Kamis, 30 Maret 2017

Yesus Sebagai Guru Menurut Injil Yohanes



Yesus Sebagai Guru Menurut Injil Yohanes
Albet Saragih


Abstrak

Yesus dipanggil dan diterima sebagai rabi bukan hanya oleh murid-murid-Nya, tetapi juga oleh Nikodemus, para pemimpin Yahudi, dan orang banyak. Dalam kasus  Nikodemus,  ia  boleh  dikatakan  mewakili  orang-orang  banyak  mengidentifikasikan Yesus sebagai guru yang diutus dan disertai Allah ketika menyaksikan tanda-tanda yang dilakukan oleh-Nya . Ia telah melihat perbedaan di antara Yesus dan para rabi Yahudi yang lain karena kuasa yang dimiliki-Nya dalam melaksanakan perbuatan tanda-tanda dan mungkin juga perkataan-perkataan yang disampaikan-Nya. Yesus memang berbeda dengan para rabi Yahudi, karena Ia menyadari akan keberadaan-Nya sebagai seorang yang diutus oleh Bapa dan otoritas rohani yang dimiliki-Nya daripada pada latihan rabinis. Potret Yesus sebagai guru secara eksplisit dilukiskan dalam Injil Yohanes. Sebagai seorang Guru, Yesus selalu melakukan berbagai tindakan-tindakan kependidikan seperti memberi teguran, memberikan pujian, memberikan larangan bahkan yang paling penting Yesus memberikan teladan langsung kepada murid-murid-Nya. Hal ini merupakan salah satu hal yang perlu diteladani Guru Pendidikan Agama Kristen dalam melaksanakan pengajarannya agar dapat membangkitkan keinginan dan semangat belajar peserta didik.

Kata kunci : Guru, Rabi, Metode mengajar


Pendahuluan
Dalam Injil Yohanes kata rabi[1] muncul 8 (delapan) kali (1:38, 49: 3:2; 4:31; 6:25; 8:4; 9:2; 11:8), 1 (satu) kali memakai rabuni (20:16), kata guru muncul 4 (empat) kali (3:2; 11:28;13:13,14), dan 2 (kali) merupakan terjemahan dari kata rabi (1:38) dan rabuni (20:16).[2] Penyebutan rabi atau guru terutama dinyatakan oleh para calon murid-Nya (1:38) dan murid-murid-Nya. Yesus dipanggil sebagai rabi pertama-tama oleh mantan dua murid Yohanes Pembaptis sebagai hasil dari kesaksiannya tentang Yesus sebagai Anak domba Allah. Kedua murid Yohanes menanggapi kesaksian dan pergi mengikut Yesus. Memang tidak jelas disebutkan mengapa mereka memanggil Yesus sebagai rabi? Apakah karena ajaran-Nya atau cara berpakaian-Nya seperti seorang rabi? Yesus juga dipanggil sebagai rabi oleh Natanael setelah la menunjukkan pengetahuan ilahi-Nya atas dirinya sebagai Israel sejati dan ajaran-Nya (1:47-49). Mengenai kedua peristiwa ini, Andreas J. Kostenberger memberi komentar,
The use of r’abbi, as address for Jesus in 1:38 and 49 clearly indicates that Jesus' first followers conceived of their relationship with Jesus in terms of a teacher-disciple relationship. This is not mitigated by the fact that they followed Jesus precisely because they saw in him more than a religious teacher, as is made clear by Nathanael's statement: “r’ abbi,, you are the Son of God. You are the king of Israel” (1:49).[3]


Yesus Sebagai rabbi dalam Injil Yohanes
Hubungan diantara Yesus sebagai rabi dan para pengikut-Nya sebagai murid-murid-Nya terus dinyatakan dalam Injil Yohanes. Hubungan guru-murid yang begitu dekat dapat dilihat dalam peristiwa murid-murid pergi membeli makanan untuk guru mereka (4:8,27,31-34), pertanyaan mereka tentang kebutaan orang buta (9:2), kepedulian mereka akan keselamatan guru mereka (11:8), kehadiran Yesus dalam membangkitkan Lazarus (11:28), dan dalam peristiwa kebangkitan-Nya (20:16).
Yesus dipanggil dan diterima sebagai rabi bukan hanya oleh murid-murid-Nya, tetapi juga oleh Nikodemus (3:2), para pemimpin Yahudi (8:4), dan orang banyak (6:25). Dalam kasus  Nikodemus,  ia  boleh  dikatakan  mewakili  orang-orang  banyak  (bdk.  6:25) mengidentifikasikan Yesus sebagai guru yang diutus dan disertai Allah ketika menyaksikan tanda-tanda yang dilakukan oleh-Nya (3:2), walaupun ia mungkin memahami-Nya hanya sebatas guru (manusia) seperti para nabi, yang diutus dan disertai oleh Allah. Namun demikian, pernyataannya mengindikasikan bahwa ia telah melihat perbedaan di antara Yesus dan para rabi Yahudi yang lain karena kuasa yang dimiliki-Nya dalam melaksanakan perbuatan tanda-tanda dan mungkin juga perkataan-perkataan yang disampaikan-Nya. Yesus memang berbeda dengan para rabi Yahudi, karena Ia menyadari akan keberadaan-Nya sebagai seorang yang diutus oleh Bapa dan otoritas rohani yang dimiliki-Nya daripada pada latihan rabinis.[4] Hal ini menunjukkan bahwa orang-orang pada zaman-Nya telah mengakui Yesus sebagai seorang guru agama, walaupun Ia tidak belajar dari seorang rabi (guru) secara formal (bdk. 7:15).
Ajaran Yesus sebagai guru jelas berasal dari Bapa yang telah mengutus Dia (7:16). Karena itu, dalam Injil Yohanes Ia seringkali mengatakan bahwa segala sesuatu yang telah Ia lihat dan dengar daripada Bapa (baik di surga sebelum inkarnasi maupun selama di dunia melalui persekutuan doa-Nya yang terus menerus dengan Bapa), itulah yang Ia sampaikan kepada para pendengar-Nya dan murid-murid-Nya (5:30; 8:26,38,40; 14:24; 15:15). Ia tidak pernah mencari hormat bagi diri-Nya sendiri, melainkan datang untuk menyatakan, menghormati, memuliakan, dan melaksanakan kehendak atau tugas Bapa yang harus Ia selesaikan melalui kematian dan kebangkitan-Nya. Jadi, boleh dikatakan Yesus sebagai guru (rabi) belajar dari Bapa-Nya sendiri, selain Ia mungkin mendapatkan pendidikan tidak formal dari Yusuf dan Maria.[5]
Bahkan dalam Yoh. 13:13-14, Yesus sendiri menegaskan diri-Nya sebagai seorang guru ketika memberikan teladan dalam membasuh kaki murid-murid-Nya sebagai persiapan bagi kematian-Nya yang mendatang. Jadi, Yesus dikarakteristikkan sebagai seorang guru bukan hanya oleh para karakter lain, tetapi juga oleh Yesus sendiri melalui pesan dan pengajaran berotoritas yang disampaikan-Nya (bdk. Mat. 7:29: Mrk. 1:22; Luk. 24:19) dan teladan yang diberikan dalam melayani murid-murid-Nya. Yesus juga dipanggil sebagai rabi karena Ia mempunyai murid-murid yang mengikuti-Nya, pengajaran, dan teladan-Nya.
Selanjutnya, dalam satu kasus, istilah rabi tidak ditujukan kepada Yesus, melainkan kepada Yohanes Pembaptis (3:26). Hal ini mengindikasikan bahwa Yohanes Pembaptis telah diberikan penghormatan sepadan dengan seorang guru agama oleh murid-muridnya. Hal ini berarti murid-murid Yohanes Pembaptis telah memahami hubungan mereka dengan dia sebagai satu hubungan guru dan murid. Hal yang sama juga harus ditujukan kepada hubungan di antara Yesus dan murid-murid-Nya yang historis sebagaimana diperlihatkan dalam 1:38, 48, ketika para pengikut-Nya mula-mula memanggil Dia sebagai rabi dan mengikuti undangan-Nya. Hal ini mengindikasikan mereka telah mengakui Yesus sebagai rabi mereka dan mereka sebagai murid-murid-Nya, maka tidak heran para pengikut-Nya juga disebut murid-murid. Dengan demikian, karakterisasi Yesus sebagai guru memiliki dasar yang kuat dalam Injil Yohanes. Sepanjang Injil, identitas dan karya Yesus sebagai seorang guru begitu jelas dinyatakan dalam sepanjang kehidupan dan pelayanan-Nya. Dengan perkataan lain, identitas atau karakter Yesus sebagai guru ditunjukkan oleh apa yang dikatakan dan dilakukan-Nya serta murid-murid yang mengikuti-Nya.
Kemudian, dalam kasus Yoh. 4:8,31 di mana murid-murid pergi membeli makanan untuk Yesus dan menanyakan tindakan guru mereka secara keseluruhan adalah sesuai dengan pola hubungan guru-murid Yahudi.[6] Hal ini dikuatkan oleh Marie Noel Keller dalam artikelnya Jesus the Teacher bahwa banyak pesan dalam Injil-Injil di mana gambaran tentang Yesus jelas menegaskan Dia sebagai seorang guru, baik melalui perkataan dan pengakuan orang-orang lain, metode pengajaran yang disampaikan-Nya, kosakata murid-murid bagi para pengikut-Nya, dan hubungan-Nya dengan murid-murid-Nya yang sejajar dengan sikap murid-murid rabi terhadap guru-guru mereka.[7] Jadi, potret Yesus sebagai guru secara eksplisit dilukiskan dalam Injil Yohanes.

Kerabian Yesus sebagai Role Model atau Teladan Guru PAK
Guru PAK merupakan rekan sekerja Allah dalam menaburkan dan menumbuhkan iman dalam hati dan hidup anak didik, berarti Guru PAK merupakan perpanjangan tangan Tuhan, maka sebenarnya Guru PAK harus mengikuti teladan yang Yesus berikan. Nainggolan[8] mengatakan bahwa dalam mengembangkan spiritualitasnya Guru PAK mempunyai model yang dijadikan sebagai teladan yaitu Yesus Kristus.
a.     Tindakan-tindakan pendidikan dari Yesus
Menurut Silitonga[9] Yesus melakukan beberapa tindakan-tindakan pendidikan dalam proses pengajaran dan pendidikannya yaitu: memberi teladan, memberi perintah, memberi larangan, memberi pujian, memberi teguran, memberi ancaman dan memberi hukuman. Selanjutnya Nainggolan[10] mengidentifikasikan tindakan-tindakan kependidikan dari Yesus yaitu memberikan teladan langsung dalam kehidupan-Nya, mempunyai pengalaman rohani, dan mempunyai pengetahuan yang baik tentang iman Kristen.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa sebagai seorang Guru, Yesus selalu melakukan berbagai tindakan-tindakan kependidikan seperti memberi teguran, memberikan pujian, memberikan larangan bahkan yang paling penting Yesus memberikan teladan langsung kepada murid-murid-Nya. Hal ini merupakan salah satu hal yang perlu diteladani Guru Pendidikan Agama Kristen dalam melaksanakan pengajarannya agar dapat membangkitkan keinginan dan semangat belajar peserta didik.
b.   Aspek-aspek tujuan pengajaran Yesus
Setiap kegiatan pengajaran yang dilakukan oleh guru pasti memiliki tujuan yang akan dicapai. Menurut Usman[11] ada tiga aspek kemampuan yang menjadi tujuan pengajaran yaitu aspek kognitif yang berhubungan dengan ingatan, aspek efektif yang berhubungan dengan perubahan sikap dan aspek psikomotorik yang berhubungan dengan kemampuan gerak.
Yesus dalam pengajarannya selalu memperhatikan keseimbangan antara ketiga aspek kemampuan tersebut yaitu aspek kognitif, aspek efektif dan aspek psikomotorik.
Menurut Silitonga[12] tujuan pengajaran Yesus adalah:
1) Murid-murid-Nya mampu mengasihi Tuhan Allah dengan segenap hati (aspek Afektif),
2) Murid-murid-Nya mampu mengasihi Tuhan Allah dengan segenap jiwa (aspek Afektif),
3) Murid-murid-Nya mampu mengasihi Tuhan Allah dengan segenap akal budi (aspek Kognitif),
4) Murid-murid-Nya mampu mengasihi Tuhan Allah dengan segenap kekutan (aspek Psikomotorik) dan
5) Murid-murid-Nya mampu mengasihi sesama manusia seperti dirinya sendiri (gabungan dari tiga aspek).
Sedangkan Belandina[13] mengatakan ada beberapa tujuan mengajar Yesus yaitu: Membawa murid-murid-Nya datang kepada Allah (Luk. 13:3, Yoh. 3:3), Membawa manusia untuk hidup harmonis dengan sesamanya (Mark. 12:31), Memperkuat keyakinan murid-murid-Nya (Yoh.21:15-17) dan Melatih murid-muridNya untuk dapat atau mampu menyebarkan ajaranNya kepada semua orang sesuai denagn Amanat Agung Tuhan Yesus (Mat. 28:19-20).
Prince[14] mengemukakan beberapa tujuan khusus pengajaran Yesus yaitu:
 1) Membentuk cita-cita yang luhur,
 2) Menanamkan keyakinan Teguh,
 3) Memperbaiki hubungan dengan Allah,
 4) Memperbaiki hubungan dengan orang lain,
 5) Menghadapi masalah hidup,
 6) Membina watak yang kuat dan
 7) Melatih murid-murid untuk pelayanan.
Dari beberapa pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa sebagai seorang Guru, Yesus juga memperhatikan pentingnya tujuan dalam pelaksanaan pengajaran. Penetapan tujuan pengajaran akan dapat membantu guru untuk mengetahui keberhasilan suatu pengajaran yang dilakukan. Maka Guru Pendidikan Agama Kristen juga perlu meneladani Yesus dalam menentukan tujuan pengajarannya.

c.    Metode-metode mengajar Yesus
Dalam melaksanakan pengajaran-Nya Yesus menggunakan metode-metode pembelajaran secara kreatif. Semua metode yang digunakan masih sangat cocok diterapkan pada pendidikan Kristen untuk anak didik pada zaman ini. Nainggolan[15] mengatakan ada beberapa metode yang dipakai Yesus dalam mengajar yaitu metode ceramah, metode bercerita, metode Tanya jawab, dan metode diskusi.
Sedangkan Silitonga[16] mengidentifikasikan beberapa metode yang dipakai oleh Yesus yaitu:
1. Yesus menggunakan metode ceramah
Metode ceramah merupakan metode yang paling banyak digunakan Yesus dalam  pengajaran-Nya.   Melalui   metode   ini   Yesus   dapat menyampaikan informasi pengajaran-Nya secara langsung. Contoh kegiatan pengajaran yang dilakukan Yesus dengan memakai metode ceramah yaitu ketika Yesus berkhotbah dan mengajar di atas bukit (Mat 5:1-2), Yesus mengajar di tepi danau (Mark 4:1-2), dan Yesus mengajar di Bait Allah (Yoh 7:14-15).
2. Yesus menggunakan metode tanya jawab
Dalam mengajar Yesus sering memberikan pertanyaan kepada anak didik-Nya. Contoh kegiatan pengajaran Yesus dengan menggunakan metode tanya jawab yaitu Yesus bertanya kepada murid-murid-Nya (Mat 16:13-17), ketika pemimpin Yahudi bertanya kepada Yesus (Luk 18:18-27) dan percakapan Yesus dengan Nikodemus (Yoh 3:1-21).
3. Yesus menggunakan gabungan dari beberapa metode
Yesus juga menggabungkan beberapa metode sekaligus dalam pengajaran-Nya. Contohnya dalam Lukas 10:25-37, Yesus menggunakan metode tanya jawab, metode cerita, metode ceramah, dan metode pemecahan masalah sekaligus. Metode gabungan yang dipakai Yesus tergantung pada situasi dan keadaan proses pengajaran-Nya.
4.  Yesus menggunakan metode simulasi
Dengan metode ini Yesus menggunakan situasi tiruan atau berpura-pura dalam proses belajar agar murid-murid-Nya memperoleh suatu pemahaman tentang prinsip atau keterampilan tertentu. Contoh metode simulasi yang pernah dipakai Yesus yaitu Yesus masuk ke Yerusalem dengan mengendarai Keledai, Yesus memperagakan Perjamuan Malam.
5. Metode Demonstrasi
Yesus mendemonstrasikan tentang hidup yang saling berbuat baik terhadap yang lain dengan cara membasuh kaki murid-murid-Nya (Yoh 13:14-15).
6. Metode Karya Wisata
Yesus membawa murid-murid-Nya dari satu kota ke kota yang lain untuk memberitakan Injil (Mark 1:38).
7.  Metode penugasan
Yesus mengutus 70 murid ke setiap kota dan memberikan tugas kepada mereka untuk memberitakan Injil dan menyembuhkan orang sakit (Luk. 9:1-12). Dan Yesus juga mengutus semua orang percaya untuk memberitakan injil dalam Amanat Agung (Mat 28:19-20).
Menurut Sidjabat[17], metode Yesus dalam mengajar itu bervariasi, bergantung pada tujuan, bahan serta situasi pendengar dan lingkungannya. Yesus sering mengajar dengan berbagai perumpamaan, memakai metode ceramah, metode tanya jawab, bahkan metode demonstrasi. Sedangkan Howard dalam Sidjabat[18] mengatakan: “metode Yesus dalam mengajar itu dinilai sangat kreatif, unik, dan memperhatikan tingkat perkembangan dari orang yang diajarnya”.
Selanjutnya Prince[19] mengatakan: ada beberapa metode yang digunakan Yesus dalam mengajar yaitu: metode alat peraga, metode drama, metode cerita, metode ceramah, metode pertanyaan dan metode diskusi.
Metode pengajaran Yesus menurut Harianto GP[20], sbb: Memenangkan Perhatian : Hal ini dilakukan melalui : Mengundang mata; Mengundang pembicaraan; Menanyakan pertanyaan; Menundang persahabatan; Memanggil namanya; Menggunakan kata-kata untuk mendukung perhatian, Menggunakan pertanyaan-pertanyaan, yaitu untuk simulasi perhatian; Menjernihkan pikiran; Menekankan kebenaran; Menegur; Meyakinkan; Menguji, selanjutnya Menggunakan ilustrasi, Menggunkan ceramah atau khotbah, Menggunakan benda atau objek, Menggunakan model.
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa Yesus sebagai Guru menguasai banyak metode-metode pembelajaran. Yesus memakai metode pembelajaran secara kreatif dengan mengabungkan beberapa metode sekaligus dan menyesuaikan penggunaan metode pembelajaran dengan situasi dan kondisi lingkungan serta para pendengar-Nya. Sehingga pengajaran yang dilakukan Yesus dapat terlaksana dengan baik. Guru Pendidikan Agama Kristen seharusnya meneladani Yesus dalam hal menggunakan dan memilih metode sesuai dengan kebutuhan para anak didiknya, sehingga pengajaran yang dilakukan oleh Guru Pendidikan Agama Kristen juga dapat berhasil dan berjalan dengan baik.
Guru Pendidikan Agama Kristen memiliki banyak tugas dan tanggung jawab, salah satunya adalah mewujudkan pola pengajaran Tuhan Yesus bagi peserta didik dan semua orang yang menganggap dia guru. Menjadikan Yesus sebagai teladan bukanlah hal yang mudah untuk dilakukan namun merupakan suatu tanggungjawab yang berat bagi seorang Guru.
Memperlengkapi dan merancang pola pengajaran Guru Pendidikan Agama Kristen adalah suatu tindakan atau perbuatan yang baik, terpuji dan sesuai dengan kehendak Tuhan yang pantas untuk ditiru atau dicontoh oleh peserta didik dalam kehidupan sehari-hari. Untuk memenuhi tugas dan tanggung jawabnya sebagai guru, Guru PAK harus memiliki sikap-sikap sebagai berikut: peduli kepada peserta didik, penuh kasih, adil, sabar, tegas dan memiliki kompetensi.
Keteladanan yang ditunjukkan Guru PAK berpengaruhnya bagi perkembangan belajar peserta didik terutama dalam hal minat belajarnya. Minat belajar yang dimaksudkan disini adalah suatu rasa suka, tertarik, rasa ingin tahu peserta didik terhadap suatu pelajaran dalam hal ini mata pelajaran PAK. Minat peserta didik terhadap sesuatu pelajaran akan mendorongnya untuk terus memperhatikannya secara terus-menerus tanpa ada paksaan. Minat belajar peserta didik ini disertai dengan perasaan senang, perhatian yang besar, kehadiran dan ketekunan dalam mengikuti suatu pelajaran.
Kurangnya penerapan pola mengajar Tuhan Yesus yang ditunjukkan Guru Pendidikan Agama Kristen akan menyebabkan peserta didik kurang berminat dalam mengikuti pelajaran dan hal ini akan sangat mempengaruhi belajar peserta didik. Jika pelajaran tidak sesuai dengan minat peserta didik maka peserta didik tidak akan belajar dengan baik namun akan muncul kebosanan dan kejenuhan. Maka Guru PAK diharapkan untuk dapat menunjukkan pola teladan pengajaran Yesus yang baik bagi peserta didik dalam setiap segi kehidupannya agar peserta didik yang melihatnya dapat terdorong atau berminat dalam mengikuti pelajaran. Dengan demikian Guru PAK dapat meningkatkan minat belajar peserta didik.
Cully[21] mengatakan “Guru adalah pembimbing serta sesama peserta dengan si anak”. Dengan demikian guru bukan hanya menyampaikan materi saja tetapi juga membimbing, mendidik dam membentuk kepribadiannya ke arah yang baik. Jika peserta didik salah menempatkan diri maka kepribadiannya akan mengarah ke arah yang negatif karena di dalam sekolah mereka saling berbagi perasaan, saling memberi perhatian terhadap berbagai hal yang dirasakan dan dialami oleh teman-temannya.

Implikasi kerabian Yesus bagi jemaat masa kini
Pesan tentang Yesus sebagai guru dalam Injil Yohanes mempunyai kepentingan bagi jemaat-jemaat masa kini, apakah mereka adalah sarjana, dosen (teologi, Pendidikan agama Kristen, biblika, etika), hamba Tuhan, penatua, diaken, guru-guru Injil, guru-guru Kristen, misionaris, pelayan Tuhan, ataupun orang-orang Kristen secara umum, supaya mereka dapat meneladani Yesus dalam pelayanan, pemberitaan, pengajaran, dan pembinaan mereka. Yesus sebagai Guru dalam Injil Yohanes telah menggunakan banyak metode yang berbeda dalam mendekati bermacam-macam pendengar historis-Nya sesuai dengan situasi dan keadaan mereka masing-masing, seperti paroimia (perumpamaan, amsal, pepatah, alegori, kiasan, fabel, perbandingan sederhana, bahasa simbolis[22]), metafor, figuratif, dialog, pertanyaan­pertanyaan (tanya jawab), permainan kata-kata, parallelisme (sinonim, sinthetis, antithesis,), peringatan dan teguran, tanya jawab, paradoks, ironi, makna ganda.[23] Tujuan semua metode ini untuk membawa para pendengar datang percaya bahwa la adalah Mesias, Anak Allah maupun untuk menguatkan dan membangun iman murid-murid-Nya.
Semua metode yang digunakan Yesus sebagai guru dalam mendekati para pendengar-Nya juga dapat diterapkan oleh jemaat-jemaat masa kini. Jemaat-jemaat masa kini yaitu para pemimpin gereja dan para guru harus menyadari bahwa dalam mendekati para pendengar yang berbeda-beda, mereka juga harus menggunakan metode-metode yang berbeda-beda sesuai dengan situasi dan kebutuhan yang terdalam dari para pendengar atau para pembaca mereka. Jadi, jemaat-jemaat masa kini harus meneladani Yesus sebagai guru baik dalam membawa orang-orang datang untuk percaya kepada Yesus maupun dalam pendidikan, pengajaran, pelatihan, dan pembinaan anggota-anggota jemaat, anak-anak sekolah Minggu, murid-murid, dan mahasiswa di sekolah-sekolah umum maupun sekolah-sekolah teologi. Dengan demikian, pendidikan, pemberitaan, pengajaran, pelatihan, dan pembinaan jemaat-jemaat masa kini dapat menjadi efektif dan membuahkan hasil bagi kemuliaan nama Tuhan.[24]
Selanjutnya, beberapa masalah pokok PAK di Indonesia dapat diuraikan sbb :Kurangnya pemerataan pelaksanaan PAK di Indonesia; Masalah kualitas dari Pengajar PAK; Kualitas peserta didik; Kualitas kurikulum yang digunakan; Kualitas sarana dan prasarana.
Oleh karena itu, hal yang perlu diperhatikan oleh guru PAK adalah bahwa seorang pengajar PAK yang efektif dalam melaksanakan tugasnya dipengaruhi 3 faktor : pertama, Kebergantungan kepada Kuasa Roh Kudus; kedua, Kesucian hidup yang menjadi teladan dalam perbuatan, dan Terampil dan profesional dalam melaksankan tugas dan tanggung jawabnya dalam pengajaran.
Dalam mengajar, Yesus menggunakan beberapa metode dan tidak terikat pada satu metode saja. Dia beralih dengan sangat lembut dari yang dikenal kepada yang tidak dikenal; dari yang sederhana kepada hal-hal yang rumit; dari hal-hal yang konkret kepada hal-hal yang abstrak. Suatu kebebasan yang sesungguhnya, muncul dalam kemampuan metodologisnya dan dengan objektivitas yang cukup jelas. Dia bukanlah seorang penghibur melainkan seorang pendidik. Dia menginginkan lebih dari perhatian yang besar; Dia menjanjikan untuk mengubah hidup.
Tak seorang pun bisa menuduh Yesus memotong filosofi pendidikan. Dia memahami bahwa semua pembelajaran melibatkan suatu proses. Dia tidak hanya tahu apa yang akan diajarkan-Nya, tetapi Ia juga mengerti apa yang diajarkan-Nya. Belajar lebih dari sekedar mendengarkan; mengajar lebih dari sekedar mengatakan. Bagaimanakah Yesus bisa menjadi begitu efektif tanpa menggunakan bel atau pun jadwal, sebuah ruang kelas yang bagus, dan sebuah OHP atau layar?

Ajaran Yesus Itu Kreatif
Tidak ada pola pengajaran yang sama dengan pola pengajaran Yesus. Sangat sulit untuk menemukan bahwa Yesus menggunakan hal yang sama dalam cara yang sama. Seseorang membaca Kitab Suci dengan harapan untuk menemukan apa yang selanjutnya akan dilakukan dan dikatakan oleh Yesus. Kita melihat kekreativitasan-Nya seperti berikut ini:
1.     Dia menggunakan pertanyaan-pertanyaan.
Cara ini merupakan inti dari metode pengajaran-Nya. Empat Injil menuliskan lebih dari seratus pertanyaan berbeda yang digunakan. Beberapa dari pertanyaan-Nya dilontarkan secara langsung dan dengan sederhana memberikan informasi yang penting, beberapa penjelasan dari ketidakpastian yang dipikirkan oleh pendengar-Nya, dan ekspresi yang muncul atas iman mereka. Seringkali, pertanyaan yang dilontarkan-Nya secara langsung mengharuskan pendengar-Nya membandingkan, memeriksa, mengingat, dan mengevaluasi. Pertanyaan-pertanyaan hipotesa memberikan suasana solusi bagi pendengar-Nya. Yesus dikenal mahir dalam menangani pertanyaan-pertanyaan yang ditujukan kepada-Nya, bahkan ketika mereka ingin menjebak-Nya. Setiap pertanyaan sangatlah berbeda dan pendengar-Nya sangat puas dengan jawaban-jawaban yang diberikan, sehingga mereka tidak lagi memiliki pertanyaan yang akan ditanyakan pada waktu itu.
Dalam hal ini guru PAK juga menggunakan pertanyaan-pertanyaan untuk mengetahui apa yang menjadi kebutuhan peserta didik sehingga dalam materi pelajaran yang disampaikan dapat dimengerti dengan baik oleh peserta didik.
2.     Dia menggunakan perumpamaan.
Yesus adalah ahli dalam bercerita. Ajaran-Nya menggugah pikiran; bukan melumpuhkan pikiran. Perumpamaan adalah bentuk yang paling terkenal dari ciri-ciri ajaran-Nya yang secara kreatif melibatkan orang-orang dalam proses belajar. Markus mencatat bahwa Yesus, "Mengajarkan banyak hal dalam perumpamaan kepada mereka." (Markus 4:2)
Yesus menggunakan berbagai metode yang kreatif lainnya seperti: Pernyataan yang benar-benar ditekankan (Markus 5:29-30); Peribahasa (Markus 6:4); Paradok (Markus 12:41-44); Ironi (Matius 16:2-3); Hiperbola (Matius 23:23-24); Teka-teki (Matius 11:12); Kiasan (Lukas 13:34); Permainan kata (Matius 16:18); Sindiran (Yohanes 2:19); Metafora (Lukas 13:32).

Ajaran Yesus Adalah Unik
Setiap ajaran digunakan dan dipilih untuk menyesuaikan dengan situasi dan kebutuhan dari pendengar-Nya. Setiap pertemuan sangatlah berbeda karena Dia tahu apa yang ada dalam diri setiap orang secara umum dan secara individu (Yohanes 2:24-25). Ketiga percakapan selanjutnya (Nikodemus, perempuan Samaria, dan perwira di Kapernaum), menunjukkan kemampuan-Nya untuk membuat persetujuan secara cekatan dan unik dengan tiga pribadi yang berbeda. Tujuannya adalah sama - untuk membawa mereka ke dalam iman. Metodologi yang digunakan adalah berbeda.
Yesus tidak berusaha untuk menyimpan pendekatan-pendekatan pendidikan. "Camkanlah ini karena suatu hari nanti engkau akan memerlukannya." Dia tidak berada di bawah tekanan untuk mengajarkan berbagai hal yang ingin diketahui oleh murid-murid-Nya meskipun Dia adalah kebenaran itu sendiri (Yohanes 14:6). Kita tidak pernah melihat-Nya menjejalkan ajaran-ajaran agama kepada orang lain. Dia tidak pernah menyuruh orang lain untuk mengingat dan mengulangi jawaban-jawaban-Nya. Dia percaya sepenuhnya bahwa Roh Kudus akan menuntun mereka ke dalam seluruh kebenaran (Yohanes 16:13).
Juruselamat selalu mulai dari di mana orang berada - dengan pertanyaan-pertanyaan, kebutuhan, kepedihan, dan kepentingan mereka. Dia tahu bagaimana mendengarkan orang lain dan mengunci komentar mereka. Dia menjadi satu dengan mereka; Dia dapat beradaptasi dengan berita-berita yang ada; Dia dapat mengikuti mereka tanpa mereka sadari.
Kristus tidak pernah melepaskan budaya-Nya. Bahasa yang digunakan-Nya selalu disesuaikan dengan pengalaman orang lain - pekerjaan, masalah-masalah sosial, adat istiadat, kehidupan keluarga, sifat, dan konsep agama mereka. Perhatikan, Yesus mengunakan elemen-elemen yang mengejutkan dengan perempuan Samaria (meminta minum, Yohanes 4:7-9); yang dipegang seorang anak (Matius 18:2); mata uang (Markus 12:15); dan jala (Lukas 5:4).

Ajaran Yesus Itu Membangun
Tujuan Allah kita adalah untuk membawa orang lain dari tempat asal mereka ke tempat mereka yang seharusnya. Percakapan Yesus dengan perempuan Samaria itu adalah suatu pelajaran tentang keahlian Yesus yang tak tertandingi (Yohanes 4). Yesus menghancurkan semua rintangan yang ada - budaya, ras, jenis kelamin, dan agama - dan mengubah dia (wanita Samaria) menjadi seorang penginjil di lingkungannya. Itulah perubahan. Ini adalah hasil dari melihat orang lain dengan pandangan mata secara radikal (Yohanes 4:34-35).
Dia menantang orang Farisi, "Jadi pergilah dan pelajarilah arti firman ini: Yang Kukehendaki ialah belas kasihan dan bukan persembahan" (Matius 9:13). Yesus tidak pernah memaksakan keputusan-keputusan tetapi Ia mendorong orang lain untuk membuat keputusan. Dengan sabar, Ia mulai mempelajari pengalaman murid-murid-Nya dan mereka yang bergaul dengan-Nya.
Melalui Allah, guru PAK belajar bahwa pengajaran yang baik itu meliputi menolong murid untuk bertanggung jawab atas pemikiran dan hidupnya. Dia selamanya akan mendorong dan memampukan orang lain untuk membuat keputusan terbaik yang mungkin bisa dilakukan. Membimbing orang lain dalam nama Yesus adalah suatu hak yang besar dan suatu tanggung jawab yang harus diemban; menyesatkan seseorang adalah hal yang dibenci-Nya.

Kesimpulan

Berdasarkan Injil Yohanes, kita dapat menemukan informasi atau keterangan bahwa tentang kerabian Yesus. Identitas Yesus sebagai rabbi tidak hanya diakui oleh murid-murid-Nya, namun juga oleh banyak orang. Dalam kehadiran-Nya sebagai Rabbi, Yesus tampil berbeda dari rabbi-rabbi yang ada, dan sekaligus menjadi Rabbi atau Guru yang unik pada zaman-Nya. Yesus sendiri diutus oleh Bapa untuk menjadi guru atas semua manusia. Kerabian Yesus nampak oleh karena Yesus menampilkan sikap hidup yang berintegritas, artinya Dia tidak hanya memperkatakan Kabar Baik kepada orang-orang, namun juga Dia melakukan atau mempraktikkan apa yang dikatakan-Nya. Karakteristik unik sebagai seorang guru dinampakkannya sebagai contoh ketika Dia membasuh kaki murid-murid-Nya. Yesus juga kemudian diakui sebagai Guru ketika Dia mengajar dengan menggunakan berbagai metode yang variatif, kreatif, dan unik. Oleh sebab itu, tidak dapat tidak bahwa guru PAK hendaknya meneladani kerabian Yesus sebagai role model dalam mengemban dan melaksanakan amanat agung Tuhan Yesus. Dan dengan menjadikan Yesus sebagai teladan, dapat dipastikan bahwa guru PAK akan menunjukkan perubahan yang kreatif dalam pengajarannya.






Kepustakaan

Asyirin, Gustaf. 2010. Langkah cerdas menjadi Guru sejati berprestasi. Yogyakarta: Bahtera Buku.
Belandina, Janse. 2005.Profesionalisme Guru dan Bingkai Materi. Bandung: Bina Media Informasi.
----------------Ensiklopedi Alkitab Masa Kini Jilid A-L, Jakarta:  Yayasan Komunikasi Bina Kasih/ OMF, 2000.
Homrighausen, EG, Enklar. 2008. Pendidikan Agama Kristen. Jakarta: BPK Gunung Mulia.
Nainggolan, John. 2010. Guru Agama Kristen sebagai Panggilan dan Profesi. Bandung: Bina Media Informasi.
Prince, J.M. 2011. Yesus Guru Agung. Bandung: Lembaga Literatur Baptis.
Sidjabat, BS. 2009. Mengajar secara Profesional. Bandung: Yayasan Kalam        Hidup.
-------------------2000. Menjadi guru professional sebuah presfektif Kristiani. Bandung:  Yayasan Kalam Hidup.
Silitonga, Sam. 2000. Nilai-nilai Kependidikan dari Yesus dan Sistem Kependidikan Nasional. Medan: Manora.
Slameto. 2003. Belajar dan Faktor-faktor yang mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta.
Tong, Stephen. 2010. ArsitekJiwa II. Surabaya: Penerbit Momentum.
Yulianti, Lidya. 2009. Profesionalisme Standar Kompetensi dan Pengembangan Profesi Guru PAK. Bandung: Bina Media Informasi.
William Barclay, The Gospel of John [Chapters 1 to 7] The Daily Study Bible Series [2 vols.; Philadelphia: Westminster, 1975]
Keller, Jesus the Teacher 452-56 dan Phipps, Rabbi Jesus
Usman. Guru Profesional. Usaha Nasional, Surabaya. 2010
Prince, J.M.. Yesus Guru Agung. Bandung: Lembaga Literatur Baptis. 2011
Pendidikan Agama Kisten Dalam Alkitab dan Dunia Masa Kini” Yogya;Andi, 2012
Earl E. Shelp dan Ronal H. Sunderland (ed) , The Pastor as Teacher, New York: The Pilgrim Press, 1989.













[1]Kata guru (didaskalos), rabi (r'abbi,), dan tuan (ku,rioj) dalam Injil Yohanes sebagian besar adalah sinonim. Kata rabi ini secara hurufiah berarti orang besarku (my great one). Kata ini merupakan satu gelar kehormatan yang diberikan seorang murid kepada seorang guru Taurat. atau para pencari ilmu kepada para bijak (William Barclay, The Gospel of John [Chapters 1 to 7] The Daily Study Bible Series [2 vols.; Philadelphia: Westminster, 1975] 87).
[2]Yesus, dalam Injil Markus juga hanya Petrus memanggil Yesus sebagai rabi (Mrk. 9:5; 11:21). Dan Injil Lukas tidak pernah menggunakan rabi dalam memanggil Yesus, ia selalu menggunakan bahasa Yunani yang sepadan yaitu didaskalos.
[3]Op.cit “Jesus as Rabbi” 108.
[4]Hal yang sama juga dikatakan oleh Keller, Jesus the Teacher 452-56 dan Phipps, Rabbi Jesus 18-22.
[5]Mengenai bentuk pendidikan yang mungkin diterima oleh guru baca poin kedua bagian Persamaan dan Perbedaan Yesus dengan Para Rabi Yahudi, poin ke-2.
[6]Ibid. 110.
[7]“Jesus the Teacher” 451-52.
[8]Nainggolan, John. Guru Agama Kristen sebagai Panggilan dan Profesi. Bandung: Bina Media Informasi.2010.hal. 44
[9]Silitonga, Sam. Nilai-nilai Kependidikan dari Yesus dan Sistem Kependidikan Nasional. Medan: Manora. 2000. Hal. 26-31
[10] Nainggolan, op.cit. Hal. 67-68
[11]Usman. Guru Profesional. Usaha Nasional, Surabaya. 2010, hal.34
[12] Silitonga, opcit, hal. 34-35
[13]Belandina, Janse..Profesionalisme Guru dan Bingkai Materi. Bandung: Bina Media Informasi. 2005, hal.19
[14]Prince, J.M.. Yesus Guru Agung. Bandung: Lembaga Literatur Baptis. 2011, hal. 36-50

[15] Nainggolan, opcit, hal. 72-73
[16] Silitonga, opcit, hal. 35-39
[17] Sidjabat, opcit, hal. 49
[18] Sidjabat,opcit, hal. 52
[19] Prince, opcit. 105-121
[20]Pendidikan Agama Kisten Dalam Alkitab dan Dunia Masa Kini” Yogya;Andi, 2012, hal.18-20

[21]Cully. Dinamika Pendidikan Kristen. BPK Gunung Mulia, Jakarta, 2003. Hal.123
[22]Untuk mengingatkan arti paroimia dapat melihat bagian Latar dalam catatan kaki no. 19.
4Mengenai berbagai metode pengajaran yang digunakan oleh Yesus lebih lanjut dapat membaca Herman Harrel Home, Jesus - The Master Teacher (New York: Association, 1920); Phipps, Rabbi Jesus 57-79; Stein, Jesus' Teachings 7-32; Curtis, Jesus Christ the Teacher 66-107; Keller. "Jesus the Teacher" 450-60; dan Radcliffe, "Jesus the Teacher Revisited" 85-97.
[24]Mengenai pentingnya pengajaran dalam gereja dapat membaca buku Earl E. Shelp dan Ronal H. Sunderland (ed) (The Pastor as Teacher [New York: The Pilgrim Press, 1989].

6 komentar:

  1. terima kasih artikelnya, sangat membantu

    BalasHapus
  2. Terimakasih buat artikelnya. Sangat membantu dalam menambah wawasan

    BalasHapus
  3. Artikel banyak mencopi persis tulisan artikel saya, berjudul Yesus sebagai Guru: Studi Injil Yohanes, yang diterbitkan oleh Veritas, STT SAAT, tetapi tidak mencantumkan sumber kutipannya, sangat disayangkan.

    BalasHapus
  4. YESUS SEBAGAI GURU
    Dalam Injil Yohanes, kata rabi muncul delapan kali (1:38, 49: 3:2; 4:31; 6:25; 8:4; 9:2; 11:8), satu kali memakai rabuni (20:16), kata guru muncul empat kali (3:2; 11:28; 13:13, 14), dan dua kali merupakan terjemahan dari kata rabi (1:38) dan rabuni (20:16). Penyebutan rabi atau guru terutama dinyatakan oleh para calon murid-Nya (1:38) dan murid-murid-Nya. Yesus dipanggil sebagai rabi pertama-tama oleh mantan dua murid Yohanes Pembaptis sebagai hasil dari kesaksiannya tentang Yesus sebagai Anak domba Allah. Kedua murid Yohanes menanggapi kesaksian dan pergi mengikut Yesus. Memang tidak jelas disebutkan mengapa mereka memanggil Yesus sebagai rabi? Apakah karena ajaran-Nya atau cara berpakaian-Nya seperti seorang rabi? Yesus juga dipanggil sebagai rabi oleh Natanael setelah Ia menunjukkan pengetahuan ilahi-Nya atas dirinya sebagai Israel sejati dan ajaran-Nya (1:47-49). Mengenai kedua peristiwa ini, Andreas J. Köstenberger memberi komentar,
    The use of r`abbi, as address for Jesus in 1:38 and 49 clearly indicates that Jesus’ first followers conceived of their relationship with Jesus in terms of a teacher-disciple relationship. This is not mitigated by the fact that they followed Jesus precisely because they saw in him more than a religious teacher, as is made clear by Nathanael’s statement:“r`abbi,, you are the Son of God. You are the king of Israel” (1:49).

    Di atas ini salah satu paragraf yang persis diambil langsung

    BalasHapus
  5. Isi sub Judul Yesus sebagai Rabbi dalam Injil Yohanes, juga semuanya mirip dicopy dari artikel, masih ada bagian-bagian yang lain juga. ini sudah sudah termasuk plagiatnisme

    BalasHapus
  6. http://repository.seabs.ac.id/handle/123456789/153
    ini linknya di mana artikel saya pernah diterbitkan oleh Veritas, STT SAAT dengan Judul:
    Yesus Sebagai Guru : Studi Injil Yohanes

    BalasHapus