalisme Indonesia, Makalah dalam  Seminar Nasional Sekolah Tinggi Teologi Sumatera Utara (STTSU) pada 27 Februari 2013 di Hotel Danau Toba Medan.
Bungin , Burhan.  Penelitian Kualitatf[1] .Jakarta: Kencana, edisi kedua cet-5, 2005
--------------------- Metodologi Penelitian Kualitatif. Jakarta: Rajawali Press cet-9, 2012
Brummelen, Van. Berjalan dengan Tuhan di dalam Kelas:Pendekatankristiani untuk Pembelajaran.Jakarta:Universitas Pelita Harapan , 2009
Bushnell,  Horace ,. Christian Nurture. New York: Charles Scribner & CO. 1869
Capehart, Jodi.  Touching Hearts  Changing Lives (terjemahan) . Jakarta: Metanoia
Publising, 2012
Chabib , Thoha. Kapita Selekta Pendidikan Islam. Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 1996
Davidoff. Psikologi Suatu Pengantar. Jakarta: Erlangga, 1998
Depari, E. & Mc Andrews.C. Peranan Komunikasi Massa Dalam Pembangunan. Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 1978
Depdikbud. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka, 1988
Depdiknas. Standar Kompetensi Mata Pelajaran Pendidikan Agama  Kristen Sekolah Menengah Atas. Jakarta: Balitbang Depdiknas, 2003
--------------- Pedoman Pelaksanaan Tugas Guru dan Pengawas. Jakarta: Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan, 2009
-------------. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, 2008
Dimyati. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta : Rineka Cipta, 2002
Dirto Hadi. Pendidikan dan Masalah-Masalahnya. Jakarta: Fakultas Ilmu Pendidikan, 1987
Echols , John M. dan Shadily ,Hassan, Kamus Indonesia –Inggris. Gramedia: Jakarta,
 cet 10, 2007
Edlin, Richard J. Core belief and values of Christian Philosophy of education, National Institution of Christian Education, 1999.
Effendy, O.U. Dimensi-dimensi Komunikasi. Bandung : Alumi, 1981
Elaine Donelson. Asih, Asah, Asuh Keutamaan Wanita. Yogyakarta : Kanisius, 1990
Elfiky, Ibrahim. Terapi Komunikasi Efektif dengan Metode Praktis Neuro-Linguistic Programming (NLP)/ Alih Bahasa Zubaedah. Jakarta: Hikmah, 2009
Daryanto, dkk. Implementasi Pendidikan Karakter di Sekolah.Yogyakarta : Gava Media, 2013
Devito, Joseph. Komunikasi Antar Manusia/Alih Bahasa Agus Maulana. Jakarta : Professional Book, 1997
Drescher, Jhon M. Tujuh Kebutuhan Anak.Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2009
Gie, Liang.  Cara Belajar Yang Efesien. Jakarta : Pustaka Rakyat, 2005
Gunadi, Paul.  Pelajaran Menjadi Orangtua. Malang, Literatur SAAT: cet. Kedua 2012
Gunarsa, Singgih D. Psikologi Perkembangan. Jakarta : BPK. G. Mulia, 1984
Hanafi. Komunikasi Sukses. Jakarta : Erlangga, 2011
Hardjana, Agus M. Komunikasi Intrapersonal dan Interpersonal. Yogyakarta : Kanisius, 2003
Harefa, Andrias. Pembelajar di Era Serba Otonomi.Jakarta: Gramedia  2002
Harian “Sinar Indonesia Baru”, Senin 4 November 2013
Harian Waspada, 7 Juni 2013
Hauck, Paul. Psikologi Populer: Mendidik Anak dengan Berhasil. Jakarta : Arcan, 1993
Hardjana, Agus M. Komunikasi Intrapersonal dan Interpersonal. Jakarta : Kanisius, 2003
Homrighausen dan Enklaar,  L.H . Pendidikan Agama  Kristen. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1985
Howard, Hendrik.  Teaching to Change Lives. Colorado Springs: Multonomah
 Books, 1987
--------------------Mengajar Untuk Mengubah Hidup” . Jakarta : Yayasan Gloria
2011
Hurlock, Elizabeth B. Perkembangan Anak/Child Development, Terj. Meitasari Tjandrasa. Jakarta : Erlangga, 1990
---------------------------- Psikologi Perkembangan : Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan/terjemahan oleh Istiwidayanti, dkk. Jakarta: Erlangga, 1997
Haryono,  Jurnal Teologi dan Misi  : “Pendidikan Berkualitas di Geneva “ 2012
Idrus, M. Pandangan dan Kepedulian Perempuan terhadap Anak. Jurnal Phronesis, Vol. 3. No. 5 Tahun 2001
Joseph A. Interpersonal Communication Book- Fifth Edition. New York: Harper & Row, 1989
Kadarmanto, Ruth. Ajarlah Mereka Melakukan. Jakarta: Gunung Mulia, 1999
Karwapi. Beberapa Masalah dan Pendekatannya. Hasmar : Medan, 1971
Kencana, M. Nur.  dkk. Evaluasi Pendidikan. Surabaya : Usaha Nasional,1986
Khon, Alfie “The School Our Children Deserve” (terjemahan) . Tangerang: Penerbit Lentera
Hati, 2009
Kompas, Sabtu 23 Maret 2013, hal.7
Kompas, Sabtu 23 Maret 2013, hal.14
Kompas, 24 Juli 2013
UU RI No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak.
Kristianto, Paulus Lilik.  Prinsip & Praktik Pendidikan Agama  Kristen. Yogyakarta: Andi Ofset, 2008
Layman, Jack. dkk (ACSI), Foundations of Christian School Education (Perspectives on Christian Teaching) Book Harper, 2006
LeBar, Lois E. Education That Is Christian (terjemahan). Malang (Gandum Mas,
2006
Lessin, Roy . Disiplin Keluarga. Malang : Gandum Mas, 2002
Maccoby, E. E., & Martin, J. A. (1983). Socialization in the context of the family: Parent–child interaction. In P. H. Mussen (Ed.) & E. M. Hetherington (Vol. Ed.), Handbook of child psychology: Vol. 4. Socialization, personality, and social development (4th ed., pp. 1-101). New York: Wiley.
Malcom Hardy dan Steve Heyes, Terj. Soenardji. Pengantar Psikologi. Jakarta : Erlangga, 1986
Maryanto, Herman J.P. Guruku Matahariku. Jakarta: Obor, Tahun 2011
McKeachie, Wilbert J. Teaching Tips: A Guidebook for the beginning college teacher, 7 ed .Lexington, Masss.: DC Heath, 1978
M.Griffits. Gereja dan Panggilannya Dewasa Ini, terjeahan.Ny.O.S.Situmorang. Yogyakarta : Andi, 1994
Mulyana, Deddy. Ilmu Komunikasi : Suatu Pengantar. Bandung : Remaja Rosda Karya, 2005
Muhammad, Arni. Komunikasi Organisasi. Jakarta: Bumi Aksara, 2004
Nana S. Dinamika Prilaku Individu. Bandung : Remaja Rosda Karya, 2004
Nasution, S. Sosiologi Pendidikan. Bandung : Bumi Aksara, 1995
Nawawi, Hadari.  Metode Penelitian Bidang Sosial. Surabaya : Usaha Nasional, 1982
Neuhaus,  Daniel.  Foundation and Philosophy of Christian School Education module, Cycle VI, ACSI. Jakarta-Surabaya: 15-17 Februari 2010, 19-20 Februari 2010. Session 3.
Purwanto , Ngalim. Evaluasi Pendidikan. Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2001
Parker, J.I. Yesus Guru Agung. Malang: Gandum Mas, 2010
Paul D. Meiler. Psikologi Pendidikan dan Evaluasi  Belajar. Jakarta : Gramedia, 2004
Pazmino, Robert W . Foundational issues in Christian Education, second edition , Baker Book House, Michigan, 1997
-----------------------  Fondasi Pendidikan Agama  Kristen. Sebuah Pengantar dalam Persfektif    Injili”. Bandung: STT Bandung-BPK Gunung Mulia 2012
Pidarta,  Made. Landasan Pendidikan. Jakarta : Rineka Cipta, 2000
Poerwadarminta. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Gajah Mada, 1984
Price, J.M. Yesus Guru Agung. Malang: Gandum Mas, 2005
Rakhmat. Psikologi Komunikasi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2001
Rakhmat, Jalaludin. Psikologi Komunikasi/Edisi Revisi. Bandung : Remaja Rosdakarya, 2007
Ronald, Jimmy.  The Christian Philosophy of Education, dalam majalah Logos, Living on God’s Scripture
Richards, Lawrence O. Pelayanan Kepada Anak-Anak. Bandung : Kalam Hidup,2010
Refdi, Usman.  Pengantar Psikologi. Bandung : Angkasa, 1984
Sairin, Weinata. Identitas Dan Ciri Khas Pendidikan Agama  Kristen di Indonesia, Antara Konseptual dan Operasional. Jakarta : BPK Gunung Mulia, 2011
Saragih, Albet. Bahan Ajar  Katekisasi. Medan : STTSU, 2006
Sardiman A.M. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, Jakarta: Erlangga, 1992
Sarosa,  Samiaji.  Penelitian Kualitatif . Jakarta: Indeks, 2012
Schlegel, Stuart A.  Penelitian Grounded dalam Ilmu-Ilmu Sosial .Surakarta: Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Sebelas Maret, 1986
Shochib, Moh. Pola Asuh Orangtua, Jakarta: Rineka Cipta, 1998
Slameto. Belajar dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya. Jakarta : Rineka Cipta, 2003
Silitonga, P. Metodologi Penelitian. Medan : STTSU, 2010
Simanjuntak,  Bungaran Antonius.  Indonesia Masa Kini dan Masa Depan. (Tantangan      
terhadap Pluralisme dan Multikulturalisme Indonesia), Makalah dalam  Seminar Nasional Sekolah Tinggi Teologi Sumatera Utara (STTSU) pada 27 Februari 2013 di Hotel Danau Toba Medan.
Singarimbun, Masri dan Effendi, Sofian. Metode Penelitian Survai. Jakarta : LP3ES, 1989
Sinamo, Jansen . 8 Etos Keguruan. Buku Milik Ditjen Bimas  Kristen, Jakarta: BMI,
 2012
Situmorang, Jonar.  Filsafat Dalam Terang Iman  Kristen. Yogyakarta : Andi, 2004
Soekanto, Soerjono. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 1990
Suegarda. Ensiklopedi Pendidikan. Jakarta : Gunung Agung, 1984
Sugiyo, Teha. Keluarga Sebagai Sekolah Cinta”.Bandung: LLB, 2001
Sukamto. Kepemimpinan Kyai Dalam Pesantren. Jakarta : LP3ES, 1999
Sukardi ,YM, dan Humble . Kevin J., “Pedoman Penanaman Gereja Baru Masa Kini”. Surakarta: STT Indonesia , 2004
Sumiyatiningsih, Dien . Mengajar dengan Kreatif dan Menarik.Yogyakarta:2006
Sunarti dkk. Pola Asuh Anak Secara Tradisional di Kelurahan Kebagusan Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta. Jakarta : Departemen P dan K, 1989
Supanto, dkk. Pola Asuh Anak Secara Tradisional Daerah Istimewa Yogyakarta. Jakarta : Departemen P dan K, 1990
Susilo, Willy.  Membangun Karakter Unggul. Yogyakarta: Andi , 2013
Sutanto,  Maryam K.T.K..Tabloid Penabur Jakarta No.29 tahun 2009
Syah, Muhibbin Psikologi Pendidikan. Jakarta : Rineka Cipta, 2003
-------------------- Psikologi Belajar. Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1999
The Wycliffe Bible Commentary, terjemahan.Malang: Gandum Mas, 2001
Thoha, Chabib.  Kapita Selekta Pendidikan Islam, .Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 1996
TIM Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka, 1988), Cet. Ke-1
Tirtahardja, Umar.  Psikologi Pendidikan. Jakarta Rineka Cipta, 2005
Turmudji, T. Jurnal Pola Asuh Orangtua dengan Agresivitas Remaja, Tahun 2003
UU RI No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak. Jakarta: Sinar Grafika, 2006
UU RI No. 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen. Jakarta: Sinar Grafika, 2006
Vembriarto. Sosiologi Pendidikan. Jakarta : Grasindo, 1993
Wahab. Rohmad , Perkembangan Belajar Peserta Didik. Jakarta : Depdikbud 1999.
Walgito, B. Psikologi Suatu Pengantar. Yogyakarta : Andi Offset,1994
Walker, D.F. Konkordansi Alkitab edisi 15. BPK Gunung Mulia: Jakarta 2011
                    Wolterstorf .Mendidik untuk Kehidupan.Surabaya: Momentum, 2004
Winataputra, Udin Saripudin.  Belajar dan Pembelajaran. Jakarta : DEPAG, 1995
Winkel W.S. Psikologi Pengajaran. Jakarta : Gramedia, 1991
----------------Psikologi Perkembangan. Jakarta : Gramedia, 1982
Wuradji. Dasar-Dasar Pengukuran dan Penilaian Hasil Belajar. Yogyakarta : Dina, 1998
Wiryanto. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta : PT. Grasindo. 2004)
Wolterstorf, Nicholas P. Mendidik untuk Kehidupan.Surabaya: Momentum, 2004
Zakiyah Darajat. Ilmu Jiwa Agama. Jakarta : Bulan Bintang, 1996


Referensi Tambahan

Theresia,  S. Indira. Pola Asuh Penuh Cinta. http://www.polaasuhpenuhcinta.com.
Rina , M. Taufik. Pola Asuh Orangtua. http://www.tabloid_nakita.com.
http ://piterlase.blogspot.com/2011/10/evaluasi-pembelajaran-pak.html
Coomer. Terry L. Membesarkan Anak dalam Tuhan, Sebuah Artikel yang diunggah dari Semarang Ministry, pada http://www.semarang-ministry.org/membesarkan-anak-dalam-tuhan/
Ira Petranto. Pola Asuh Anak. http://www.polaasuhak.com.
Kalamkudus.com






[1] Bungaran Antonius Simanjuntak. Indonesia Masa Kini dan Masa Depan. (Tantangan       terhadap Pluralisme dan Multikulturalisme Indonesia), Makalah dalam  Seminar Nasional Sekolah Tinggi Teologi Sumatera Utara (STTSU) pada 27 Februari 2013 di Hotel Danau Toba Medan.
[2] Kompas, Sabtu 23 Maret 2013, hal.7 kolom 1-3
[3]  Kompas, Sabtu 23 Maret 2013, hal.7
[4] Secara harfiah maksudnya, apa yang dilakukan oleh pada umumnya orang sekarang ini, itu jugalah yang kita lakukan.
[5] Harian “Sinar Indonesia Baru”, Senin 4 November 2013, hal.14
[6] Bernilai teologis,maksudnya Sekolah  Kristen didirikan dan dikelola sebagai penggenapan akan panggilan Tuhan untuk sosialiasi pembelajaran PAK bagi generasi muda.
[7] Bernilai misiologis , maksudnya Sekolah  Kristen pada hakikinya menjadi wadah penyampaian berita Injil (misi gereja)
[8] Bernilai  historis, maksudnya Sekolah  Kristen adalah kemunitas yang mewarisi sejarah yang secara konsisten mengelola dan mengembangkan secara kritis untuk ditranformasikan kepada generasi demi generasikristiani
[9] Berhati Hamba ; menunjuk kepada karakter Tuhan Yesus yang rendah hati . Melayani bukan untuk dilayani Joh 13:34
[10] Jonar Situmorang, Filsafat Dalam Terang Iman  Kristen. Yogyakarta : Andi, 2004, hal.123
[11] Maryam K.T.K. Sutanto.Tabloid Penabur Jakarta No.29 tahun 2009
[12] UU  No. Undang-Undang Nomor 14  tahun 2005 tentang Guru dan Dosen
[13] TIM Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka, 1988), Cet. Ke-1, halaman  692
[14] Elaine Donelson, Asih, Asah, Asuh Keutamaan Wanita, (Yogyakarta : Kanisius, 1990), Cet. Ke-1, halaman 5
                    [15] Turmudji, T. Jurnal Pola Asuh Orangtua dengan Agresivitas Remaja, Tahun 2003
[16] Poerwadarminta,Kamus Besar Bahasa Indonesia . Jakarta : 1984, hal.1123
[17] Ibid
[18] Hurlock,opcit. Hal. 86-90
[19] D.F. Walker, Konkordansi Alkitab edisi 15. BPK Gunung Mulia: Jakarta 2011, hal.31
[20] Catatan Alkitab Edisi Studi, LAI : Jakarta 2010, hal.1082
[21] Ibid. Hal.296
[22] Ibid. Hal, 280
[23] Catatan dari Alkitab Penuntun Hidup Berkelimpahan.  Malang ; Gandum Mas, 2004, hal. 285
[24] Ibid, hal.285
[25] Hendrik Howard, Teaching to Change Lives. Colorado Springs:Multonomah Books, 1987, hal.20
[26] Ibid, hal.50
[27] Howard G Hendrik, Mengajar Untuk Mengubah Hidup” . Jakarta : Yayasan Gloria 2011, hlm .29
[28] Alkitab Edisi Studi opcit, hal.1923
[29] Alkitab Hidup Berkelimpahan opcit, hal.1994
[31] Alfie Khon, “The School Our Children Deserve” (terjemahan) . Tangerang: Penerbit Lentera Hati, 2009, hal.12 
[32] Jodi Capehart, Touching Hearts  Changing Lives (terjemahan) . Jakarta: Metanoia Publising, 2012, hlm.163-164
[33] Maccoby, E. E., & Martin, J. A. (1983). Socialization in the context of the family: Parent–child interaction. In P. H. Mussen (Ed.) & E. M. Hetherington (Vol. Ed.), Handbook of child psychology: Vol. 4. Socialization, personality, and social development (4th ed., pp. 1-101). New York: Wiley.
[34] Ignatius Besembun, seorang Imam Praja dari Keuskupan Bogor. Gaya Pola Asuh Orangtua.  Tesis S2 magister psikologi pendidikan di Fakultas Psikologi Universitas Persada Indonesia- YAI Jakarta , 2008.
[35] Burhan Bungin, opcit, hlm.68-69
[36] Pranata sosial atau isntitusi sosial adalah norman atau aturan mengenai suatu aktivitas masyarakat yang khusus. Norma/aturan dalam pranata berbentuk tertulis (undang-undang dasar, undang-undang yang berlaku), dan tidak tertulis (hukum adat, kebiasaan yang berlaku, sanksinya adalah dikucilkan). Sumber : id.m.wikipedia.org
[37] Ibid, hal.77
[38] Subagyo, opcit, hlm.227-228
[39] Ibid, hal.125
[40] Wawancara dengan David Hasian Siregar, alumni S1 Teologia STII Yogya, dan sedang menyelsaikan Tesis di Program Pascasarjana Prodi PAK di STT Paulus Medan, 26 Mei 2014 pkl 08.35 WIB
[41] Wawancara dengan Mis Rida Ningsih, Kepala SD Bethany Medan, alumnus IKIP Negeri Medan, yang saat ini sedang menyelesaikan S2 di Pasca sarjana Unimed, dilakukan 24 April 2014 pkl 09.30
[42] Dedy Mauryd Simanjuntak, mantan Kepala SD Bethany yang dipindah tugaskan menjadi Kepala SMP Bethany sejak tahun 2010. Alumnus S1 Teologi STII Medan, Magister of Art Christian Education juga dari STII Yogya, dan saat ini sedang menyelesaikan Program Doktor Teologi di STII Yogyakarta.Wawancara dilakukan Senin 12 Mei 2014 pkl 08-09 Wib
[43] Wawancara dengan Mis Rida Ningsih, Kepala Sekolah SD Bethany Jl. Kapiten Purba, Medan. Senin, 21 April 2014, pukul 11.30
[44] Dalam hal ini, pemahaman peneliti, bahwa pendidik di sekolah  Kristen , memang secara jabatan fungsional ada pada guru. Akan tetapi sesungguhnya dalam tataran praktisnya , semua komponen yang terlibat  di sekolah  Kristen , baik itu yayasan, guru, staf pegawai (administrasi, Satpam, dan CS), semua harus terlibat dalam mengasuh  anak-anak sesuai nilai-nilai kristiani.  Karena pencapaian visi, misi, dan program sekolah harus dikerjakan bersama-sama.
[45] Spirit Junior , majalah bulanan Saat Teduh yang diterbitkan untuk anak-anak
[46] Buku Briefing Guru; Hasil Rapat  Jumat 6-2-2009
[47] Ibid, hasil rapat 11 Nov 2009 ; tentang jam makan siang murid ditegaskan : wali kelas wajib berada di kelas pada waktu istirahat untuk mengawasi anak makan siang  agar berlangsung tertib. Hasil rapat 21 Mei 2013; tentang makanan sehat :* harap kepada wali kelas untuk memperhatikan makanan anak-anak setiap hari; * Menjaga anak saat istirahat; * Lebih peduli lagi terhadap anak-anak.